Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Jumat, 30 April 2010

Petugas Sampah Kota Makassar

*Jadi Pemulung Untuk Tutupi Kebutuhan

Mereka memilih bertahan walau gaji pas-pasan. Mereka hanya mengharapkan tunjangan di hari tua nanti, yaitu dana pensiun.

RIDWAN MARZUKI
Jalan Kerung-kerung

Sosoknya tidak begitu tinggi. Ia baru saja memarkir kendaraannya ketika saya menghampirinya di bagian operasional dinas kebersihan Kota Makassar, Kamis, 29 April. Mulanya ia tak mau berkomentar. Alasannya takut mendapat sanksi dari atasannya. Tetapi setelah penulis yakinkan, akhirnya ia bersedia bercerita.

Namanya Kamaluddin. Dia salah seorang sopir pada dinas kebersihan Kota Makssar. Usianya sekitar 40-an tahun. Kini tugasnya sebagai pengemudi mobil truk sampah. Setiap hari itu kerjanya. Tak ada libur sama sekali. Maklum, sampah merupakan barang menjijikkan yang harus dibuang setiap hari. Jika tidak, maka sampah-sampah tersebut pasti akan sangat mengganggu.

Setiap hari, ia bersama beberapa orang rekannya menyisiri jalan-jalan di Kota Makassar. Tentu saja dengan dengan mengemudikan kendaraan truk sampahnya itu. Tujuannya sudah pasti: mengangkut sampah-sampah dari depan rumah-rumah warga metropolitan. Selanjutnya dibawa ke tempat pembuangan terakhir (TPA) di Antang.

Bau sampah yang begitu busuk sudah menjadi langganan keseharian Kamaluddin. Ia tak pernah jijik. Menurutnya, sampah itu adalah berkah baginya. Dari sanalah ia bisa hidup, walau serba pas-pasan. Ia mengaku mensyukuri pekerjaannya.

Kamaluddin kini memiliki empat orang anak. Yang sulung berusia 23 tahun. Anak keduanya berusia 19 tahun. Lalu yang ke tiga berusia 15 tahun. Terakhir, yang bungsu berusia 10 tahun, sedang duduk di bangku kelas lima sekolah dasar (SD).

Sayang, tiga anaknya putus sekolah. Malah yang sulung tidak sampai tamat SD. Saat ini dia menjadi pemulung karena keterbatasan pendidikan. Dua lainnya hanya tamat sekolah menengah pertama (SMP). Sudah tidak lanjut juga. "Tidak ada dana untuk meneyekolahkan mereka tinggi-tinggi," kata Kamaluddin menjelaskan alasan anaknya tidak lanjut sekolah.

Memang penghasilan Kamaluddin sangatlah pas-pasan. Gaji pokok yang diterimanya hanya Rp 500 ribu per bulan. Padahal, masa pengabdiannya di dinas kebersihan sudah sekitar 28 tahun. Gaji itulah yang dipakai untuk membiayai kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya sehari-hari.

Kamaluddin merupakan salah satu dari sekitar 80-an pegawai honorer pada dinas kebersihan Kota Makassar yang belum terangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Padahal sejak tahun 1984, ia mengabdi di intansi tersebut. Waktu itu usianya baru belasan tahun. Tetapi karena tuntutan hidup sehingga ia terpaksa bekerja walau usianya masih sangat sangat muda kala itu.

Maklum, sejak kecil orang tua Kamaluddin telah tiada. Dengan keadaan begitu, mau tidak mau ia harus bekerja agar bisa terus melanjutkan hidup. Padahal saat itu ia hanya tamat SD. Praktis tak banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan, utamanya yang membutuhkan ijazah yang lebih tinggi. "Karena orang tua tidak ada saat itu, jadi masuk menjadi pekerja sampah," kenangnya.

Tetapi Kamaluddin setidaknya bisa berterima kasih. Ketiga anaknya yang putus sekolah kini sedang mengikuti sekolah nonformal. Lembaga pendidikan tersebut dikelola oleh relawan-relawan dari kalangan mahasiswa. Sekolah ini terdapat di TPA Antang. Namanya Sekolah pemulung. Dominan yang menjadi pesertanya meruapakan anak-anak pemulung dan tukang sampah. Termasuk anak Kamaluddin bersekolah gratis di tempat itu secara gratis.

Saat pendataan tenaga honorer, Kamaluddin mengaku sudah melengkapi semua berkas persyaratannya. Ekspektasinya pun kian melambung saat itu bahwa tak lama lagi ia akan menjadi CPNS. Sayang, sejak pendataan tahun 2005 silam, Kamaluddin tak kunjung mendapatkan SK CPNS.

Tak jauh beda dengan Kamaluddin, Dado pun memiliki nasib yang sama. Sudah 20-an tahun ia bekerja pada dinas kebersihan. Tetapi hingga kini belum juga terangkat menjadi CPNS. Padahal ia memiliki SK honorer dari walikota sejak tahun 1997. Dado masuk di dinas kebersihan sejak tahun 1990.

Kedua orang petugas sampah ini mengakui jika gaji mereka pas-pasan. Untuk menutup kebutuhan yang lain, maka mereka menjadi pemulung. Pemulung di sini bukan yang berkeliling dengan becak keluar masuk lorong. Caranya, mereka menjadi pemungut sekaligus pemulung sampah. Sampah-sampah plastik yang dibuang oleh warga kota di tempat sampah, itu mereka pisahkan dengan sampah basah. Selanjutnya setelah terkumpul, sampah-sampah plastik tersebut mereka jual ke pedagang loakan. Hasilnya lalu mereka bagi sesuai dengan jumlah petugas sampah yang ikut dalam satu truk sampah.

Bukan cuma itu, warga juga kadang-kadang empati dengan mereka. Tak jarang ada warga yang memberi mereka tip saat mengambil sampah di depan rumahnya. "Kalau penghasilan mau dihitung, itu tidak cukup, Pak. Tetapi kadang ada masyarakat yang memberi yang diambil sampahnya memberi kita Rp 5.000 sampai Rp 10 ribu. mereka kadang kasihan melihat kita," tutur Dado. Namun begitu, berapapun penghasilannya, ia mengaku mensyukurinya.

Para petugas sampah ini memang sempat melakukakn aksi mogok selama tiga hari. Terhitung sejak Senin sampai Rabu (26-28 April), mereka mogok kerja tidak mengangkut sampah. Walhasil sampah di Kota Makassar ini menjadi menumpuk di mana-mana. Bahkan menyebabkan bau yang cukup menyengat.

Sebetulnya para petugas sampah ini tak bermaksud untuk mogok. Mereka juga tak berniat untuk tidak melayani warga. Hanya saja, aksi mogok tersebut mereka lakukan lantaran tak mendapat perhatian dari pemerintah, utamanya pemerintah kota.

Salah seorang staf di seksi operasional dinas pertamanan dan kebersihan Kota Makassar, M Syahrul S, membenarkan aksi mogok petugas sampah tersebut. Menurutnya, para petugas sampah ini mogok karena menuntut diangkat menjadi CPNS.

Persoalan ini, terang dia, sebetulnya karena badan kepegawaian nasional (BKN) yang belum memberi nomor induk pegawai (NIP) para honorer dinas kebersihan ini. Sementara badan kepegawaian daerah (BKD) tidak bisa mengeluarkan SK CPNS jika NIP tersebut belum ada. "Jadi ini bukan kesalahan BKD kota, tetapi kesalahan BKN pusat," tegas Syahrul.

BKN, kata Syahrul, menganggap para petugas kebersihan ini sebagai pegawai perusahaan. Padahal, para pegawai honorer yang bekerja pada perusahaan daerah (perusda) kebersihan saat itu merupakan pegawai honorer yang diperbantukan. Memang sesuai PP 48 Tahun 2004, pegawai pada perusahaan daerah yang gajinya bukan berasal dari APBD atau APBN tidak bisa menjadi CPNS.

Tetapi menurut Syahrul, itu tidak bisa berlaku pada pegawai di perusda kebersihan Kota Makassar. Alasannya, karena gaji para honorer tersebut bersumber dari APBD dan mereka memiliki SK sebagi tenaga honorer. Mestinya para tenag honorer ini diangkat bertahap menjadi CPNS sejak 2005 lalu. Apalagi, dari 112 tenaga honorer di perusda kebersihan, 18 orang di antaranya sudah terangkat menjadi CPNS dan PNS.

Kini, para petugas sampah tersebut hanya bisa berharap. Mereka juga sudah kembali melaksanakan tugasnya setelah sempat melakukan mogok selama tiga hari. Terhitung sejak Kamis, 29 April kemarin, mereka kembali melaksanakan rutinitasnya. Sampai kapan mereka menunggu SK CPNS-nya keluar. (*)
Diskusi AJI Tentang Kesejahteraan Pekerja Pers
*Jurnalis, antara Industri dan Profesi

Diskusi tentang kesejahteraan pekerja pers dianggap tak pernah selesai. Kesannya pun lebih berkonotasi negatif. Karena seolah-olah hanya mengeluh, ingin dikasihani.

RIDWAN MARZUKI
Jalan Sultan Alauddin

Entah sudah berapa banyak diskusi yang membahas kejahteraan pekerja pers. Temanya pun dinilai terjebak pada lingkaran relasi antara pemilik media dan pekerja media atau wartawan. Padahal, mestinya diskusi tentang kesejahteraan pekerja pers saatnya dibahas lebih maju.

Bukan saatnya lagi wartawan mengeluh pada nominal upah yang diperolehnya. Terobosan baru menjadi penting untuk ditemukan sebagai solusi mengatasi kesenjangan ekonomi pekerja pers. Di antaranya, pekerja pers bisa menjadi enterpreneur. Tepatnya disebut wartawan enterpreneur.

Masalah tentang kesejahteraan pekerja pers ini dibahas dalam diskusi yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar, di Cafe STIE Nobel, Kamis, 29 April. Diskusi ini mengangkat tema, Kesejahteraan Pekerja Pers di Tengah Perkembangan Industri Media.

Hadir sebagai pembicara antara lain, Syarif Amir dari Tribun Timur, Yusuf AR dari Harian Fajar, Ansar Manrulu dari Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) Sulsel, serta Mulyadi Mau dari akademisi dan praktisi media.

Dalam pemaparannya, Syarif Amir menilai jika perkembangan media pascaorde baru cukup signifikan. Hal itu lalu melahirkan konglomerasi media. Dulu, kata dia, sebuah media hanya identik surat kabar. Tetapi sekarang sudah meluas. Satu media kadang memiliki televisi sekaligus radio.

Terkait dengan pengupahan, lanjut Syarif, hal itu sangat tergntung dengan kemampuan dari media tersebut. Semakin mapan sebuah media, maka semakin mampu mengupah lebih tinggi. "Untuk media-media yang sudah mapan karena laba yang cukup signifikan, biasanya reward kesejahteraan wartawannya berbanding lurus," kata Syarif.

Lain lagi dengan Muhammad Yusuf AR. Menurutnya, tema yang diangkat oleh AJI seolah-olah gugatan kepada pemilik media. Jika ingin kaya, kata dia, jangan menjadi wartawan. Tetapi jadilah pengusaha. Yang lebih baik, lanjutnya, seorang wartawan juga berprofesi sebagai pengusaha. "kalau mau kaya jadilah wartawan pengusaha tanpa meninggalkan profesi sebagai wartawan," ungkap Yusuf.

Hanya saja jika menjadi enterpreneur, maka hal tersebut akan mengantar jurnalis berada pada wilayah abu-abu. Tetapi menurutnya, menjadi wartawan enterpreneur itu memungkinkan. "Sangat bisa. Itu sangat memungkinkan. Tetapi lebih baik lagi kalau kita bercita-cita menjadi pengusaha media," imbuh dia.
Soal upah, Yusuf menganggap jika nominal yang jadi ukuran, maka itu tak pernah cukup. Ia mencontohkan, jika dulu gaji satu juta malah sudah bisa ber-HP. Artinya, gaji Rp sejuta pun ternyata mencukupi. Tetapi setelah gaji naik melebihi satu juta, kita merasa belum juga cukup. Makanya yang terpenting adalah wartawan tercukupi kebutuhan dasarnya. Makanya, yang patut diperjuangkan adalah pemerataan kesejahteraan antarpekerja pers.

Persamaan persepsi antara wartawan dengan pemilik media juga penting. Itu untuk menjembatani kepentingan kedua belah pihak. Wartawan juga jangan cuma menuntut kesehteraan sementara melupakan kapabilitasnya. Wartawan dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya.

Yusuf mengklasifikasikan wartawan dalam dua kutub. Satu sisi wartawan berada dalam industri media, di sisi lain memiliki peran profesional. Sebagai karyawan dalam perusahaan, posisi wartawan sama dengan buruh. Tetapi dalam peran wartawan sebagai profesi, maka wartawan dituntut untuk memiliki kompetensi. Wartawan dituntut untuk lebih profesional.

Sementara itu, Ansar Manralulu dalam pemaparannya menilai jika buruh dengan pekerja pers memiliki kesamaan. Walaupun ada spesifikasi yang dimiliki oleh pekerja pers atau jurnalis. "Walaupun ada spesifikasi bagi jurnalis, tetapi pada umumnya sama dengan buruh," tegas dia.

Persamaan tersebut, lanjut Ansar, misalnya pada adanya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), tingkat kesejahteraan, serta perlindungan kerja. Hal tesebut dalam kaitannya media sebagai industri. Menurutnya, sekitar 70 persen wartawan, gajinya masih di bawah upah minimum provinsi (UMP). "Makanya dari pemerintah harus ada standar upah untuk pekerja media," ungkapnya.

Selain itu kesejahteraan pekerja pers juga harus diperhatikan oleh perusahaan media. Bentuknya bisa berupa kepemilikan saham bersama atau pembagian hasil atau laba dari perusahaan. Di sinilah signifikansi adanya serikat kerja. "Serikat pekerja bukan cuma berkaitan dengan kesejahteraan, tetapi juga berhubungan dengan penguatan kapasitas (buru, red)," tambahnya.

Ansar juga menekankan perlu adanya keterwakilan pekerja pers dalam dewan pengupahan. Ini bertujuan untuk memperjuangkan standar upah sektoral untuk pekerja media.
Pembiacara selanjutnya, Mulyadi Mau, menjelaskan jika peran media atau pers itu mengalami perluasan arti dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Sebelumnya pers memiliki fungsi pendidikan, sosial, dan kontrol. Tetapi dalam undang-undang tersebut peran pers bertambah, yaitu fungsi industri.

Oleh karena itu, wartawan memiliki dua peran sekaligus. Yakni, wartawan sebagai pekerja industri dan sebagai pekerja sosial atau profesi. Sebagai pekerja industri, maka acuanya adalah UU perburuhan. Sedangkan fungsi sosial, maka acuannya adalah profesionalisme. Mulyadi menyebut fungsi jurnalis dengan economic profit dan social profit. "Jadi posisi jurnalis tidak betul-betul sama dengan buruh," kata dia.

Jurnalis sebagai pekerja profesional, diikat oleh UU Pers dan etika jurnalistik. Gaji jurnalis berhubungan dengan industri. Sedangkan tunjangan jurnalis berhubungan dengan profesi. "Ketika ia (jurnalis, red) memenuhi syarat-syarat profesional, maka ia berhak mendapatkan tunjangan fungsional," imbuh Mulyadi. Makanya, profesionalitas juga mesti ditakar untuk menuntut gaji yang tinggi.

Jurnalis, lanjut Mulyadi, juga dituntut untuk meningkatkan pendidikan dan pengetahuannya. Ini untuk meningkatkan keprofesionalannya. Menurut dia, profesional itu orientasinya kemanusiaan. Wartawan tidak dituntut karena kerja-kerja industri. Tetapi dibayar mahal karena fungsi kemanusiaannya.
Mulyadi juga mengemukakan jika menekankan pentingnya upah kepada pekerja pers. Sebaiknya, kata dia, 30 persen dari ongkos produksi media diberikan kepada pekerja pers. Lalu, setiap tahun idealnya, gaji juga naik karena faktor inflasi.

Seorang peserta diskusi, Mukhtar, juga ikut memberi saran. Menurutnya, kesejahteraan itu merupakan persoalan belakangan. Yang paling penting, lanjut dia, adalah terjaminnya kepastian kerja terlebih dulu. Itu karena tingginya gaji belum menjadi jaminan bekerja. Pekerja pers bisa saja di-PHK secara tiba-tiba. "Makanya harus ada serikat kerja dalam perusahaan media," kata dia.

Serikat kerja, lanjut dia, merupakan wadah untuk melakukan diskusi dengan pemilik perusahaan. Tujuannya agar pekerja pers juga memilik bargaining position dalam perusahaan tersebut. (zuk)

Tender Elektronik Masih Berisiko

MAKASSAR--Tender lewat elektronik dianggap masih

memiliki kelemahan. Selain gangguan jaringan,

manipulasi berkas juga kerap terjadi. Cukup banyak

vendor yang sering melakuikan pemalsuan berkas.
Hal tersebut terungkap dalam diskusi mengenai

tender elektronik yang digelar oleh Ujungpandang

Express, Kamis, 29 April. Diskusi meja bundar ini digelar

di Studio Mini Ujungpandang Ekspres.
Hadir sebagai pembicara antara lain, Ketua

Lembaga Pengadaan Sistem Elektronik (LPSE)

Universitas Negeri Makassar (UNM), M Kahar A

Palinrungi, koordinator LPSE Kota Makassar, Ahmad

Kafrani, Ketua Lembaga Pengadaan Jasa Kontruksi

Daerah Sulsel, Ir Panguriseng, dan ketua Asosiasi Aspal

Beton Indonesia (AABI), Ir Untung siradju.
Menurut Untung, kelemahan dari sistem tender

elektronik tersebut karena kadang-kadang tidak bisa

terhubung. Alamat situs tender kadang kala tidak bisa

diakses. "Sistem ini ada kemungkinan tidak bisa

terhubung," kata dia.
Hal itu menurutnya, pernah dialaminya. Bahkan
LPSE Pemprov pun pernah mengalami hal yang sama.

Selama dua hari situs situs LPSE Pemprov mengalami

gangguan.
Untung menilai tender via elektronik ini bagus

karena membuka peluang persaingan yang sehat. Selain

itu, tender elektronik juga membuar vendor lebih efisien

dan efektif dalam mengikuti tender. (zuk)
Dari Lokakarya ICMC Tentang Perdagangan Orang
*Polisi, Jaksa, dan Hakim Kurang Memahami UU No. 21/2007

MAKASSAR--Tindak kejahatan perdagangan orang (human trafficking) terus saja terjadi. Korbannya dominan perempuan dan anak-anak. Mereka diperdagangkan layaknya binatang dan barang dagangan lainnya. Padahal undang-undang terkait sudah banyak yang mengatur. Salah satu diantaranya adalah UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Kejahatan perdagangan orang ini bisa juga disebut sebagai perbudakan zaman modern atau the form of modern day slavery. Masalah ini tidak hanya menjadi perhatian di Indonesia tetapi mendapat perhatian serius dibeberapa negara, termasuk badan perserikatan bangsa-bangsa (PBB).
 
Tetapi sayang, dalam penegakan hukumnya di Indonesia, seringkali aparat penegak hukum kurang memahami UU Nomor 21 Tahun 2007 tersebut. Mulai dari polisi, jaksa, hingga hakim. Tak jarang terjadi salah penafsiran antara ketiga institusi tersebut. Sehingga, mengakibatkan kasus-kasus yang berkaitan dengan human trafficking, tidak tertangani dengan baik. Malah beberapa kasus, tersangkanya bebas padahal barang bukti dan saksi mencukupi.

Masalah perdagangan orang dan substansi UU Nomor 21 Tahun 2007 ini dibahas dalam lokakarya yang digelar oleh International Catholic Migration Commission (ICMC) Indonesia. Lokakarya ini digelar di Hotel Sahid Jaya, 28-29 April.

Hadir menjadi pembicara pada lokakarya tersebut antara lain dari program manager ICMC Jakarta, Sally Kailola. Lalu ada juga kepala unit pelayanan perempuan dan anak (PPA) Polda Sulsel, Kompol Hj Jamilah. Selanjutnya, key note speech disampaikan oleh aspidum Kajati Sulsel, Djoko Widodo SH, dan pelaksana tugas wadir reskrim Polda Sulsel yang juga kabag analisis, AKBP Drs Miyanto SH.

Menurut Djoko Widodo, praktik perdagangan orang dilakukan dengan berbagai cara. Korban biasanya diperdagangkan dengan cara dipaksa, disekap, dijerat dengan utang, ditipu, dibujuk rayu, atau diming-imingi. Hal seperti ini bukan saja terjadi dalam negeri, tetapi korban kadang kala dikirim ke luar negeri.

Para anak dan perempuan ini lalu dieksploitasi dan dilacurkan. Termasuk dieksplotasi seksual phedofilia bagi anak-anak. Mereka juga digunakan dalam bisnis prostitusi baik di jalan, bar, rumah bordil, tempat pijat, dan sauna. Ada juga yang dipekerjakan sebagai buruh migran di perkebunan dan pabrik, restoran, atau pekerja rumah tangga. Mereka juga kerap dipakai dalam industri pornografi dan pengedaran obat terlarang.
Kebanyakan yang menjadi korban adalah perempuan dan anak yang berasal dari desa. "Mereka dijanjikan pekerjaan, lalu dibawa ke luar negeri. Modusnya, mereka mencari korban di desa. Kejahatan ini lintas negara atau trans-national crime," ungkap Djoko.

Sebetulnya, lanjut Djoko, sudah banyak undang-undang yang berkaitan dengan perlindungan perempuan. Di KUHP, ada pasal 297 tentang larangan memperdagangkan perempuan dan laki-laki yang belum dewasa. Lalu pasal 324 tentang larangan memperniagakan budak belian. Selain itu, ada UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 21 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Sealnjutnya UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan KDRT dan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.

Tetapi undang-undang tersebut dianggap belum paripurna. KUHP dan peraturan perndang-undangan lainnya tidak merumuskan pengertian trafficking manusia secara tegas dan lengkap serta sanksi yang ringan. Oleh karena itu UU Nomor 21 Tahun 2007 diaggap lebih memadai.

Selain itu, ancaman pidanya lebih berat karena ancaman penjara dan denda bisa diterapkan sekaligus. Undang-undang itu juga menetapkan batas minimum khusus dari sanksi pidana yang dijatuhkan dalam putusan hakim. Yaitu, minimal penjara tiga tahun dan denda Rp 120 juta.

Walaupun dalam proses perekrutan korban setuju, tetapi itu tidak menghilangkan tuntutan pidana kepada pelaku perdagangan orang. Alat buktinya juga bisa berupa informasi yang diucapkan, dilihat, didengar, dibaca seperti data dan rekaman. Bisa juga berupa foto, huruf, tanda, dan angka atau simbol yang memiliki makna. Keterangan satu saksi juga sudah bisa membuktikan terdakwa.

Sementara itu, Miyanto dalam sambutannya menjelaskan, UU Nomor 21 Tahun 2007 ini memberi keleluasaan kepada penyidik. Di antaranya kewenangan untuk melakukan penyadapan. Ia mengapresiasi lokakarya ini. "Jadi kita berharap lokakarya ini bisa meningkatkan kapasitas penyidik," kata dia.
Di Sulsel sendiri, lanjut Miyanto, korban trafficking manusia sepanjang 2007 hingga 2010, mencapai 73 orang. Beberapa di antaranya merupakan anak-anak dibawa umur. Sementara jumlah tersangkanya mencapai 28 orang.

Jamilah dalam pemaparan materinya menjelaskan beberapa penyebab terjadinya trafficking manusia. Kemiskinan dianggap sebagai faktor utama seseorang diperdagangkan. Lalu, faktor budaya juga mempengaruhi, seperti kawin muda, mencari pekerjaan, dan life-style. Pendidikan yang rendah juga dinilai sebagai salah satu penyebab.

Menurut Jamilah, perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) swasta paling berkontribusi dalam perdagangan manusia tersebut. Utamanya PJTKI yang ilegal. Sehingga, lanjut dia, perusahaan penyalur tenaga kerja harus diawasi ketat.

Beberapa bentuk eksploitasi, utamanya kepada perempuan dan anak yang sering terjadi di antaranya dijadikan pekerja seksual. Dipekerjakan melebihi batas waktu dan gaji tidak dibayar. Kadang juga dijadikan penari erotis.

Salah seorang peserta lokakarya dari LBH Apik, Sri Wahyuningsih, menyoroti proses hukum bagi pelaku perdagangan orang. Menurutnya, sejak awal penyidikan perkara, restitusi atau ganti rugi sudah harus ditekankan. Karena kadang-kadang hakim tidak memperhatikan hal itu dalam persidangan.(*)

Rabu, 28 April 2010

Unjuk Rasa Protes Pelayanan Cardiac Centre

****/FAJAR
JANTUNG. Aksi pengunjuk rasa di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Selasa, 27 April.




MAKASSAR -- Puluhan orang berunjuk rasa di Rumah Sakit (RS) Wahidin Sudirohusodo (WS), Selasa, 27 April. Pengunjuk rasa mengecam pelayanan di rumah sakit milik pemerintah itu lantaran dianggap sewenang-wenang dan memberatkan pasien, khususnya di Cardiac Centre.

    Pengunjuk rasa mengungkap, pelayanan di Cardiac Centre tidak memihak kepada hak-hak pasien. Di antaranya pasien tidak diberi kewenangan untuk memilih dan menentukan dokter spesialis jantung.

    "Pasien minta dokter yang menanganinya diganti sesuai dengan keinginannya, tetapi dokter marah-marah," kata juru bicara pengunjuk rasa bernama Samsul Bahri.

    Selain itu, pengunjuk rasa juga mengecam manajemen Cardiac Centre yang dinilai membuat aturan aneh. Seperti melarang dokter nondosen masuk menangani pasien di ICCU. Lalu, dokter jantung nondosen tidak diperbolehkan memasukkan pasien di ICCU.

    Pengunjuk rasa diterima Direktur Medik dan Pelayanan RS WS, Prof dr Abd Kadir PhD. Menurut Kadir, persoalan ini sedang dibahas Komite Medik RS WS. Keluhan pasien segera ditindaklanjuti. (zuk)

Kampus Salahkan Televisi

AKSI demo yang sering terjadi selama ini dinilai sebagai biang investor malas berinvestasi di Sulsel. Pasalnya, demo yang selalu menutup jalan membuat investor takut dan tidak terjamin keamanannya.

Akibatnya, tentu saja menghambat investasi. Apalagi, kalau demonya sudah menjurus ke tindakan anarkis.
Meski demikian, Pembantu Rektor IV Universitas Hasanuddin, Dr Dwia Aries Tina NK tidak begitu sepakat jika hanya mahasiswa yang disalahkan. Ia menganggap demo mahasiswa hanya salah satu dari sekian banyak penyebab enggannya investor berinvestasi di Sulsel.

Menurutnya, Sulsel tidak seburuk dengan apa yang diasumsikan orang-orang dari luar Sulsel. Dwia menuding, media yang terlalu membesar-besarkan aksi demonstrasi di Sulsel. Dari blow up tersebut, akhirnya terbentuk pencitraan buruk terhadap Sulsel. Ujung-ujungnya muncul stereotipe tentang daerah ini.

    "Media terlalu membesar-besarkan demo kekerasan. Lalu tercipta stereotipe, padahal demonya dalam skala kecil," bela Dwia.

    Investor, lanjut dia, memang akan mempertimbangkan berbagai aspek ketika akan berinvestasi. Selain faktor ekonomi seperti sumber daya, infrastruktur, dan lainnya, investor juga akan mempertimbangkan faktor nonekonomi. "Faktor nonekonomi itu, faktor yang yang tak terlihat. Misalnya, masyarakat yang selalu dalam kondisi kekerasan, maka mereka (investor, red) akan mencari tempat lain yang aman," ungkap Dwia.

    Terkait dengan tidak black list terhadap alumni, ia mengaggap semestinya hal itu tidak terjadi. Menurutnya, sarjana Sulsel juga memiliki nilai akademik dan skill yang memadai. Oleh karena itu, kultur kekerasan sudah harus dihilangkan mulai sekarang.

"Jadi harus dibangun kesadaran bagi kelompok muda untuk tidak lagi melakukan aksi anarkis," imbuh dia.
    Sementara itu, Pembantu Rektor III Universitas Muslim Indonesia (UMI), Ir Mas'ud Sar MSC, menganggap keluhan investor itu sebagai suatu persoalan yang mesti dicarikan solusi secara bersama. Menurutnya, apa yang dikeluhkan tersebut merupakan bahan introspeksi bagi seluruh perguruan tinggi di Sulsel.

    Mas'ud membenarkan bahwa demonstrasi menjadikan investor berpikir berinvestasi di Sulsel. Hal karena investor tidak merasa nyaman dengan adanya demonstrasi.
"Ketidaknyamanan itu terkait dengan adanya aksi demonstrasi yang anarkis," kata dia.

    Investor, lanjut Mas'ud,  merasa tidak tenang jika ada demo. Mereka menjadi terhambat melakukan aktivitas karena adanya aksi-aksi tutup jalan. Akhirnya itu akan berpengaruh pada stabilitas kegiatan usaha para investor. Hasilnya tentu saja sangat berkaitan dengan keuntungan dalam berinvestasi.

    Mas'ud juga mengaku heran dengan gerakan mahasiswa. Utamanya aksi demonstrasi yang selalu menutup jalan. "Saya tidak tahu, kenapa mereka selalu tutup jalan. Padahal kami sudah menyampaikan kepada mahasiswa kalau demo, jangan bebani masyarakat. Jangan tutup jalan," terang dia.

    UMI sendiri, lanjutnya, bukannya tanpa upaya untuk menertibkan perilaku demo yang menutup jalan. Malah, sudah ada panggung orasi dalam kampus, tapi itu tidak dipakai mahasiswa. Mereka lebih memilih menyuarakan aspirasinya di jalan. Mereka juga terkesan tidak mau dilarang.

    Terkait sarjana asal Sulsel yang kurang diterima di pasar kerja, Mas'ud mengakui hal tersebut bisa dimaklumi. Itu karena, perusahaan ragu dengan sarjana alumni Sulsel. "Perusahaan takut, mereka (sarjana alumni Sulsel, red) menjadi bibit perpecahan dalam organisasinya. Itu karena mereka sudah melihat mereka tidak bisa dilarang," imbuh dia.

    Senada dengan Dwia, Mas'ud juga mengeritik media yang terlalu membesar-besarkan demo di Sulsel. Ia beranggapan, media yang paling berkontibusi membuat citra tentang Sulsel. "Utamanya media elektronik," kata Mas'ud. (*)

Melihat Sekolah SEICY di Kampung Lette

*****/FAJAR
RUANG MASJID. Aktivitas belajar-mengajar Sekolah SEICY yang memanfaatkan ruang Masjid Nurul Ilham, Kampung Lette, Minggu, 25 April.



*Oasis Sebuah Pendidikan Gratis

I'M a muslim child
I read Alquran everyday
I pray five times a day
Yes I can do it, I can do it...

RIDWAN MARZUKI
Mariso

PENGGALAN lagu tadi adalah pembuka aktivitas pembelajaran di pagi itu, Minggu, 25 April. Raut wajah puluhan anak-anak di Masjid Nurul Ilham begitu riang. Anak-anak itu adalah peserta belajar pada Skill and Education Improvement for Children and Youth (SEICY).

    Selain bernyanyi, kegiatan lain sebagai pembuka proses belajar adalah membaca doa belajar. Setelah itu, pembelajaran dimulai. Para relawan SEICY memulai aktivitas proses belajar.
SEICY dalam Bahasa Indonesia berarti peningkatan keahlian dan pendidian anak dan remaja.

    SEICY Foundation adalah yayasan yang mengonsentrasikan diri untuk memberi bimbingan dan pendidikan bagi anak-anak Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso. Peserta belajarnya meliputi anak-anak sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas. Tentu saja mereka diberi pelajaran berbeda.

    Ketua Yayasan SEICY bernama Yashinta Kumala Dewi Sutopo. Panggilannya Yashinta yang juga berprofesi sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di metropolitan ini. Ia bersama beberapa orang temannya menjadi pengelola dalam yayasan nonprofit ini. Ada sekitar 20-an orang yang menjadi manajemen Yayasan SEICY. 

    Mereka menamakan diri managemen SEICY 2010. Memang setiap tahun yayasan ini melakukan restrukturisasi managemen. Orang-orang yang terlibat di dalamnya merupakan relawan-relawan yang tidak dibayar. Niat mereka hanya membantu anak-anak penghuni Kampung Lette.

    Para relawan tersebut berasal dari berbagi kalangan dan profesi. Ada karyawan, dosen, ibu rumah tangga, dan ustaz atau ustazah. Sebut saja beberapa namanya antara lain Ridho, Afdaliana, Sellyana, Sriany, Yashinta, dan beberapa nama lainnya.

    Proses belajar-mengajar memanfaatkan ruangan Masjid Nurul Ilham.  Masjid tersebut berada di kompleks rumah susun sewa Kampung Lette. Setiap hari Minggu kegiatan pembelajaran dilaksanakan  di tempat ini.
Pesertanya anak-anak kelurga kurang mampu. Memang sebagian besar penduduk Kampung Lette.

    Di kampong ini, banyak warga berprofesi tukang becak, tukang batu, nelayan, dan pemulung. Bahkan sebagian dari peserta belajar SEICY merupakan pemulung. Ada juga yang berprofesi sebagai pencari kerang. Makanya anak-anak yang belajar di tempat ini tidak dipungut biaya. Inilah oasis sebuah pendidikan gratis.

    Setiap Minggu, kegiatan pembelajaran digelar. Pelaksanaan dimulai pukul 09.00-12.00. Terdiri atas dua sesi program, yaitu program Embo (English, Motivational series, Brain gym, and Origami) dan kursus komputer. Program embo untuk anak-anak usia SD, sedangkan kursus komputer untuk anak-anak usia SMP dan SMA.

    Untuk pelajaran Bahasa Inggris, kata Yashinta, materi pembelajarannya seputar percakapan dasar dan tensis. Ada juga lagu-lagu dalam Bahasa Inggris. Lalu untuk motivational series, muatan pembelajarannya berkaitan dengan pelatihan penyeimbangan otak kiri dan otak kanan. "Tujuannya untuk menggali potensi anak," kata Sriany Ersinah, penanggung jawab program ini.

    Selanjutnya program brain gym merupakan pembelajaran untuk melatih kemampuan otak anak yang berkaitan denga rasionalitas. Tujuannya untuk melatih kefokusan anak. Biasanya, lanjut Sriany, di tempat ini menggunakan instrumen musik sebagai medium pembelajaran. Selain itu, anak-anak juga diajarkan origami. Pelajaran ini berkaitan dengan keterampilan tangan dalam melipat kertas untuk dijadikan hiasan dan permainan.

    Yashinta mengaku sengaja menggunakan Bahasa Inggris untuk menamai yayasan dan beberapa program yang dibuat di dalamnya. Itu bertujuan supaya bisa dikenal lebih luas secara internasional. "Kita ingin meraih simpati global," kata dia.

    Ada beberapa motivasi yang mendasari para relawan ini. Menurut mereka, anak-anak di Kampung Lette ini harus mendapatkan pendidikan. Anak-anak ini merupakan generasi penerus yang harus diarahkan.

    Kehadiran para relawan di tempat ini semata-mata untuk misi pengabdian. Orientasi mereka adalah pengabdian kepada Sang Pencipta. "Semata karena Allah," papar Yashinta.

    Di samping itu, lanjut Yashinta, kehadiran mereka karena merasa prihatin dengan kondisi anak-anak Kampung Lette. Hal ini juga merupakan sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap kondisi anak-anak Kampung Lette. Banyak anak-anak usia SD hingga SMA di tempat ini belum mendapat pendidikan layak. Mereka tidak mampu dan terisolasi dari pendidikan yang layak.

    Selain itu, mereka rela mencurahkan waktu, tenaga, pikiran, dan materinya demi masa depan anak-anak tersebut. Yashinta dan kawan-kawan tidak mau menutup mata atas kondisi anak-anak di tempat ini. Mereka ingin berkontribusi menciptakan generasi saleh. (*)
   

Sabtu, 24 April 2010

Suap Sama Dengan Korupsi

MAKASSAR--Tindak pidana suap semakin meningkat di Indonesia. Indikasinya bisa dilihat dari banyaknya kasus terkait suap yang melibatkan pejabat. Beberapa diantaranya melibatkan oknum lembaga hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman.

    Berbagai penyebab menjadi pemicu terjadinya suap. Di antaranya sistem birokrasi yang panjang dan berbelit-belit. Lalu, sikap sebagian masyarakat yang selalu menggunakan jalan pintas. Selain itu sistem yang ada juga dianggap kurang baik. Di lain sisi suap juga seolah-olah sudah menjadi kultur bagi masyarakat.

    Persoalan tentang suap ini dibahas dalam diskusi dengan tema Fenomena Suap: Akar Masalah dan Solusinya yang di gelar di Aula Balai Latihan Kerja Industri (BLKI), Sabtu, 24 April. Hadir sebagai pembicara, Ketua Anti-Corruption Committee (ACC) Sulsel, Dr Abraham Samad, Kasat Tipikor Polda Sulsel, AKBP Setiadi SH MH, dan humas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Sulsel, Ir Hasanuddin Rasyid.

    Abraham menilai jika suap berlangsung secara terus-menerus karena sudah menjadi kebiasaan yang sejak dulu ada. Mestinya, lanjut Abraham, perilaku suap-menyuap ini semakin berkurang karena sudah ada UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana suap.

    Menurutnya, tindakan keras dan tegas seaharusnya dikenakan kepada pejabat dan aparat yang melakukan suap. "Kenapa UU sudah dibuat tetapi suap menyuap terus berlangsung. Itu karena tidak ada tindakan yang tegas bagi aparat yang melakukan suap," imbuh Abraham.

    Bagi aparat yang melakukan suap, kata dia, itu harus dilakukan pemecatan kepada yang bersangkutan. "Pemecatan dilakukan karena mereka (pelaku suap, red) sudah merusak sendi-sendi moral. Akibatnya masyarakat kehilangan kepercayaan kepada institusi penegak hukum dan aparatnya," tegas dia.

    Di samping itu, suap sangat identik dengan korupsi. Korupsi dan suap merupakan tindak pidana. Keduanya merupakan perbuatan dan tradisi yang buruk. "Suap sama juga dengan praktik korupsi," tambah Abraham. Faktor rendahnya kualitas keimanan, lanjut dia, turut andil dalam membentuk perilaku suap.

    Pembiacara lainnya, Setiadi, menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan kepolisian dalam menangani suap. Upaya-upaya tersebut di ataranya melakukan pencegahan, membangun kultur hukum masyarakat, dan terakhir penegakan hukum. Menurutnya, perkembangan teknologi informasi menjadikan praktik suap juga kian maju.

    "IT (information technology, red) berkembang diikuti oleh perkembangan kejahatan. Termasuk praktik suap-menyuap," kata Setiadi.

    Sementara itu, pembicara terakhir, Hasanuddin megungkapkan bahwa suap terjadi karena manusia yang cenderung serakah. Keserakahan yang tak terkendali akhirnya menjadi biang terjadinya suap. "Ada kerakusan yang luar biasa," tegas dia.

    Masyarakat, lanjut dia, kehilangan integritas sehingga hanya mengejar kepentingan duniawi. Oleh karena itu, paradigma ideologi kapitalisme sekuler harus diubah dengan membentuk masyarakat takwa. "Akar masalahnya adalah kita jauh dari dasar keyakinan kita, yaitu Islam," imbuhnya.

    Panitia pelaksana, Bahrul Ulum, menjelaskan bahwa diskusi ini merupakan kegiatan rutin HTI Sulsel yang digelar sekali sebulan. Kegiatan ini diberi nama halqah Islam dan peradaban, mewujudkan rahmat untuk semua. "Masalah-masalah faktual kita bahas dalam perspektif Islam," pungkas dia.(zuk)

Aksi Lobow Pukau Pengunjung Trans

MAKASSAR--Ratusan pengunjung Trans Studio terpukau oleh penampilan Lobow, Sabtu, 24 April. Walaupun tak cukup sejam, tetapi penampilan tersebut sudah cukup mampu menghibur pengunjung Trans Studio yang didominasi oleh muda-mudi.

    Lobow tampil membawakan empat buah lagu andalannya. Lagu pertama, Jadi Diri Sendiri. Lalu disusul lagu kedua, siapakah dirimu. Selanjutnya lagu ke tiga, membawakan Kau Cantik. Dan sebagai tembang pamungkas dan sekaligus penutup, Lobow menyanyikan Salah.

    Pengunjung terlihat larut dalam menyaksikan show case Lobow. Sebagian dari mereka ikut bernyanyi sambil melambaikan tangan. Penonton bukan cuma dari kalangan muda, tetapi anak-anak dan orang tua tampak membaur menyaksikan pertunjukan tersebut.

    Tak lupa, sebagian penonton juga tak ketinggalan untuk mengabadikan aksi Lobow. Menggunakan handphone mereka terlihat antusias merekam dan ada pula yang memotret.

