Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Jumat, 09 Juli 2010

Mahasiswa Anarkisme Hanya Segelintir

*Media yang Terlalu Besar-besarkan

MAKASSAR--Maraknya aksi demonstrasi yang berujung pada anarkisme diduga selalu ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu. Pihak tersebut disinyalir mengusung misi terselebung dengan jalan mendekati kampus dalam hal ini mahasiswa. Mahasiswa dijadikan alat untuk mencapai tujuannya untuk membuat rusuh. Hasilnya bisa ditebak, begitu terjadi anarkisme, stigmatisasi akan dialamatkan kepada daerah atau kampus tertentu. Makassar salah satu daerah yang mendapat stigma itu.

Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Prof Dr HM Nasir Hamzah MSi, menjelaskan anarkisme yang diidentikkan dengan mahasiswa Makassar tidak lain dari ekspos berlebihan oleh media, terutama media nasional. Persoalan tidak diterimanya alumni atau sarjana asal Sulsel di dunia kerja khususnya di luar Sulsel, kata Nasir, tidak terlepas dari peranan media yang mencitrakan teralu berlebihan.

"Media mengekspos (aksi demonstrasi yang anarkis, red) dan selalu mengulang-ulang. Padahal hanya dua atau tiga orang mahasiswa saja yang berbuat. Masih lebih banyak mahaiswa yang secara akademik berprestasi," ujar Nasir, Jumat, 4 Juni.

Menurut Nasir, aksi-aksi anarkis yang terjadi di Makssar, itu tidak merepresentasikan mahasiswa secara keseluruhan. Pelaku aksi demonstrasi yang anarkis hanya berasal dari segelintir mahasiswa. "Jangan hanya karena aksi 10 orang mahasiswa lalu dianggap mewakili semua mahasiswa. Mahasiswa lebih banyak yang tidak begitu," imbuh rektor yang menjabat selama dua periode ini.

Nasir kurang sepakat jika mahasiswa yang selalu disalahkan terkait terjadinya aksi demonstrasi. Demonstrasi, lanjut dia, merupakan sesuatu yang lumrah dalam negara demokrasi. "Kecuali aksi yang berujung anarkis, saya juga tidak setuju," tandasnya malam tadi.

Terkait image negatif terhadap alumni atau sarjana perguruan tinggi (PT) asal Makassar, Nasir menganggap hal itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan. "Alumni kami banyak yang berprestasi. Mereka banyak sukses di luar. Mari kita semua berpikir jernih bahwa (alumni perguruan tinggi, red) Sulsel tidak begitu semua," ulasnya.

Nasir juga kurang sependapat jika demontrasi mahasiswa selalu dianggap destruktif. "Jangan dikira demo selalu merusak citra. Itu kan bertujuan mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat. Demo, bukan sesuatu hal yang buruk. Itu sekaligus memberikan pendidikan politik bahwa kita berada di negara demokrasi, meskipun demokrasi yang dimaskud masih diperdebatkan," terangnya.

Mahasiswa mengkritisi pemerintah, lanjutnya, karena mereka menilai ada masalah. Mereka melakukan aksi demonstrasi dengan tujuan memperbaiki ketimpangan yang terjadi. "Aksi demonstrasi adalah reaksi masyarakat akademis menyuarakan aspirasi mereka yang tidak digubris. Tetapi sekali lagi, saya juga tidak sependapat dengan aksi anarkis," tegasnya.

Semua pimpinan perguruan tinggi di negeri ini, katanya, tidak ada satu pun yang menghendaki mahasiswanya melakukan aksi anarkis. Menurut Nasir, aksi-aksi yang dilakukan untuk menyuarakan kepentingan rakyat tidak harus dilarang. "Aksi untuk kepentingan masyarakat saya kira itu adalah pilihan yang wajar. Bukan berarti mahasiswa tidak cerdas (secara akademik, red), tetapi mereka mengemban fungsi sosial," tambahnya.

Untuk meminimalisai anarkisme, khususnya di Kampus UMI, pihak universitas melakukan pendekatan keagamaan. Sejak tahun 2000 lalu, UMI memilki program Pencerahan Qalbu, di mana mahasiswa dibina dengan pendekatan spiritual. "Sebelum kita isi intelektualnya, kita isi dulu hatinya. Kita sentuh hatinya, setelah itu baru otaknya," ujarnya.

Program ini, lanjut Nasir, secara signifikan memberikan kontribusi dalam hal mereduksi tawuran dan kekerasan mahasiswa di UMI. Menurutnya, mahasiswa UMI sudah memahami jati dirinya dan hormat kepada dosennya. "Hubungan dosen dan mahasisswa sudah sangat bagus. Mahasiswa memposisikan diri sebagai anak bagi dosennya," pungkasnya.(zuk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar