Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Minggu, 14 Maret 2010

Asal-muasal Tahun Baru Saka

Tahun Baru Saka merupakan tahun baru yang yang peringatannya berbeda dengan tahun baru-tahun baru yang lain. Tahun Baru Saka diperingati oleh Umat Hindu dalam bentuk ritual-ritual keagamaan. Tujuannya untuk pembersihan dan penyucian diri. Tidak ada acara hiburan apalagi hura-hura sebagaimana layaknya tahun baru konvensional lainnya.

Kata Saka merupakan nama salah satu suku yang ada di India. Awalnya, pada permulaan abad Masehi, negeri India tidak pernah akur dan selalu berperang. Terdapat berbagai suku yang saling memperebutkan kekuasaan. Suku-suku tersebut antara lain Suku Saka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan Malaya.

Perebutan kekuasaan antar suku menyebabkan terombang-ambingnya kehidupan rakyat India. Pada saat itu India mengalami krisis dan konflik sosial berkepanjangan. Tidak ada lagi keharmonisan di Negeri India saat itu.

Dari pertikaian yang panjang itu, pada akhirnya pada 21 Maret 79 Masehi, suku Saka menjadi pemenang dibawah pimpinan Raja Kaniskha I, yang akhirnya dinobatkan menjadi Raja. "Pada tahun itulah diperintahkan sebagai Tahun Baru Nasional di India," terang Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sulsel, I Nyoman Suartha.

Raja Kaniskha I dikenal sangat bijaksana dan begitu populer bagi rakyat India. Sejak tahun kemenangannya itu pulalah kehidupan bernegara, bermasyarakat dan beragama di India ditata ulang.

Peringatan pergantian tarikh saka diambil dari hari keberhasilan kepemimpinan Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda.

Sejak tahun 79 Masehi itulah ditetapkan adanya tarikh atau perhitungan tahun Saka. Tahun Saka juga memiliki 12 bulan. Bulan pertamanya disebut Caitramasa, bersamaan dengan bulan Maret tarikh Masehi dan Sasih Kesanga dalam tarikh Jawa dan Bali di Indonesia.

Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional. "Oleh karena itu kami angkat tema Jadikan Perayaan Nyepi sebagai Momentum Penyadaran Diri dan Perekat Persaudaraan Untuk Bersama Memajukan Bangsa," tambah Sekretaris Badan Penyiaran Hindu PHDI Sulsel, Gede Durahman. (zuk)

Nyepi, Menjadikan Manusia Hidup Selaras Dengan Semesta

Tahun ini, umat Hindu akan memperingati Nyepi dan Tahun Baru Saka 1932 yang bertepatan dengan 16 Maret 2010. Bebagai ritual sebelum Tanggal 16 Maret dilaksanakan.

Ritual pertama disebut Melasti yang dilaksanakan di Pantai Akkarena, Minggu, 14 Maret. Melasti adalah upacara ritual yang dilaksanakan di pinggir laut dengan cara melepas "perlengkapan" ke laut. Tujuannya, sebagai simbol pembersihan diri baik secara fisik maupun rohani, dengan membuang segala kotoran diri ke zamudra. Sengaja dilakukan di laut karena laut merupakan simbol kesucian. "Laut simbol peleburan segalanya. Di samping itu sebagai sumber kehidupan," terang Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sulsel, Kolonel (purn) I Nyoman Suartha, SIP.

Sebelum upacara Melasti ini, upacara awal yang dilakukan yaitu upacara Nuur Tirta dan Nedunang, yaitu ritual yang dilaksanakan di Puri Giri Natha.

Setelah itu, Senin, 15 Maret, dilanjutkan dengan upacara Tawur Kesanga, yaitu upacara korban suci berupa hewan, buah, dan bunga sebagai simbol pembersihan dan penyeimbangan alam semesta dari unsur-unsur negatif. Dengan begitu, diri yang kotor akn bersih sehingga dijauhkan dari bencana dan pengaruh buruk. Hasilnya, dengan jiwa yang suci, mereka berharap dapat menjalankan catur brata penyepian dengan baik. Upacara ini dilaksanakan di Pura Giri Natha, Jalan Perintis Kemerdekaan.

Selanjutnya, Selasa, 16 Maret, merupakan Hari Raya Nyepi. Pada hari tersebut, umat Hindu dilarang melakukan empat hal (catur brata penyepian) selama 24 jam. Larangan tersebut, yaitu Amati geni, dimaksudkan sebagai larangan menyalakan api sebagai simbol nafsu. Amati karya, yaitu larangan bekerja atau menyepikan panca indra. Amati Lelungan, yaitu tidak meninggalkan rumah selama sehari penuh. Dan terakhir,Amati Lelanguan, yaitu tidak menikmati hiburan apapun. Ini dimaksudkan agar meredakan hawa nafsu atau kesenangan yang menghantui. Tujuannya agar proses intropeksi diri berjalan lancar.

Puncak perayaan Hari Raya Nyepi dan Tahun baru Saka akan digelar pada Sabtu, 27 Maret mendatang. Kegiatan berupa "simakrama" atau silaturahmi sekaligus peresmian Gedung Serba Guna Pura Giri Natha oleh Gubernur Sulsel. (zuk)