    Lobow sendiri mengakui jika penampilannya di Trans Studio merupakan yang pertama kali. Ia ikut merasa bangga atas kemegahan tempat tersebut. "Ini yang pertama kalinya saya ke Trans. Luar biasa, tidak nyangka sebesar ini," katanya sesaat setelah tampil.

    Seusai menyanyi, Lobow menyempatkan diri berfoto dengan beberapa pengunjung. Setelah itu dia meninggalkan Trans Studio. Lobow memenuhi undangan dari  beberapa stasiun radio di Makassar.

    Lobow berada di Trans Studio selama dua hari. Sabtu, mempersembahkan lagu. Selanjutnya Minggu, Lobow akan melakukan meet and greet dengan pengunjung. Rencananya, dia juga akan mengajak keluarganya bermain di wahana Trans Studio.

    Hingga saat ini, Lobow yang juga asal Makassar telah mengeluarkan dua album.Rencananya, akhir 2010 nanti ia akan merilis album terbarunya. (zuk)

Siswi Tewas di Kamar

*Diduga Korban Pembunuhan

MAKASSAR--Warga kompleks  perumahan Yuka, Jalan Sinassara, digegerkan dengan penemuan mayat seorang remaja perempuan, Jumat malam, 23 April. Mayat tersebut diketahui bernama Nita Sari, 17 tahun.

    Saat ditemukan, kondisinya berlumuran darah di atas tempat tidurnya. Kuat dugaan Nita menjadi korban pembunuhan. Itu setelah ditemukan sebilah pisau tak jauh dari tempat kejadian perkara (TKP). Pisau tersebut dipenuhi darah.

    Barang bukti lainnya adalah ditemukannya beberapa jejak kaki yang berlumuran darah menuju ke bagian belakang rumah.

    Korban pertama kali ditemukan oleh orangtuanya sekitar jam 20.00. Saat ditemukan korban  memang sedang sendiri di rumah. Sejak pagi, kedua orangtuanya ke Takalar untuk menjenguk salah seorang anggota keluarganya yang sakit.

    Saat tiba di rumah itulah, Agus, ayah korban menemukan anaknya sudah terkapar di atas tempat tidur dengan kondisi bersimbah darah. Di lehernya terdapat luka yang menganga bekas pisau. Sontak, hal tersebut memancing warga untuk datang menyaksikan.

    "Bapaknya pulang setelah Magrib. Di situ baru diketahui jika Nita sudah mati," kata Sitti Ama Daeng Bajik, nenek korban.

    Nita merupakan ada sulung dari empat bersaudara. Ia tercatat sebagai siswi SMU Datuk ri Bandang kelas satu. Saat ditemukan, baju yang dikenakan tersingkap. Ia memakai baju kaos putih dan celana coklat. Kepalanya ditutupi dengan bantal guling.

    Polisi yang datang ke lokasi kejadian langsung memeriksa mayat korban. Setelah itu dibawa ke Rumah Sakit Bayangkara untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Kini kasus tersebut sedang ditangani oleh Polsekta Tallo. (zuk)

Kamis, 22 April 2010

UNM Wisuda Tuna Netra

MAKASSAR--Ada yang menarik pada wisuda hari ke dua UNM yang digelar di Auditorium Ammanagappa, Kamis, 22 April. Seorang mahasiswa penderita tuna netra turut diwisuda bersama seribuan mahasiswa lainnya.

    Dialah Agustinus yang berasal dari Flores. Nama lengkapnya Agustinus Nogo SPd. Ia merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan angkatan 2005. Ia mengambil jurusan pendidikan luar biasa.

    Perjalanannya sampai akhirnya diwisuda tidak dilaluinya dengan mudah. Berbagai kendala dia harus hadapi. Termasuk soal keterbatasan biaya hidup di Makassar. Juga hambatan dalam hal pembayaran uang perkuliahan.

    Oleh karena itu, sejak awal tiba di Makassar untuk kuliah, Agustinus juga harus bekerja. Kebetulan ia memiliki keahlian dalam hal memijat. Akhirnya jadilah ia menyandang gelar mahasiswa tukang pijat.
    Nasib baik menyapa Agustinus ketika ada seleksi calon penerima beasiswa BBM. Dia menjadi salah seorang yang dinyatakan lulus dan berhak menjadi penerima beasiswa.

    Rencananya, setelah mendapatkan ijazahnya, Agustinus akan kembali ke kampung halamannya untuk mengabdikan diri. ”Pemda berjanji akan memberi kesempatan kepada saya untuk mengabdikan diri di SMP atau SMU umum di Flores,” ungkapnya.

    Hari kedua wisuda ini dikhususkan buat Fakultas Ilmu Pendidikan (FIK). Sebanyak 1078 orang yang diwisuda. Hari pertama, UNM mewisuda alumninya dari delapan fakultas sebanyak 1098 orang. Total wisudawan UNM untuk gelombang ke dua tahun akademik 2009/2010 sebanyak 2176 orang.(zuk)

Tumor Nabila semakin Membesar

MAKASSAR -- Nasib malang dialami Ratu Nabila Azzahra Sappa. Anak ini berusia dua tahun. Di usia ini, Nabila sudah hidup menderita. Dia mengidap dua tumor sekaligus.

    Tumor tersebut tumbuh di bagian leher dan mata sebelah kanan. Setiap detik, Nabila menanggung sakit yang begitu perih. Lehernya terus membesar. Matanya seperti terdorong keluar.

    Bukan cuma di leher, tumor tersebut memutar ke bagian wajah dan menjalar ke matanya. Padahal, tumor tersebut baru sekitar dua bulan yang lalu menghinggapinya. Itu berarti proses perkembangan tumor itu cukup cepat.

    Sebetulnya orang tua Nabila bukan tanpa usaha. Hanya saja karena keterbatasan dana sehingga niat untuk mengoperasi anaknya masih belum kesampaian. Walau sebelumnya ia mendapat Jamkesda tetapi menurut mereka jaminan kesehatan itu tidak menanggung operasi.

    Nabila pernah dirawat di Rumah Sakit Haji. Kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Labuang Baji. Lalu dirujuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo. Tetapi di RS Wahidin, Nabila masih harus menunggu. "Kata pihak rumah sakit, belum ada ranjang yang kosong," kata Hasanuddin, ayah Nabila, Rabu, 21 April.

    Kondisi Nabila kian memprihatinkan. Selain tumor yang tumbuh kian membesar, ia juga terlihat kurus. Di samping itu, Nabila tampak lemas. Hal itu disebabkan karena ia tidak bisa makan. Dalam sehari, ia hanya makan satu atau dua sendok bubur. Malam hari tidurnya tidak nyenyak. Kebanyakan menangis karena rasa sakit yang dideritanya.
    "Karena rasa sakit, ia kebanyakan menangis," kata ibu Nabila, Baadiah.
    Kini Hasanuddin sedang berjuang untuk mendapatkan Jamkesmas buat Nabila. Hal itu dilakukannya karena ia tak memiliki uang untuk mendanai operasi anaknya tersebut. Tetapi walaupun Nabila mendapat Jamkesmas, itu belum cukup memadai. Karena meskipun telah dioperasi, biaya perawatan pascaoperasi yang lebih mahal.

    "Menurut dokter yang pernah menanganinya pengobatan pascaoperasi yang lebih mahal. Nilainya berkisar puluhan juta rupiah. Sementara saya sudah tidak bekerja, Pak," kata Hasanuddin.

    Memang Hasanuddin kini menjadi pengangguran. Sejak lima bulan lalu ia dikeluarkan dari perusahaan tempatnya bekerja. Di tempat kerjanya ia memang hanya berstatus sebagai tenaga kontrak.

    Rencananya Yayasan Kemanusiaan Fajar (YKF) akan membantu pembiayaan operasi Nabila. Ketua YKF, Munjin S Asy'ari, menegaskan hal tersebut. "Kita juga akan membuka dompet kemanusiaan di Harian Fajar untuk mengimbau para dermawan agar ikut meringankan beban Nabila dan keluarganya," ujar dia. (zuk)
   

Tommy dan Sultan Raih IPK Tertinggi













Dok. Fajar
*UNM Wisuda 1.098 Mahasiswa

    MAKASSAR -- Universitas Negeri Makassar (UNM) mewisuda 1.098 mahasiswa di Auditorium Ammanagappa, Rabu, 21 April. Mereka terdiri atas program doktor 24 orang, program magister 102 orang, dan program sarjana 930 orang. 42 wisudawan lainnya dari diploma.

    Mereka berasal dari sembilan fakultas dan program pascasarjana. Untuk program doktor, Dr Ir Tommy Sinar Surya Eisenring MSi dari program studi sosiologi, meraih IPK tertinggi, 4,00. Program magister, IPK 4,00 diraih Sultan SPd MPd dari program studi Pendidikan Bahasa/Bahasa Indonesia.

    Di jenjang sarjana, Jeranah dari FMIPA, terbaik dengan IPK 3,82. FT, IPK tertinggi 3,67 diraih Fausi dari program studi pendidikan teknik elektronika. FIK, IPK tertinggi 3,81 diraih Idhan dari program studi pendidikan jasmani kesehatan dan rekreasi. FBS, IPK tertinggi 3,93 diraih Himala Praptami Adys dari program studi pendidikan bahasa Inggris dengan masa studi 3 tahun 6 bulan, sekaligus merupakan lulusan terbaik program sarjana tingkat universitas.

    FIS, IPK tertinggi 3,76 diraih Sakman dari program studi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan. Fakultas Psikologi, IPK tertinggi  3,53 diraih Andini Pritania Putri dari program studi psikologi. FE, IPK tertinggi  3,78 diraih A Agriani Syamtar dari program studi manajemen.

    Selanjutnya Fakultas Seni dan Desain, IPK tertinggi 3,64 diraih Muhammad Benteng dari program studi pendidikan seni rupa. Program Diploma Tiga, IPK tertinggi 3,80 diraih Andi Bakhtiar dari program studi teknik otomotif.

        Wisuda digelar dua hari. Wisuda hari pertama terdiri atas delapan fakultas plus program pascarjana. Selanjutnya hari kedua, UNM akan mewisuda khusus Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) sebanyak 1.078 orang.  "Karena daya tampung (Auditorium Ammanaggappa, red), tidak memenuhi, wisuda dilaksanakan dua hari," terang Rektor UNM, Prof Dr H Arismunanndar MPd.(zuk)

Rabu, 21 April 2010

Tumor Nabila semakin Membesar

*NABILA BUTUH BANTUAN


MAKASSAR -- Nasib malang dialami Ratu Nabila Azzahra Sappa. Anak ini berusia dua tahun. Di usia ini, Nabila sudah hidup menderita. Dia mengidap dua tumor sekaligus.

    Tumor tersebut tumbuh di bagian leher dan mata sebelah kanan. Setiap detik, Nabila menanggung sakit yang begitu perih. Lehernya terus membesar. Matanya seperti terdorong keluar.

    Bukan cuma di leher, tumor tersebut memutar ke bagian wajah dan menjalar ke matanya. Padahal, tumor tersebut baru sekitar dua bulan yang lalu menghinggapinya. Itu berarti proses perkembangan tumor itu cukup cepat.

    Sebetulnya orang tua Nabila bukan tanpa usaha. Hanya saja karena keterbatasan dana sehingga niat untuk mengoperasi anaknya masih belum kesampaian. Walau sebelumnya ia mendapat Jamkesda tetapi menurut mereka jaminan kesehatan itu tidak menanggung operasi.

    Nabila pernah dirawat di Rumah Sakit Haji. Kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Labuang Baji. Lalu dirujuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo. Tetapi di RS Wahidin, Nabila masih harus menunggu. "Kata pihak rumah sakit, belum ada ranjang yang kosong," kata Hasanuddin, ayah Nabila, Rabu, 21 April.

    Kondisi Nabila kian memprihatinkan. Selain tumor yang tumbuh kian membesar, ia juga terlihat kurus. Di samping itu, Nabila tampak lemas. Hal itu disebabkan karena ia tidak bisa makan. Dalam sehari, ia hanya makan satu atau dua sendok bubur. Malam hari tidurnya tidak nyenyak. Kebanyakan menangis karena rasa sakit yang dideritanya.

    "Karena rasa sakit, ia kebanyakan menangis," kata ibu Nabila, Baadiah.

    Kini Hasanuddin sedang berjuang untuk mendapatkan Jamkesmas buat Nabila. Hal itu dilakukannya karena ia tak memiliki uang untuk mendanai operasi anaknya tersebut. Tetapi walaupun Nabila mendapat Jamkesmas, itu belum cukup memadai. Karena meskipun telah dioperasi, biaya perawatan pascaoperasi yang lebih mahal.

    "Menurut dokter yang pernah menanganinya pengobatan pascaoperasi yang lebih mahal. Nilainya berkisar puluhan juta rupiah. Sementara saya sudah tidak bekerja, Pak," kata Hasanuddin.

    Memang Hasanuddin kini menjadi pengangguran. Sejak lima bulan lalu ia dikeluarkan dari perusahaan tempatnya bekerja. Di tempat kerjanya ia memang hanya berstatus sebagai tenaga kontrak.

    Rencananya Yayasan Kemanusiaan Fajar (YKF) akan membantu pembiayaan operasi Nabila. Ketua YKF, Munjin S Asy'ari, menegaskan hal tersebut. "Kita juga akan membuka dompet kemanusiaan di Harian Fajar untuk mengimbau para dermawan agar ikut meringankan beban Nabila dan keluarganya," ujar dia. (zuk)
   

Minggu, 18 April 2010

Anak Pintar Belum Tentu Cerdas

Dok.Fajar

MAKASSAR--Tidak selamanya pintar berarti cerdas. Ukuran pintar hanya pada nilai akademik dan nilai-nilai pelajaran formal lainnya. Sedangkan cerdas atau kecerdasan ukurannya pada kemampuan menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Masalah kecerdasan ini dibahas dalam Seminar Riset Kecenderungan Kecerdasan yang menghadirkan pembicara dari Tim Next World View yang juga seorang psikolog, Mustofa Jufri Psi. Menurut Mustofa, kalau ukuran kecerdasan cuma nilai pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris atau nilai pelajaran lainnya yang tinggi, lantas dikatakan cerdas itu tidak benar. "Matematika tidak bisa menyelesaikan persoalan moral dan masalah sosial," tegas Mustofa, Minggu, 18 April.

