Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Sabtu, 03 Maret 2012

Lingkar Study Rumput: Melacak Bangunan Tua Peninggalan Belanda di Makassar

Lingkar Study Rumput: Melacak Bangunan Tua Peninggalan Belanda di Makassar

Melacak Bangunan Tua Peninggalan Belanda di Makassar

Menjejak Sejarah Perkampungan Belanda di Makassar

MAKASSAR, FAJAR--Tatanan Makassar tidak terlepas dari peranan Belanda yang pernah tinggal selama 300-an tahun di kota ini. Cikal bakal kosntruksi modern Kota Makassar tidak bisa sepenuhnya dilepaskan dari peranan Belanda yang meletakkan dasar-dasar tata kota di Abad XIX dan XX.

Terlepas dari sejarah hitam Belanda yang pernah menjajah Indonesia, termasuk Makassar, namun jejak peninggalan gedung-gedung yang pernah dibangunnya, hingga kini beberapa di antaranya masih eksis, kendati ada yang telah mengalami pemugaran atau bahkan konstruksinya telah berubah. Namun tak sedikit pula di antara bangunan peninggalan Belanda tersebut yang telah dirubuhkan, sebagian besar pada masa orde baru.

Salah satu perkampungan Belanda di Makassar yang cukup terkenal adalah kawasan gedung MULO. MULO sendiri merupakan akronim Bahasa Belanda, yakni Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, yang berarti sekolah dasar tingkat lanjutan. Sekolah ini merupakan buatan Belanda yang diperuntukkan bagi anak-anak pribumi yang orang tuanya bekerja dan mengabdi bagi negara kincir tersebut.

"MULO itu sekolah Belanda setingkat SMP untuk pribumi yang orang tuanya mengabdi pada Belanda. Itu adalah sekolah modern saat itu dan kita beruntung bangunannya masih ada dan dipertahankan," ujar Staf Dokumentasi Publikasi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Sulsel, Sultra, dan Sulbar, Muh Natsir kepada penulis, Jumat, 2 Februari 2012.

MULO berdiri tak jauh dari Rumah Jabatan Gubernur Jenderal Belanda pada 1927. MULO dibangun lebih awal dibandingkan rumah jabatan tersebut. Dengan demikian, bangunan ini merupakan salah satu sekolah perintis yang ada di Makassar yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Dulu lokasi berdirinya MULO disebut Jalan Hospitalweg yang sekarang berubah menjadi Jalan Ratulangi. MULO kini ditempati oleh Dinas Kebudayaan Sulsel.

Sebelah selatan MULO, terdapat bangunan yang disebut Hamente Waterleiding atau tempat pengolahan air. Bangunan ini pula yang hingga kini dipakai oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar sebagai basis instalasi penampungan, penjernihan, dan pendistribusian air bersih kepada warga Kota Makassar.

Lokasinya berada di Jalan Ratulangi. Bangunannya terdiri atas beberapa bagian yang berfungsi sebagai kolam-kolam penampungan dan penjernihan. Setelah itu, air tersebut dialirkan ke rumah warga sejak dulu hingga kini. Terdapat sebuah menara yang hingga kini masih berdiri kokoh di bagian depan Kantor PDAM. Hamente Waterleiding didirikan Pemerintah Belanda pada 1920 atau lebih tua dari MULO dan rumah jabatan gubernur. Luas lahannya mencapai 51.240 hektare.

Agak ke selatan menuju ke timur, terdapat RS Jiwa pertama yang didirikan Belanda. Rumah sakit tersebut kini disebut RSJ Lanto Daeng Pasewang. Dulunya, rumah sakit ini hanya digunakan oleh Belanda untuk menampung orang-orang gila. Belanda menamakan rumah sakit ini dengan Krankzinning Gestricht. Barangkali, dari istilah inilah sehingga jika ada orang tak waras disebut orang sinting (dari kata krankzinning).