Selama ini, lanjut Mustofa, anak-anak sekolah malas belajar karena disebabkan bebrbagai faktor. Di antaranya, proses belajar-mengajar terkesan dipaksakan kepada murid. Akibatnya murid merasa tidak nyaman dalam belajar.

"Ketika informasi atau pelajaran diterima dengan nyaman (oleh murid, red), orang yang mempersepsi akan menyusunnya dengan nyaman pula," imbuh Mustofa.

Di sinilah menurut dia pentingnya menciptakan kondisi sekolah sama dengan kondisi di rumah. Hal itu bertujuan agar murid tidak mengalami kejenuhan dalam belajar. Itu karena kondisi rumah merupakan keadaan yang nyaman dalam persepsi anak. "Jika melibatkan anak-anak belajar dengan suasana mirip di rumah, maka ia akan mudah menangkap apapun," lanjut Mustofa.

Oleh karena itu sekolah dan guru dituntut untuk mencari strategi yang bagus agar anak cinta belajar. Karena setiap anak memiliki potensi kecerdasannya masing-masing. Itu tentu saja memerlukan pendekatan yang berbeda dalam mengelola potensialitas yang dimiliki seorang anak.

Lebih lanjut Mustofa menjelaskan beberapa jenis kecerdasa. Ada delapan tipe kecerdasan yang ia sebut. Di antaranya, kecerdasan bahasa atau linguistik. Hal ini berkaitan dengan kemampuan secara verbal. Lalu kecerdasan bergaul, yakni kemampuan menjalin relasi dan pertemanan. Kemudian kecerdasan gerak, yaitu keahlian yang dimiliki karena aspek gerakan badan.

Selanjutnya kecerdasan musik yang berkaitan dengan musikalitas. Bisa berupa kemampuan memainkan permainan alat musik atau menyanyi. Ada juga kecerdasan gambar, yaitu segala kemampuan yang berhubungan dengan menggambar. Lalu ada pula kecerdasan angka yang berbungan dengan perhitungan.

Selain itu ada yang disebut kecerdasan diri. Ini berkaitan dengan anak yang pendiam tetapi produktif secara ilmiah. Juga kemampuan membangun hubungan intrapersonal. Dan kecerdasan terakhir adalah kecerdasan alam. Kecerdasan ini terwujud dalam bentuk mencintai alam dan melakukan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan.

Kecerdasan dalam pandangan Mustofa bukan sesuatu yang diukur dengan alat tes. "Kecerdasan anak adalah sesuatu yang dapat diketahui dengan penglihatan kemampuan anak tersebut. Bukan dengan alat tes yang cenderung tidak mengetahui kemampuan seorang anak," terang dia.

Menurutnya kecerdasan seorang anak dapat dilihat dari kebiasaan seorang anak. Yaitu perilaku yang diulang-ulangi. Dikatakan cerdas jika mampu memecahkan masalah dan menciptakan produk-produk baru.

Mustofa juga mengeritik institusi pendidikan yang dianggapnya mirip robot. "Kenapa kita bahagia di TK dan seperti neraka di SD, karena di SD suasananya mirip robot," lanjut dia. Sekolah seperti ini menurutnya hanya akan melahirkan orang pintar tetapi tidak cerdas. Guru yang baik kata dia, adalah guru yang cara mengajarnya sama dengan gaya belajar muridnya. Artinya guru tidak memaksakan metodologi pembelajaran kepada murid yang tidak disukainya.

Panitia pelaksana seminar yang juga Kepala Rumah Sekolah Cendekia, Ratna Juwita menjelaskan jika tujuan seminar ini untuk memberi pemahaman kepada masyarakat tentang arti kecerdasan. "Masyarakat menilai cerdas ukurannya akademik seperti matematika dan Bahasa Inggris. Padahal yang kami yakini, bahwa setiap manusia terlahir fitrah. Artinya mereka sama-sama punya potensi kecerdasan yang sama," ungkap Ratna.

Salah seorang orang tua murid, Santi (40), mengaku senang mengikuti seminar ini. setidaknya ia menjadi tahu tentang arti kecerdasan. "Tujuan saya ikut supaya tahu ke mana arah kecerdasan anak nanti. Juga supaya pendidikannya tidak salah jalan," ungkap dia.

Kegiatan seminar ini dihadiri dari berbagai kalangan. Seperti guru, orang tua murid, dan pemerhati pendidikan. Pesertanya berasal dari Pangkep, Gowa, dan Makassar.(zuk)

Sabtu, 17 April 2010

Pementasan Seni Forum Masyarakat Seni

*Simbol Matinya Seni dan Kebudayaan Sulsel

Masyarakat seni Sulsel sedang "berkabung". Mereka merasa telah "terbunuh" oleh kekuasaan. Seperti apa pertunjukannya?

RIDWAN MARZUKI
Jalan Riburane

Suasana "duka" menyelimuti gedung Kesenian Societeit de Harmonie. Aroma kematian begitu tampak. Terutama di tempat pagelaran.

Suasana berkabung begitu terasa saat saya hendak memasuki pekarangan Gedung Societeit de Harmony. Untuk sampai ke pintu masuk gedung, pengunjung harus melalui terowongan yang terbuat dari anyaman bambu. Bambu-bambu tersebut dipasang silang-menyilang tak teratur. Instalasi bambu tersebut merupakan representasi duka yang dirasakan masyarakat seni Sulsel. Di tengah-tengah anyaman bambu inilah terdapat jalan menuju pintu masuk gedung.

Di tempat itu hampir tak ada alat penerang. Hanya mengandalkan beberapa lampu minyak tanah yang dibakar di pekarangan gedung. Itupun tak cukup sanggup untuk disebut alat penerang. Suasananya sepi, gelap, dan sedikit seram. Beberapa lampu minyak tersebut digantung di terowongan tadi. Praktis, semakin menambah aroma kematian di tempat itu.

Di bagian dalam gedung, lebih menyeramkan lagi. Suasana duka dan berkabung lebih dominan di tempat ini. Itu karena, ada lima buah "kuburan" baru. Tepatnya simbol kuburan. Lengkap dengan nisan yang juga terbuat dari beberapa batang bambu yang diikat jadi satu. Setiap kuburan memiliki nama.

Nama-nama kuburan tersebut antara lain Loket, Workshop, Informasi, Ruang Rias, Sarana dan Artistik, dan Ruang Pengisi Acara.
Koordinator Masyarakat Seni (Formasi) Sulsel, Andri Prakarsa menjelaskan, kuburan tersebut sebagai simbol atas kondisi kesenian di Sulsel. "Simbol bahwa seni dan budaya Sulsel telah mati," terang Andri, Jumat, 16 April.

Memang, pagelaran seni ini diberi nama kenduri duka. Suatu keadaan yang berarti sedang dalam kesedihan yang mendalam. Kesedihan itu, lanjut Andri, disebabkan karena pemerintah yang dinilai kurang peduli terhadap masyarakat seni.

Andri menilai pemerintah tidak melibatkan mereka utamanya dalam penyusunan kebijakan tentang seni dan kebudayaan. "Seni dan budaya di Sulsel tidak terkondisi dengan baik. Program pengembangan kesenian tidak melibatkan secara partisipatif masyarakat seni," ungkap Andri.

Andri mengaku jika pagelaran seni ini sebagai kritik kepada pemerintah. "Kita cenderung arahkan kritik kepada pemerintah terkait pembangunan atau renovasi (Gedung Societeit de Harmonie, red) yang tak kunjung selesai," ungkap Andri.

Jadi pagelaran seni ini merupakan ekspresi masyarakat seni untuk mengkritik pemerintah. Mereka menagih janji pemerintah untuk melibatkan mereka dalam pengambilan kebijakan terkait seni dan kebudayaan.
Menurut Andri, Pemprov Sulsel telah menjanjikan untuk mengadakan pertemuan atau dialog dengan masyarakat seni. "Tetapi sampai sekarang belum terealisasi," ungkpanya.

Andri berharap agar pemerintah bisa merasakan duka yang dialami masyarakat seni. Masyarakat seni mengkritik infrastruktur dalam Gedung Kesenian Societeit de Harmonie yang mereka nilai diabaikan. Apalagi sekarang, aliran listrik gedung telah dicabut oleh PLN. Praktis Societeit de Harmonie kegelapan saat malam.

Pagelaran ini terlihat cukup meriah. Bahkan, berbagai kalangan datang khusus menyaksikan pagelaran seni itu. Seperti akademisi, budayawan, pemerhati seni, para seniman, dan kalangan pers.

Rencananya, kegiatan ini berlansung selama seminggu. Kegiatan diisi dengan pementasan teater, musik, tari, pertunjukan seni rupa, pemutaran film, performing art, orasi kebudayaan, dan diskusi publik. Bahkan, Anggota DPR RI Asal Sulsel, Akbar Faisal juga tampil membacakan puisi, tadi malam.(*)
Rahmayandi Dilantik Jadi Ketua HMI MPO

MAKASSAR--Sejak terpilih beberapa minggu lalu dalam Konferensi Cabang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Majelis Penyelamat Organisasi (MPO), Rahmayandi Mulda akhirnya dilantik menjadi Ketua HMI MPO Cabang Makassar. Pelantikan digelar di Aula LPTQ Tala Salapang, Sabtu, 17 April.

Pelantikan dilakukan oleh Pengurus Besar (PB) HMI MPO, Burhanuddin Arifin. Rahmayandi menggantikan Ketua Demisioner, Muh Fauzi. Dalam sambutannya, Fauzi menjelaskan posisi peran HMI MPO ke depan. Menurutnya, masih banyak pekerjaan yang harus dituntaskan oleh pengurus baru di periode mendatang.

"Pengurus baru adalah suntikan dan energi baru. HMI MPO dituntut mampu menjawab tantangan nasional. Respon HMI MPO terhadap persoalan sosial harus aktif," terang Fauzi.

Acara pelantikan tersebut dirangkaikan dengan Rapat Kerja (Raker) HMI MPO Cabang Makassar. Selain itu, digelar juga dialog ekonomi dengan tema Masa Depan Perekonomian Indonesia Refleksi Kasus Century. Hadir sebagai pembicara, Ketua Bank Indonesia Sulsel, Abdul Malik, dan aktivis Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Sulawesi yang juga dosen ekonomi, Muh Akil Rahman. (zuk)

Tommy Kurniawan Takjub di Trans

MAKASSAR--Pengalaman pertama yang mengesankan. Setidaknya itulah yang dirasakan Tommy Kurniawan saat menjajal wahana bermain di Trans Studio, Sabtu, 17 April. Ia mengaku menikmati wahana permainan yang ada di tempat itu.

Selama dua hari, Tommy akan berada di Trans. Sabtu dipakai untuk menikmati aneka permainan di Trans. Termasuk menyaksikan opera Jason Mencari Cinta (JSM). Selain itu, Tommi juga berkesempatan menyaksikan High School Musical (HSM) yang ada di Trans Studio.

Khusus untuk Minggu, Tommy akan mengikuti meet and greet. Juga akan menyanyikan beberapa tembang andalannya untuk menghibur pengunjung Trans Studio. "Ada tiga lagu yang akan saya bawakan besok (hari ini, red). Tak Ada Yang Bisa, Kisah Cintaku, dan Kamu," beber Tommy, saat ditemui sesaat setelah menyaksikan pertunjukan opera JMC.

Tommy banyak memuji pementasan opera tersebut. Menurutnya, tidak mudah menciptakan permainan opera yang menarik. "Saya suka koreografinya. Akhirnya orang bisa terbawa," ungkap dia.

Dalam opera, lanjut dia, lebih susah melahirkan aura dibanding untuk kepentingan live di televisi. JMC dalam penilainnya menampilkan pertunjukan yang sangat menghibur. Itu karena bermain opera atau teater bagi Tommy bukanlah hal yang gampang. Tommy menceritakan pengalamannya berkali-kali ikut pertunjukan tetater. "Di tetater kadang saya berhasil (memainkan koreografi, red), kadang tidak. Good luck for JMC," pungkas dia.

Terkait peluncuran album baru, tommi belum menargetkan dalam waktu dekat ini. Tetapi jika itu dia lakukan, aliran musik atau genrenya akan diubah. "Mudah-mudahan niat kita untuk melahirkan genre baru bisa tercapai. Semoga bisa laku di pasaran," imbuh Tommy.

Tommy berencana membuat genre baru yang ia sebut pop-electro. Genre ini dihasilkan dengan cara perpaduan alat-alat musik elektronik. Tidak ada drum. Tjuannya, lanjut dia, untuk memberikan sesuatu yang beda kepada pecinta musik tanah air. (zuk)

Semarak, GTC Model's Hunt

MAKASSAR--Puluhan anak-anak dan remaja ambil bagian dalam GTC Model's Hunt. Kegiatan tersebut merupakan ajang mencari model yang digelar oleh Mall Graha Tata Cemerlang (GTC) Makassar.

Kegiatan ini merupakan audisi tahunan yang diselenggarakan oleh Mall GTC. Cuma yang spesial pada audisi kali ini juga diikuti oleh anak-anak. Jadi ada dua kategori yang dilombakan. Kategori remaja dan anak-anak. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari. Sabtu merupakan babak penyisihan. Selanjutnya Minggu untuk babak final.

Marketing Communication Manager Mall GTC, A Widya Syadzwina, mengakui jika kategori anak-anak dibuka untuk mengakomodasi minat anak-anak yang tertarik pada duni modelling. "Sekarang fashion untuk anak-anak juga berkembang. Makanya kita juga adakan lomba untuk anak-anak," kata dia, Sabtu, 17 April.

Widya menjelaskan, ada beberapa syarat untuk peserta lomba. Untuk anak-anak syaratnya harus berusia antara lima hingga 10 tahun. Lalu untuk remaja, antara 13 sampai 22 tahun. Setiap kategori akan keluar juara pertama sampai tiga ditambah tiga peserta juara harapan.

Peserta akan memperebutkan beberapa macam hadiah. Seperti uang tunai dan voucher belanja di Mall GTC. Khusus untuk juara pertama, di samping mendapatkan hadiah, juga akan mendapat voucher kursus modelling selama tiga bulan. Di tempat kursus tersebut, pemenang akan diajarkan tentang dunia modelling, kepribadian, make up, dan cara berpose.

Salah seorang peserta lomba, Ningsih (16) mengaku optimis bisa menang. Ia merasa senang ikut dalam ajang ini. "Mau cari pengalaman," pungkasnya. (zuk)

Menelusuri Jejak Fort Vreedeburg te Makassar

DULU-KINI. Fort Vreedeburg te Makassar pada tahun 1921. Gambar kiri menunjukkan suasana di lokasi yang diduga bekas benteng tersebut pada Jumat, 16 April.


*Punya Terowongan Menuju Fort Rotterdam

FORT Vreedeburg te Makassar ikatan khusus dengan Aru Palakka. Benteng itu konon dihadiahkan Belanda kepada Raja Bone itu. Di mana jejaknya kini?

RIDWAN MARZUKI
Karebosi

TAK banyak yang tahu atau kenal nama Fort Vreedeburg te Makassar. Apalagi mengidentifikasinya sebagai salah satu benteng yang pernah ada di metropolitan ini.
Awalnya Fort Vreedeburg te Makassar ditinggali oleh pasukan Belanda. Tetapi karena Aru Pallaka bekerja sama dengan Belanda melawan Kerajaan Gowa, akhirnya benteng itu diserahkan kepada Raja Bone tersebut.

Staf teknis Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar, Muhammad Natsir, membenarkan penyerahan benteng tersebut. Menurut dia, memang ada sumber yang menyebutkan bahwa Belanda memberi hadiah benteng kepada Aru Pallaka.
“Dan benteng yang dimaksud adalah Fort Vreedeburg te Makassar,” ungkap Natsir, Jumat, 16 April.

Lebih jauh, menurut Natsir, tempat berdirinya Fort Vreedeburg te Makassar berada di sekitar Lapangan Karebosi. Posisi tepatnya berada di sebelah timur Karebosi.

Natsir lalu menunjuk bangunan kantor Bank BNI sebagai lokasi bekas benteng. "Tetapi kita belum punya data ril penggalian tentang itu," imbuh Natsir.
Menurut cerita yang berkembang, Fort Vreedeburg te Makassar berhubungan langsung dengan Fort Rotterdam. Konon, kedua benteng ini dihubungkan sebuah terowongan. "Ya, ada ruang bawah tanah yang menghubungkan antara Fort Rotterdam dengan Fort Vreedeburg te Makassar," tambah Natsir.

Namun, lanjut Natsir, informasi tersebut juga belum memiliki data akurat. Informasi tersebut hanya berlanjut dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi.
Tetapi asumsi ini sebetulnya bisa mendapat pembenaran jika melihat konstruksi Fort Roterdam. Di mana, di bagian timur benteng terdapat sebuah pintu gerbang yang kini sudah tertutup. Pintu gerbang ini sering juga disebut pintu belakang. Dulunya berfungsi sebagai pintu utama, tetapi selanjutnya posisi pintu utama dipindahkan ke bagian barat.

Dari pintu belakang inilah yang diyakini sebagai pintu menuju terowongan yang menghubungkannya dengan Fort Vreedeburg te Makassar. Tepat di bagian belakang pintu itu kini terdapat rumah warga. Untuk sampai ke pintu, kita harus menyusuri lorong yang mengikuti format huruf "S". Di samping kiri pintu, terdapat tangga undakan menuju ke bagian atas benteng. Ada 20 undakan.

Terkait arsitektur Fort Vreedeburg te Makassar, Natsir menilai jika konstruksinya tak jauh beda dengan Fort Roterdam. "Bisa jadi mengikuti bentuk Fort Rotterdam yang dipadu dengan bentuk kerajaan," terang dia.

Fungsi Fort Vreedeburg te Makassar untuk melindungi Belanda dari serangan Kerajaan Gowa. "Belanda mau kuat, maka ditaruhlah orang-orang Aru Palakka di sekitar benteng," terang Natsir.

Nasir menjelaskan, untuk menentukan lokasi suatu cagar budaya harus dilakukan penelitian dan studi arkeologis sebelumnya. Selanjutnya dilakukan ekskavasi atau penggalian setelah objek arkeologis telah ditentukan.

Kesulitan yang dihadapi untuk menemukan sisa-sisa Fort Vreedeburg te Makassar karena sudah tertimbun tanah. Oleh karena itu, satu-satunya jalan adalah ekskavasi yang serius. (*)

Kamis, 15 April 2010

Pecandu Narkoba Rentan HIV/AIDS

MAKASSAR--Sorang pecandu narkoba berpeluang besar terkena HIV/AIDS. Itu karena sebagain dari pecandu menggunakan alat suntik. Juga, mereka sering terlibat seks bebas. "Seks bebas dan penggunaan jarum suntik secara berganti-gantian memperbesar kemungkinan penularan HIV/AIDS," terang Giffari dari Yayasan Hati Kita (Yakita), Kamis, 15 April.

Gifari menjelaskan, ada tiga penyebab sehingga seseorang menjadi pecandu narkoba. Yang prtama karena faktor individu. Yaitu, seseorang yang merasa tidak memiliki self-confidence jika tidak memakai narkoba.

Selanjutnya pengaruh lingkungan. Seorang pecandu terpengaruh oleh temannya yang juga pecandu. Dan terakhir, disebabkan oleh disfungsi keluarga. Keluarga yang tidak harmonis alias bermasalah berpeluang melahirkan anak pecandu narkoba.

Hal tersebut diungkapakan Gifari dalam seminar narkoba dan HIV/AIDS yang diselenggarakan oleh Korps Suka Rela (KSR) Palang Merah Indonesia (PMI) unit Unismuh. Kegiatan ini mengangkat tema "Membangun nilai-nilai moral generasi bangsa yang rela berkorban serta bebas dari narkoba dan HIV/AIDS".

Proses seseorang menjadi kecanduan, lanjut Gifari, terjadi secara bertahap. Dimulai dari tahap user atau pengguna. Pada aspek ini kehidupan seseorang belum bermasalah. Narkotika masih dipakai sesuai kebutuhan.

Selanjutnya, masuk ke tahap abuser atau penyalah guna. Orang yang masuk ke tahap ini kehidupannya mulai bermasalah. Baik dari sisi fisik, mental, maupun spiritual.

Lalu pada tahap akhir disebut addict atau kecanduan. Pada tahap ini kehidupan seorang sudah sangat parah karena sudah tergantung dengan obat. "Mereka mengkonsumsi narkoba bukan cuma sekali sehari. Narkoba sudah digunakan untuk hidup," ungkap Gifari, Kamis, 15 April.

Pada tahap ini juga sudah membuat seseorang mudah melakukan kekerasan. "Ketika mereka tidak punya uang, mereka rela mencuri atau merampok agar mendapatkan narkoba. Mereka rela membunuh untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan," imbuh Gifari.

Selain dari Yakita, pembawa materi lainnya yang hadir berasal dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, Satuan Narkoba Polwiltabes Makassar, PMI Cabang Makassar, dan dari Pengurus Wilayah (PW) Muhammadiyah Sulsel. (zuk)

Nurul Batal Dioperasi

MAKASSAR--Pihak keluarga Nurul Saskia mesti berlapang dada. Pihak Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo menolak megoperasi Nurul dengan alasan tidak memungkinkan lagi dioperasi. Padahal, Jamkesmas baru Nurul sudah tiba di Makssar pagi, Kamis, 15 Maret.

"Tidak jadi dioperasi. Otak besarnya sudah tidak ada kata dokter," ungkap Haslinda, ibu Nurul. Oleh karena itu, tim dokter hanya melakukan penyedotan terhadap cairan yang ada dalam kepala Nurul.

Sebanyak 125 c cairan kepala Nurul dikeluarkan oleh tim dokter. Haslinda sendiri belum tahu berapa lama lagi akan berada di RS.(zuk)

Keluarga Minta Dilibatkan dalam Pembuatan Patung Ramang














Dok.Fajar
MAKASSAR--Pemerintah kembali menggulirkan rencana rekontruksi patung legenda pemain bola Suslel, Ramang. Rencana tersebut mendapat respon yang positif, utamanya dari pihak ahli waris atau keluarga Ramang.

Salah seorang ahli waris Ramang, Anwar Ramang, mengaku sangat berterima kasih atas rencana tersebut. "Kami dari keluarga almarhum , sangat bersyukur dan berterima kasih kepada pemerintah jika itu mau dilakukan (pembangunan patung Ramang, red)," terang Anwar, Kamis, 15 April.

Tetapi anwar mengharapkan agar rencana tersebut jangan hanya sekedar rencana, tetapi direalisasikan. Patung tersebut, sangat memiliki makna bagi keluarga besar Ramang.

Anwar mengimbau agar patung yang akan dibuat tidak lagi sama dengan patung sebelumnya. "Yang dulu tidak benar. Mukanya kayak Gajah Mada," imbuh Anwar.

Oleh karena itu, Anwar meminta dilibatkan dalam proses pembangunan patung ayahnya tersebut. "Sebagai ahli waris kita minta dilibatkan supaya bisa dikontrol atau memberi masukan jika ada yang salah," tambah dia.

Lebih lanjut, Anwar menjelaskan, Ramang merupakan sosok kebanggaan masyarakat Sulsel. Oleh karena ia mengharapkan agar pembangunan patungnya segera terealisasi. Tujuannya supaya generasi yang akan datang termotivasi dengan prestasi yang telah ditorehkan oleh Ramang.

Selain itu, Anwar juga mengusulkan agar pada patung yang akan dibuat ini, dibuat juga nama Ramang di situ. "Sebaiknya ada nama di patung tersebut.Mungkin generasi yang di belakang tidak kenal jika tidak ada nama yang ditulis," tegas Anwar.

Soal penempatan patung, Anwar menilai Karebosi merupakan tempat yang bagus. "Alasannya supaya dilihat oleh setiap tamu yang datang. Begitu juga dengan tamu dari luar negeri," ungkap Anwar.

Anwar merupakan anak ke-4 Ramang. Sebanyak tujuh anak Ramang, tetapi hanya empat yang masih hidup. Di antaranya, Rauf Ramang, Ratna Ramang, dan yang bungsu, Arsyad Ramang. Tetapi dari empat anaknya tersebut, hanya Anwar sendiri yang mengikuti jejak ayahnya. Kini Anwar menjadi salah seorang Pengurus Cabang PSSI Makassar periode 2010-2014. Di mata Anwar, Ramang merupakan sosok ayah yang tegas dan disiplin. (zuk)

Hj Nurma Tak Dapat Kios di Pa'baeng-baeng

MAKASSAR--Pasar Pa'baeng-baeng kini sudah mulai difungsikan lagi. Beberapa pemilik kios yang sebelumnya berjualan di luar sejak renovasi, kini telah kembali masuk.

Tetapi tidak semua pemilik yang dulunya memiliki kios mendapat kios baru. Salah satunya Hj Nurma. Nurma mengaku hingga saat ini dirinya belum mendapatkan kios baru. "Sekarang belum dapat. Tidak menjual sampai sekarang karena tidak dikasi (kios baru, red)," ungkap Nurma, Kamis, 15 April.

Padahal, lanjut Nurma, ia sudah membayar Rp 2,5 juta sebagai biaya pengganti pembangunan atas kiosnya yang dulu. "Maumaki jualan tapi tidak ada tempat," imbuh dia. Nurma mengaku akan segera menjual lagi begitu mendapatkan kios baru.

Nurma juga menegaskan akan segera melunasi kios baru tersebut jika sudah ada kepastian ia akan mendapatkannya. Selama ini ia belum membayar karena belum ada kepastian dari pihak pengelola pasar apakah ia mendapatkan kios baru atau tidak. Sekitar 100-an, lanjut Nurma, pemilik kios lama yang belum mendapatkan kios baru. Dari jumlah tersebut, menurutnya, sekitar 70-an adalah pedagang pakaian dan kain. Nurma sendiri dulunya merupakan pedagang kain.

Salah seorang pengelola Pasar Pa'baeng-baeng yang juga tenaga kolektor, Jimmi A Mannaungi, membantah jika belum ada pemilik kios lama yang tidak dapat kios baru. Kalaupun ada yang tidak mendapatkan kios baru, lanjut Jimmi, itu karena kesalahan pemilik kios sendiri. "Kalau ada yang tidak dapat, kemungkinannya karena melalaikan kewajibannya," terang Jimmi.
Pihak pengelola pasar, lanjut Jimmi tidak akan memberi kios baru kepada para pemilik kios yang telah disegel kiosnya beberapa waktu yang lalu. Kios-kios yang disegel itu karena berbagai penyebab. Antara lain, tutur Jimmi, tidak melaksanakan kewajiban berupa tidak membayar biaya pelayanan harian, sewa tempat bulanan. Juga tidak membayar izin usaha yang berlaku setiap tahun. Selain itu, kios yang tidak aktif juga disegel oleh pengelola.

Permasalahan Nurma, kata Jimmi, bisa jadi kiosnya sudah disegel. Itu karena sudah 10 tahun tidak berjualan lagi. Artinya kios Nurma tidak aktif lagi.(zuk)

Ulang Tahun Persatuan Isteri Purnawirawan

MAKASSAR--Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Persatuan Isteri Purnawirawan (Perip) Sulselbar akan merayakan ulang tahunnya yang ke-46. Peringatan tersebut akan diisi dengan beberapa seremoni dan kegiatan.