Berselang delapan tahun sejak pendirian MULO, di bagain utaranya, Rumah Jabatan Gubernur Jenderal Belanda, juga didirikan. Dalam Bahasa Belanda rujab ini disebut Gouverneur Woning. Lokasinya berada di Jalan Jenderal Sudirman. Sayang, pasca pembangunannya, hanya satu Gubernur Belanda yang pernah menempatinya, yakni Haze Winkelmen. Masuknya Jepang ke Indonesia membuat Belanda terdesak sehingga asetnya beralih tangan ke negara Sakura tersebut.

Gouverneur Woning selanjutya tetap difungsikan sama oleh Pemerintah Indonesia. Bangunan itu tetap dijadikan rujab Gubernur Sulsel. Setidaknya sudah dua kali Gouverneur Woning ini dipugar, yakni pada 1960 dan 1974 serta beberapa perbaikan kecil setelahnya. Di sekitar gedung yang dulu difungsikan sebagai Gouverneur Woning, merupakan pemukiman prajurit Belanda. Di sisi selatan agak ke barat, merupakan lahan luas yang digunakan sebagai taman, sekaligus tempat memelihara aneka jenis binatang. Hingga kini, masih terdapat rusa yang dilepas bebas di taman itu.

Selain itu, di bagian depan, yakni di bagian barat, dulu terdapat wisma. Wisma ini sering digunakan oleh tetamu tentara Belanda. Jika ada tamu yang datang, wisma ini salah satunya yang ditempati menginap. Di samping wisma tersebut, terdapat kantor Polisi Militer yang juga dibangun oleh Belanda. Bangunan ini merupakan Kantor Polisi Militer pertama di Makassar didirikan pada 1935. Hingga kini, fungsinya tetap sama dan merupakan aset negara.

"Di depan Governeur Woning yang sekarang Rujab Gubernur Sulsel, dulu ada wisma. Wisma itu pernah dipakai Ir Soekarno menginap pada 1945 dalam rangka memberikan pidato kemerdekaan," imbuh Natsir. Lokasi berdirinya wisma tersebut kini terdapat Rumah Makan Kaisar. Setelah pendudukan Jepang 1942, semua aset Pemerintah Belanda diambil alih.

Lalu kenapa kebanyakan gedung-gedung modern Belanda dibangun pada Abd XIX, bukankah mereka telah menguasai Makassar sejak pertengahan Abad XVII? Natsir menjelaskan, ketika masa awal kedatangan Belanda dalam bendera NICA (Netherlands-Indies Civil Administration), terutama setelah Perjanjian Bongaya 1967, Belanda masih memiliki rasa khawatir terhadap serangan pejuang-pejuang lokal yang tak menerima dan kecewa atas implementasi perjanjian yang dianggap sangat merugikan Kerajaan Gowa saat itu.

Karenanya, setelah menguasai Benteng Ujung Pandang yang kemudian namanya diubah menjadi Benteng Rotterdam, Belanda lalu membasiskan kegiatannya di benteng tersebut. Aktivitas pemerintahan Kolonial Belanda dipusatkan di dalam Benteng Roterdam. Selain sebagai basis pertahanan, Roterdam juga difungsikan sebagai tempat tinggal serta pusat pemerintahan dan perdagangan. Tempat tinggal lalu dibangun di dalam benteng termasuk melengkapinya dengan infrastruktur berupa jalanan di sekelilingnya, termasuk instalasi saluran air bersih.

Para petinggi Belanda tinggal di Benteng Rotterdam Abad XVII-XIX. Barulah pada awal akhir Abad XIX dan awal Abad XX, sejumlah tempat tinggal pejabat dan petinggi Belanda dibangun dan ditempatkan di luar Rotterdam. Perkantoran pun mulai dipindahkan ke luar Rotterdam, yakni di bagian timur, utara, dan selatan benteng. Bagian barat Rotterdam berhadapan langsung dengan laut. Pada masa itu, Belanda memang menitikberatkan pertahanan di laut. Mereka memiliki armada perang laut.

Rotterdam sendiri diambil alih oleh Belanda setelah kekalahan perang Kerajaan Gowa antara 1966-1967. Benteng ini didirikan oleh Kerajaan Gowa, saat Raja Tunipallangga Ulaweng, Raja Gowa X memerintah. Benteng ini didirikan pada 1545. Setelah diambil alih Belanda, Rotterdam lalu direkonstruksi. Setidaknya ada 11 bangunan di dalam benteng
dibangun saat itu, termasuk sebuah tempat ibadah.