Demikian yang dikatakan Humas Perip, Desy Soeprapto saat bertandang ke Fajar, Rabu, 14 April. Menurutnya, Ultah Perip akan jatuh pada hari Sabtu, 17 April. Upacara peringatan Ultah akan digelar di kantor DPD Perip Sulselbar, Jalan Rajawali.

Sehari sebelum peringatan ultah, Perip akan berziarah ke Taman Makam Pahlawan Panaikang. "Termasuk berziarah ke kuburan Jenderal Yusuf," terang Desy yang didampingi Humas DPD Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata (Pepabri), Soeprato M.

Selain berziarah ke Taman Makam Pahlawan Panaikang, Perip juga akan membagi-bagikan bingkisan kepada para pengelola kantor Perip yang selama ini aktif mengabdi.

Dijadwalkan hadir dalam puncak acara peringatan ultah tersebut antar lain para pengurus DPD Pebabri Sulsel, Pengurus Perip Sulsel, pembina dan sesepuh pepabri dan perip Sulselbar. Ada juga pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perip se-Sulselbar. (zuk)

Kita Anggota KPU Makassar Cegah Stres














Dok/FAJAR
TIDAK MAHAL. Muhammad Izzdin Idrus di depan kantor KPU Kota Makassar, Rabu, 14 April.


*Pilih ke Kantor Naik Sepeda

MAU tahu cara sederhana mencegah stres? Naik sepedalah ke kantor.

LAPORAN RIDWAN MARZUKI
Panakkukang

TAMPILAN tubuhnya tidak tinggi, tidak pula pendek. Badannya sedang-sedang saja. Tetapi terlihat sangat bugar. Dialah Izzdin. Lengkapnya bernama Muhammad Izzdin Idrus. Ia anggota Komisi Pemilihan Umum Kota Makassar periode 2008-2013.

Izzdin baru saja sampai di kantornya ketika saya hendak menemuinya, Rabu pagi, 14 April. Masih ada sisa keringat di wajahnya. Ini bisa dimaklumi karena Izzdin ke kantor memakai sepeda. Sehari-hari dia memang bersepeda menuju ke tempatnya bekerja. Kantor Izzdin terletak di Jalan Anggrek, Panakkukang.

Seperti kemarin, Izzdin baru saja memarkir sepedanya di bagian dalam kantor KPU Makassar. Dia memakai sepeda mini berwarna putih. Sepeda inilah yang menjadi favoritnya. Bentuknya kecil, mirip sepeda anak-anak. Tetapi jangan salah, walau mungil, tetapi sepeda ini memiliki kelebihan. "Harga sepedanya tidak mahal, tapi modelnya yang klasik," ujar Izzdin merendah.

Konstruksi sepeda Izzdin didesain bisa dilipat. Oleh karena itu, jenis sepeda ini relatif praktis dibawa-bawa. Ia menyukai sepeda ini karena penggunaannya beda dibandingkan dengan sepeda besar. “Lebih santai jalannya,” ungkap Izzdin, menjelaskan alasannya lebih memilih sepeda mini tersebut.

Izzdin menceritakan jika kesadarannya bersepeda muncul sejak dua bulan lalu. Mulanya, karena kesibukannya bekerja, Izzdin tak punya waktu luang untuk berolahraga.

“Saya memilih bersepeda karena selama ini saya jarang berolahraga. Jadi saya ingin memulihkan stamina,” terang suami dari Siti Nurhayati ini.

Selain itu, Izzdin mengaku ingin berkontribusi dalam mereduksi polusi udara di Makassar. Walaupun ia sendiri menyadari dengan bersepeda, risiko terpapar polusi kendaraan sangat besar. Itu yang kadang-kadang dikeluhkan Izzdin. Apalagi jika saat bersepeda di jalan raya, ada kendaraan yang mengeluarkan asap yang begitu pekat. tentu saja itu akan mempengaruhi kenyamanan bersepeda.

Izzdin memakai sepeda ke kantor juga tak lain karena ingin menyosialisasikan olahraga bersepeda. Ia menghendaki suatu saat nanti, orang-orang yang bekerja di kantor-kantor memakai sepeda ke tempat kerjanya.

"Saya bersepeda ke kantor, supaya paling tidak orang sadar bahwa ke kantor juga bisa bersepeda. Yang penting rumahnya tidak terlalu jauh," imbuh dia.

Jarak yang ditempuh Izzdin dari rumah ke kantornya sebetulnya agak jauh. Ia tinggal di Perumahan Dosen Unhas di Tamalanrea. Sementara kantornya di Jalan Anggrek, Panakkukang. Tetapi Izzdin justru menikmati jarak yang relatif jauh itu.
"Walau jauh, tapi saya santai jalannya (mengendarai sepeda, red), tidak buru-buru," lanjut ayah dari Ananda Muh Izzulhaq dan Muhammad Azriel ini.Izzdin menempuh perjalanan dari rumah ke kantor sekitar 45 menit.

Di sisi lain, lanjut Izzdin, dengan bersepeda kita bisa menghindari kemacetan. Alasannya, sepeda gampang diangkat jika diperlukan. Sementara jika memakai mobil, sering terjebak macet. "Intinya bersepeda menghilangkan stres," tegas Izzdin.

Kalau macet, kata Izzdin, tingkat stres sesorang akan tinggi. Apalagi bagi pengemudi mobil. Di sinilah keuntungan bersepeda yang bisa melewati macet.

Izzdin juga sering memndapat ledekan dari teman-temannya ketika bertemu di jalan. Menurut Izzdin, teman-temannya merasa heran karena ia bersepeda. "Teman-teman bilang, masa anggota KPU naik sepeda," kenang Izzdin.

Selain ke kantor, Izzdin juga bersepeda pada hari Minggu. Ia bersama keluarganya berkeliling di kompleks rumahnya. Dan kadang-kadang berkeliling dengan sepeda bersama anaknya di dalam areal kampus Unhas. (zuk)

Selasa, 13 April 2010

Nurul Tunggu Jamkesmas Baru

MAKASSAR--Nurul Saskia masih menunggu kartu Jamkesmas baru. Pasalnya, kartu Jamkesmas yang dibawanya enggan diterima oleh pihak Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (RSWH).

Demikian dikatakan ibu Nurul, Haslinda (22), Selasa, 13 April. Pihak rumah sakit beralasan, lanjut Haslinda, dalam kartu Jamkesmas yang dibawa itu, namanya masih berstatus anak, bukan ibu rumah tangga. Rumah sakit menilai jika pemilik kartu Jamkesmas yang berstatus anak tidak boleh menanggung anak. "Katanya anak tidak bisa tanggung anak," kata Haslinda saat ditemui di RSWH.

Oleh karena itu, terpaksa rekan Haslina kembali ke Enrekang untuk mengurus penggantian kartu Jamkesmas tersebut. Jalan itu diambil setelah berbagai upaya dilakukan tak membuahkan hasil. Termasuk mendatangi kantor Akes, tapi ditolak juga. "Kartu Jamkesmas dibawa lagi ke Enrekang untuk diganti dengan kartu jamkesmas yang baru. Itu karena tidak bisa dipakai," imbuh Haslinda.

Kondisi Nurul sendiri hingga saat ini cukup memprihatinkan. Kepalanya semakin membesar. Matanya tak bisa lagi terbuka. Terakhir saat timbang, terang Haslinda, berat Nurul 13 kg. Padahal usia nurul baru lima bulan. Itu artinya, jika berat badan Nurul tiga kilo, maka berat kepalanya 10 kg.

Nurul tiba di RSWH jam 15.00, Senin, 12 April kemarin. Nurul sudah menjalani beberapa tindakan medis, seperti scan kepala dan dadanya difoto. Hanya saja, dokter cuma memberi satu macam obat kepada Nurul. Obat itulah yang dikonsumsinya hingga saat ini.

Haslinda mengaku anaknya kurang tidur kalau malam. Nurul terbangun setiap kali rasa sakit di kepalanya datang. "Tangisannya keras kalau dia rasa sakit," imbuh Haslinda.(zuk)

SD Kompleks Lariangbangi

Dok. Fajar












*Pernah Jadi Sekolah Favorit


SEKOLAH Dasar (SD) Lariangbangi memiliki sejarah yang panjang. Eksis sejak Belanda menjajah. Seperi apa kondisinya sekarang?



RIDWAN MARZUKI
Makassar


Suasana akan terasa berbeda ketika memasuki pintu gerbang SD kompleks Lariangbangi. Ada kesan semi mewah ditemui. Maklum saja, beberapa bagian tembok sekolah tersebut baru saja selesai dicat. Bahkan beberapa sedang dicat saat Fajar datang.

Sebelum memasuki pekarangan sekolah, kita harus melalui sebuah gapura mini atau pintu gerbang. Di situ seorang security yang bernama Rustam berdiri berjaga-jaga. Tentu saja tugasnya menjaga murid-murid sekolah SD Lariangbangi supaya tidak bermain melewati tembok pagar sekolah. Hal itu dilakukan mengingat sekolah tersebut berada persis di pinggir jalan raya.

Sejajar dengan gapura, terdapat tembok yang mengelilingi sekolah dengan tinggi sekira 1,5 meter. Ini pun, beberapa bagian sedang diperbaharui catnya. Dulunya warna cat tembok merupakan kombinasi biru dan putih, sekarang pilihan warnanya perpaduan orange dan krem.

Bel tanda istirahat baru saja berbunyi ketika saya tiba di sekolah kompleks Lariangbangi. Seperti sekolah-sekolah pada umumnya, anak-anak berhamburan keluar kelas. Tujuannya berbeda-beda. Ada yang kejar-kejaran, main bola, karet, dan permainan lainnya. Ada juga yang memilih jajan di kantin. Setetelah itu bergabung dengan teman-temannya yang lebih dulu bermain. Anak-anak tersebut bermain dengan riangnya di pekarangan sekolah.

Di dalam kompleks ini terdapat empat sekolah. Masing-masing SD Negeri Lariangbangi I, SD Negeri Lariangbangi III, SD Inpres Bertingkat I, dan SD Inpres Bertingkat II. Posisi setiap sekolah menghadap langsung ke lapangan. Sehingga, jika tak diperhatikan seksama, sekolah ini seolah-olah bersambung.

Konstruksinya memang mengikuti empat arah mata angin. SDN Lariangbangi I menghadap ke barat. SDN Lariangbangi III menghadap ke selatan. Dan SD Inp Larianbangi I menghadap ke timur. Serta yang terakhir, SD Inp Lariangbangi II menghadap ke utara. Keempat sekolah ini menghadap ke sebuah lapangan yang sama. Lapangan tersebut cukup luas untuk ukuran SD.

Ruangan kelas keempat sekolah tersebut telah diubin. Terbuat dari bahan tegel yang berkualitas. Bahkan, beberapa dinding sekolahpun sebagian dipasangi tegel dengan tinggi sekira semeter dari lantai. Hanya saja, beberapa sisi plafon SDN Lariangbangi I terlihat berlumut karena air hujan. Itu berarti, ada bagian atap seng yang bocor.

Lapangan sekolah sendiri sudah dipasangi batu paving. Ini tentunya menjadi salah satu faktor murid-muridnya merasa nyaman bermain. Selain itu, terdapat beberapa pohon mangga di dalam areal sekolah. Ada juga pohon nangka. Lalu, tepat di halaman setiap sekolah, terdapat taman-taman mini yang ditumbuhi aneka bunga. Kembang-kembang tersebut tumbuh subur. Ini menandakan, pihak sekolah telaten merawatnya.

Masih di dalam kompleks, terdapat juga beberapa rumah dinas guru. "Ada 14 guru dan empat bujang (cleaning service, red) yang tinggal di kompleks," terang H Jaegunggu, Kepala Sekolah SD Inp Bertingkat Lariangbangi II, Selasa, 13 April. Rumah dinas tersebut berada tepat di bagian belakang SD Inp Bertingkat II. Ada juga rumah dinas di samping kiri SDN Lariangbangi I. Lalu, beberapa kantin juga ikut meramaikan kompleks. Letaknya di bagian belakang sekolah.

Dari empat sekolah dalam kompleks ini, SDN Lariangbangi I merupakan sekolah tertua. Salah seorang gurunya, Nursiah Banda (59), menceritakan jika sekolah ini dulunya bernama SD Kompleks Maradekaya I. Tetapi karena pemekaran, lanjut Nursiah, akhirnya nama sekolah tersebut diganti. "Sekolah ini favorit waktu namanya masih Maradekaya I," ungkap Nursiah.

Sejak 1973 Nursiah tinggal di kompleks ini. Ia menempati rumah dinas guru yang berdempetan langsung dengan SDN Lariangbangi I. Ia tinggal bersama dengan suaminya yang juga guru di sekolah tersebut. Tahun 1973, terang Nursiah, orang tua murid berebutan mendaftarakan anaknya di sekolah ini. Walhasil, jumlah siswanya mencapai angka dua ribuan.

"Bayangkan, kelas satu saja terdiri atas 12 kelas," kenang Nursiah. Dulunya, lanjut Nursiah, sekolah ini merupakan sekolah Belanda.

Tahun 1982, terang Nursiah, SD Inp Bertingkat Lariangbangi I dibentuk. Selanjutnya SD Inp Lariangbangi II tahun 1983. Kemudian pada tahun 1989, SDN Lariangbangi I dimekarkan lagi. Lahirlah SDN Lariangbangi III.

Dalam kompleks ini, SD Inp Bertingkat Lariangbangi II yang menjadi sekolah inti. Ada sekitar 1000-an murid dalam kompleks ini.

Terkait rencana ruislag, Jaegunggu mengaku mengetahui rencana itu sejak 2003 lalu. "Iya (sudah tahu, red). Sudah lama itu," kata dia. Tetapi, ia mengaku terkejut jika isu dihembuskan lagi. Pasalnya, lanjut Jaegunggu, selama ini rencana tersebut sudah dianggap batal alias tidak jadi dilaksanakan.

"Baru-baru posko orang tua murid yang menolak ruislag dibongkar. Itu setelah kita yakinkan mereka bahwa tidak ada lagi ruislag," imbuh Jaegunggu. Sejak 2003, kata Jaegunngu, orang tua murid mendirikan posko penolakan ruislag.

"Pada dasarnya ruislag tidak memenuhi syarat. Kalau menurut kami, sekolah ini kondisinya masih bagus," tegas dia.

Sekolah kompleks Lariangbangi berdiri di atas lahan seluas sekitar 5.000 meter persegi. Rencana ruislag selama ini, lanjut Jaegunggu, membuat pihaknya terganggu.

"Selama tiga tahun ini, kita dihantui oleh isu ruislag ini dalam proses belajar-mengajar," imbuh dia. Apalagi, lanjut dia, sekolah dalam kompleks Lariangbangi ini baru saja direnovasi. Termasuk tegel yang dipakai belum cukup setahun. Sebelumnya, lantai sekolah hanya terbuat dari tembok biasa. (*)

Senin, 12 April 2010

ForMedia: Media Kurang Perhatikan Chek and Rechek

MAKASSAR--Media diimbau konsisten menegakkan Kode Etik Jurnalistik. Pasalnya, hasil penelitian Forum Masyarakat Sipil Pemantau Media (ForMedia), menemukan adanya indikasi pelanggaraan terhadap Kode Etik Jurnalistik sebanyak empat pasal yang kerap dilakukan oleh media.

Pasal-pasal tersebut, antara lain pasal satu tentang akurasi dan perimbangan berita. Pasal tiga tentang chek and rechek, pencampuran fakta dan opini, serta penerapan asaz praduga tak bersalah. Dan pasal sembilan tentang privasi narasumber. Serta pasal sebelas tentang melayani hak jawab.

Ekspose hasil penelitian ForMedia selama Januari-Februari 2010 terhadap tujuh surat kabar mainstream di Sulsel, menyimpulkan adanya sekira 30-40 persen media tidak melakukan chek and recheck dalam membuat pemberitaan. Khususnya untuk isu lingkungan, perempuan, tata ruang, dan kelistrikan. Ketujuh surat kabar yang jadi sampel penelitian ForMedia yaitu Fajar, Tribun Timur, Berita Kota Makassar, Ujung Pandang Ekspres, Sindo Sulsel, Pare Pos, dan Palopo Pos.

Muliadi Mau dari ForMedia mengungkapkan jika penelitian tersebut bertujuan untuk memberi masukan dan sekaligus kontrol terhadap media. "Masyarakat bisa berperan serta menciptakan profesionalisme media," ungkap Muliadi.

Ia menambahkan, penelitian yang digunakan melalui pendekatan content analysis. "Yaitu meneliti pesan yang manifest (yang termuat, red) saja. Yang laten tidak. Hanya meneliti yang di atas teks, di balik teks tidak," terang Muliadi.

ForMedia merupakan gabungan dari beberapa ormas atau civil society organization (CSO). Di antaranya, JURnaL Celebes, Yayasan Tifa, Lembaga Studi Informasi (eLSIM), Lembaga Kajian Pengembangan Masyarakat dan Pesantren (LKPMP), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat (LP2EM), Aliansi Gerakan Anti Udara Kotor (A-Gauk), Lembaga Bantuan Hukum Makassar (LBHM), Pokja Tata Ruang Sulsel, LBH Apik, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Pare-pare, Wallacea Palopo, People Care Pare-pare, Wanua Sidrap, dan Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI).

Kegiatan ekspose ini menghadirkan penanggap dari Universitas Hasanuddin, Dr Hasrullah. Dalam arahannya, Hasrullah mengimbau ForMedia agar melakukan juga wawancara langsung dengan wartawan yang berhubungan dengan isu yang diteliti. "Content analysis (adalah, red) salah satu cara untuk memetakan asumsi yang dikembangkan oleh media," papar Hasrullah. Kelemahan dari metode ini, lanjut Hasrullah, tidak mengungkap kebijakan redaksi dari suatu media.

Direktur JURnaL Celebes, Mustam Arif menilai jika media paling banyak melanggar soal chek and recheck. "Check and recheck yang paling menonjol. Sekitar 30-40 persen tidak mematuhi check and recheck," terang Mustam.

Mustam juga menegaskan jika hasil penelitian ini merupakan rekomendasi bagi media-media khususnya yang ada di Sulsel. "Rekomendasinya adalah mengimbau kepada media-media berupaya untuk meningkatkan kapasitas pemahaman jurnalistik kepada wartawannya," lanjut dia.

Selain CSO, hadir pula Direktur Fajar Televisi, Nur Alim Djalil, Kepala Biro Kompas Indonesia Timur, Nasrullah Nara, dan Deputi Manager Komunikasi PT PLN (Persero) Sultanbatara, M Yamin. (zuk)

Pak Oga, Sering Dikejar Petugas Tapi Tak Jera












*Berharap Mendapat Pekerjaan Layak


Populasi Pak Oga kian banyak. Padahal mereka tak pernah bercita-cita menjadi Pak Oga. Lalu apa penyebabnya?


RIDWAN MARZUKI
URIP SUMIHARJO

Pada awalnya, menjadi Pak Oga bukanlah pilihan mereka. Seperti anak-anak pada umumnya saat masih sekolah, mereka juga bercita-cita menjadi orang yang sukses. Ada yang ingin menjadi dokter, polisi, tentara, guru, bahkan presiden. Tapi harapan sepertinya jauh panggang dari api. Cita-cita akhirnya mereka kubur karena keterbatasan.

Belum tamat di bangku sekolah dasar, mereka sudah harus banting tulang mencari duit. Pak Oga merupakan sebutan bagi mereka yang menawarkan jasa membantu penyeberangan bagi pengemudi atau pengendara di jalan-jalan raya.

Memang, dominan anak-anak yang jadi Pak Oga berasal dari keluarga yang kurang mampu. Jangankan untuk sekolah, untuk kebutuhan hidup sehari-haripun mereka kesulitan. Tak heran jika kebanyakan Pak Oga merupakan anak-anak yang putus sekolah. Jangankan sekolah di SMP, SD pun tak tamat. Rata-rata begitu.

Seperti dengan Hafid. Kini usianya 30 tahun. Sehari-hari ia menjadi Pak Oga di depan Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI), Jalan Urip Sumiharjo. Saban hari ia mangkal di tempat itu. Tujuannya tentu saja meraup rupiah dengan sedikit mengandalkan keberanian. Dikatakan begitu, karena menjadi Pak Oga terbilang beresiko. Pak Oga harus menyetop kendaraan yang datang dari arah lain agar kendaraan yang akan diseberangkan olehnya mendapat prioritas. Dengan mengandalkan sepotong kayu kecil, ia menghadang kendaraan yang datang dari arah lain.

Hafid mengaku jika profesi sebagai Pak Oga telah dijalaninya sejak belasan tahun silam. Pekerjaan ini digelutinya sejak masih anak-anak. Hafid menceritakan jika di UMI, ia tidak bekerja sendiri. Menjadi Pak Oga, lanjut dia, adalah pekerjaan satu tim. Ada beberapa orang yang harus ditemani kerja sama. Khusus untuk Hafid,timnya beranggotakan tujuh orang Pak Oga. Sebut saja namanya antara lain Herman, Tiar, Ipin, Sam, dan Ike. Ini dibentuk tim karena mekanisme kerja mereka juga menganut system rooling atau bergantian. Setiap tiga jam, ada dua atau tiga orang Pak Oga yang bertugas. Yang lainnya istirahat. Demikian pembagian tugas mereka setiap hari. Hasil pendapatan mereka selanjutnya dibagi rata dengan anggota tim yang bertugas.
Dalam sehari, lanjut Hafid, pendapatan mereka dikisaran Rp 15 ribu sampai Rp 50 ribu.

Penghasilan mereka tergantung banyaknya pengendara yang menyeberang dan mengupah jasa mereka. “Pendapatan tergantung banyaknya mahasiswa yang masuk kampus (UMI, red), Pak. Kalau banyak mahasiswa yang masuk kampus, biasanya agak lumayan juga kita dapat,” ungkap Hafid, Jumat, 9 April.

Kini Hafid telah memilki isteri dengan lima orang anak. Hasil dari profesi sebagai Pak Oga itulah yang dipakainya membiayai kebutuhan isteri dan anak-anaknya. Walaupun ia menyadari itu tak cukup, tetapi menurut Hafid, ia berusaha mencukupkan penghasilannya dengan jalan berhemat. Hingga kini, Hafid masih tinggal menumpang sama orang tuanya. Walaupun sebetelnya ia juga memiliki obsesi kelak bisa punya rumah sendiri.

Selain itu, Hafid juga mengaku sering dikejar oleh petugas. Tetapi, lanjutnya, ia dan teman-temannya tak mau kapok. Masalahnya tak ada keahlian lain yang mereka miliki. “Di sini tommi (jadi Pak Oga, red) pendapatan, Pak. Kelebihan Cuma ini. Cuma ini yang bisa kami kerjakan,” terang Hafid.

Hal senada juga diungkapkan Wawan dan timnnya. Wawan jadi Pak Oga di depan Kantor Gubernur Sulsel. Menurutnya, dengan pendidikan hanya sampai SD bahkan tak tamat, praktis tak ada keahlian yang mereka miliki. Apalagi jika pekerjaan itu membutuhkan ijazah, otomatis mereka tak memenuhi syarat. “Tetapi kami juga berharap bisa dipekerjakan, seperti cleaning service,” harap Wawan.

Para pak Oga ini juga menolak dikatakan sering membuat kemacetan atau biang kemacetan. Menurutnya, apa yang mereka lakukan sebetulnya untuk memperlancar arus lalu lintas. “Kami tidak bikin macet. Justru saat demo mahasiswa itu yang bikin macet. Malahan kita yang bantu Pak Polisi mengatur jalan,” terang Hafid.

Menurut para Pak Oga ini, mereka tak pernah memaksa pengendara untuk membayar jasa penyenberangan. “Dikasi atau tidak, disyukuri. Inilah penghasilan kita kasian,” kata Wawan. Mereka juga tidak pernah memasang tariff per sekali menyeberang. Semua tergantung keikhlasan pengemudi atau pengendara yang mereka seberangkan. Biasanya, berkisar antara Rp 500-Rp 10 ribu. (*)

Kamis, 08 April 2010

Disbudpar Bisa Kena Denda Rp 5 M




















Dok/FAJAR
HAK CIPTA. Yusuf Ahmad (tertunduk) dengan latar belakang sejumlah foto karyanya yang dibajak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulsel, Kamis, 8 April.






*Bajak Foto, Langgar HaKI


MAKASSAR -- Puluhan jurnalis foto yang tergabung dalam solidaritas pewarta foto jurnalis Makassar melakukan demonstrasi di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sulsel, Kamis, 8 April. Pengunjuk rasa menuntut klarifikasi pengambilan foto-foto karya Yusuf Ahmad oleh Disbudpar Sulsel. Pengambilan foto-foto tersebut dinilai melanggar Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Foto-foto Yusuf Ahmad di sejumlah brosur dan map milik Disbudpar. Pemuatan foto-foto tersebut tanpa meminta konfirmasi dan tidak seizin pemiliknya.

Unjuk rasa berlangsung di depan Kantor Disbudpar Sulsel, Jalan Sungai Saddang. Dalam nota keberatan yang dibacakan Jupriadi alias Upi Asmaradana, pengunjuk rasa mendesak Disbudpar Sulsel meminta maaf dan melakukan koreksi. Permintaan itu dideadline dua kali 24 jam.

Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Makassar, Abbas Sandji, mengatakan, pengambilan foto-foto karya jurnalis bisa memberikan citra buruk bagi Indonesia. Menurut dia, budaya bangsa Indonesia bisa dicap suka membajak.

Sekretaris Disbudpar Sulsel, Julianus B Saleh, yang menerima pengunjuk rasa menjelaskan, instansinya tidak tahu jika foto-foto yang dimuat dalam brosur-brosur itu milik Yusuf Ahmad.

"Itu di luar pengetahuan kami. Kami ambil dari pihak ketiga. Kami adalah user (pengguna, red)," dalih Julianus.

Apa yang dilakukan Disbudpar, lanjut Julianus, dalam rangka melakukan penguatan informasi dan promosi kepariwisataan Sulsel. Menurut dia, tujuannya hanya membuat upaya pencitraan kepada dunia tentang Sulsel. Julianus juga membenarkan klaim dari Yusuf Ahmad. "Klaim Yusuf Ahmad adalah sah," kata dia.

Kuasa hukum Yusuf Ahmad, Yusuf Haseng SH, menilai jika pemuatan foto-foto tanpa izin adalah pelanggaran. Hal itu dianggap melanggar hak atas kekayaan intelektual (HaKI). "Pelaku pencurian HaKI bisa dihukum tujuh tahun penjara atau denda Rp 5 miliar," terang Yusuf Haseng.

Ia menyayangkan karena pemerintah tidak menghargai HaKI. Padahal, lanjut Yusuf Haseng, undang-undang HaKI merupakan aturan yang berlaku secara internasional. UU HaKI yang ada di Indonesia merupakan adopsi dari UU HaKI internasional.

"Parahnya, foto-foto yang diambil, dibawa ke luar negeri," ungkap Yusuf Haseng.Yusuf Ahmad sendiri baru mengetahui jika foto-foto jurnalistiknya diambil beberapa hari yang lalu.

"Ada 19 yang didapatkan. Ada juga fotografer Tempo dua (foto, red), baru ditemukan hari ini," terang dia.

Para peserta aksi berasal dari organisasi Pewarta Foto Indonesia (PFI) Makassar, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar, dan Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi. (zuk)