Setelah pemerintahan dan militernya semakin kuat, Belanda lalu memberanikan diri membangun di luar benteng. Ekspansi kontsruksi diperluas. Pertengahan Abad XIX dan awal Abad XX, Belanda lalu membangun pelabuhan yang sekarang dikenal dengan pelabuhan Sukarno-Hatta, mendirikan bangunan melingkar dari Pasar Butung, Pasar Sentral, Karebosi, RS Pelamonia, hingga ke wilayah selatan Makassar.

"Pelamonia adalah rumah sakit tentara Belanda pertama," beber Natsir. Belanda juga lalu membangun lapangan tentara yang kini dikenal dengan nama Lapangan Hasanuddin. Pada awal dibuatnya, lapangan ini dijadikan sebagai  latihan tembak oleh tentara Belanda. Berderet-deret bangunan Belanda, rujab gubernur, MULO, sekolah Lamdukelleng, dan di Jalan Garuda yang sekarang milik TNI, dulu merupakan sekolah pelayaran pertama Belanda.

Di sekitar Rotterdam sendiri, pembangunan tak kalah maraknya. Salah satu gedung tertua di bagian utara benteng adalah Societeit de Harmonie yang sekarang menjadi tempat Dewan Kesenian Makassar, terletak di Jalan Prins Hwrid atau sekarang Jalan Riburane. Societeit de Harmonie diperuntukkan untuk menggelar pertunjukan resmi, pagelaran seni dan drama, serta tempat untuk menyambut dan menerima tamu-tamu penting Belanda. Gedung ini dibangun pada 1896.

Tak jauh dari Societeit de Harmonie, ke arah barat, terdapat kediaman Residen Gubernur di Jalan Hoogepad atau sekarang dikenal Jalan Ahmad Yani. Kini eks kediaman Residen Gubernur itu menjadi Kantor Polrestabes Makassar. Tak jauh dari Societeit de Harmonie pula, di bagian selatan agak ke barat, terdapat kantor gouverneur yang sekarang menjadi Kantor Wali Kota Makassar. Didirikan pada 1939 sebagai Kantor Gubernur Gros Oost atau Timur Besar.

Pusat pemerintahan Belanda Indonesia Timur memang berada di Makassar. Di bagian selatan Kantor Gubernur Gros Oost, terdapat bangunan Geementehuis sejenis Kantor Wali Kota. Para eksekutif kota berkantor di gedung yang kini menjadi Museum Kota Makassar tersebut, didirikan pada 1918.

Bangunan yang relatif baru adalah rumah jabatan Wali Kota Makassar di Jalan Penghibur yang didirikan juga tak jauh dari Benteng Rotterdam. Bangunan ini didirikan 1950 saat masa pendudukan kembali Belanda terhadap Indonesia.

Di Jalan Julianaweg (sekarang Jalan Kartini), pada 1915, Belanda mendirikan Raad Van Justitia atau kantor pengadilan. Bangunannya kini dijadikan Kantor Pengadilan Negeri Makassar. Dulunya, terdapat dua bagian di pengadilan ini, yakni Raad Van Justitia untuk mengadili orang China, Eropa, dan Bangsawan, dan Landraad sebagai pengadilan bagi pribumi.

Di Karebosi bagian timur, dikenal dengan perkampungan Bone. Ini terjadi karena Aru Palakka, Raja Bone, tinggal di Benteng Vredeburg, sebagai pemberian dari Pemerintah Belanda. Benteng ini diduga terhubung langsung dengan Rotterdam via terwongan. Namun ada juga yang meragukannya, kendati ada eks terowongan di bagian belakang Rotterdam. "Di foto yang kita temukan, dulu ada jalanan di bagian belakang Rotterdam. Jadi tidak bisa dipastikan jika akses yang menghubungkan Rotterdam dan Veredenburg adalah terowongan," ujar Natsir. (***)