Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Jumat, 02 April 2010

Mahasiswa Terbelah












*Sikapi Pembatalan UU BHP


MAKASSAR—Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) masih menyimpan keraguan bagi mahasiswa. Respons berbeda pun ditunjukkan para civitas akademika di Makassar ini.

Ada yang menyambut positif keputusan tersebut. Tetapi tidak sedikit yang pesimis.

Presidium Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Pahmuddin, salah satu di antaranya. Ia mengaku masih ragu dengan keputusan tersebut.

Ia beranggapan, pembatalan tersebut tidak berarti apa-apa. Sebab, tidak ada yang substantif dari keputusan tersebut.
"Intinya pendidikan belum dinikmati merata seluruh masyarakat," terang Pahmuddin, Jumat, 2 April.

Ia juga mensinyalir, keputusan MK tersebut hanya sekadar mengalihkan isu kasus Century. "Bisa jadi pemerintah menjadikan keputusan ini sebagai barter dengan aksi-aksi yang selama ini dilakukan mahasiswa terkait Century dan kasus penggelapan pajak," tegas dia.

Presidium BEM Universitas Negeri Makassar (UNM), Ocha Labusab, mengaku berterima kasih terhadap keputusan tersebut. Tetapi, ia mencurigai jika pemerintah, khususnya badan perumus UU BHP akan melakukan kajian terhadap UU tersebut .
"Tetapi apapun yang menjadi konsepsi pemerintah, UU BHP dan sejenisnya tak boleh hadir di Indonesia," terang Ocha.

Hal senada dikemukakan mantan Ketua BEM Fakultas Ekonomi (FE) Unhas, Adiyatma Arifin. Ia merasa bersukur dengan keputusan MK tersebut. Apa yang diperjuangkan mahasiswa dan masyarakat sudah tercapai.

"Alhamdulillah, MK sudah membatalkan," kata dia.
Tetapi ia menilai pemerintah tidak menunjukkan reaksi yang positif.

"Pihak pemerintah masih menganggap perlunya otonomisasi terhadap lembaga perguruan tinggi. Katanya akan ada pengajuan draft (UU BHP, red) yang baru," terang Adiyatma.

Selain mahasiswa dari perguruan tinggi negeri (PTN), keputusan MK juga mendapat respon dari mahasiswa perguruan tinggi swasta.

Dayat, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) menegaskan, keputusan MK tersebut bukan solusi. Ia beranggapan, UU BHP lahir dari Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003.

"Mestinya UU Sikdiknas Tahun 2003 juga dicabut," terang Dayat.
Saat ini, lanjutnya, ia bersama teman-temannya sedang mengkaji hasil keputusan MK tersebut.

Sementara itu, caretaker Presidium BEM Universitas Indonesia Timur (UIT), Ismail juga menyambut baik keputusan itu. "Kami berterima kasih kepada MK karena itu adalah keputusan yang baik," kata dia.

Senada dengan itu, Presidium BEM Universitas Islam Makasar (UIM), Herwin Tandirerung menilai, langkah MK sudah sangat tepat. "Sebab UU BHP itu justru akan mempersulit pendidikan," pungkasnya. (zuk)

Mencicipi Masakan Khas Ambon dan Manado








Dok.FAJAR

PAPEDA. Salah seorang pengunjung Warung Nusa Ina di Jalan Perintis Kemerdekaan sedang mencicipi masakan papeda.



Mau Bubur atau Papeda


SUDAH coba papeda? Tak perlu jauh-jauh ke Ambon. Di Makassar juga sudah tersedia.

RIDWAN MARZUKI
Makassar

SETIAP daerah punya masakan khas sendiri. Tak terkecuali Ambon dan Manado.

Tak hanya jenisnya, cita rasa masakan sudah tentu spesifik. Masakan khas yang beragam tentu bisa menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.

Cita rasa masakan tersebut merupakan warisan turun-temurun. Hingga kini, masakan itu masih bisa dinikmati, tanpa harus datang ke daerah asal makanan tersebut.
Contohnya masakan khas Manado, Ambon, Padang, Betawi, dan masakan khas lainnya. Dari Ambon, masakan khas yang paling terkenal disebut papeda.
Papeda adalah makanan yang memiliki rasa khusus yang berbahan dasar sagu. Sekilas memang hampir mirip dengan kapurung, masakan khas Palopo yang juga terbuat dari bahan dasar sagu.

Tapi jangan salah. Sebab, rasa, cara membuat, dan rempah-rempah tambahannya serta cara makannya juga beda.

Papeda dimasak tanpa campuran sayur. Caranya, sagu dicampur air lalu dimasak sambil diaduk terus-menerus sampai matang. Setelah itu, dituang ke dalam medium yang sebelumnya telah diisi kuah ikan. Kuah ikan tersebut tidak boleh ikan sembarangan. Yang kerap dipakai adalah ikan kakap, tuna, lamuru, dan cakalang.

Kuah ikan sendiri berwarna kuning karena campuran dari berbagai bumbu. Seperti bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, kemiri, kenari dan cabe merah.
Selain itu ada daun salam, sereh, daun kemangi dan tomat. Juga memakai garam, gula, dan cabe rawit utuh.

Memasak papeda juga mesti punya keahlian tersendiri. Harus memperhatikan kadar air dan banyaknya sagu. Terlalu banyak airnya bisa mengakibatkan papeda terlalu lembek. Demikian pula sebaliknya, kurang airnya, papeda dipastikan terlalu kental.

Cara menyantap papeda terbilang unik. Begitu papeda telah dituangkan ke dalam piring, maka tidak diperkenankan menggunakan sendok dan sejenisnya. Menyantapnya dengan cara langsung dihirup alias disedot dari piring.

Bagi pencinta masakan khas Ambon, Papeda bisa ditemukan di Warung Nusa Ina milik Hj Wati dan Dedi. Tempatnya di Jalan Perintis Kemerdekaan, di depan Kampus Universitas Islam Makassar (UIM). Hanya saja khusus untuk menu ini, hanya disediakan di hari Minggu. Hari-hari lain tidak.

Menurut Dedi, walaupun warungnya bercita rasa Ambon, tetapi pengunjungnya bukan cuma orang Ambon. Walaupun memang dominan orang Ambon datang. "80 persen pengunjung yang datang adalah orang Ambon," terang Dedi, Kamis, 1 April.

Salah satu pengunjung tetapnya bernama Asdar (24). Ia mengaku berselera dengan makanan Ambon. "Di sini lauknya lebih enak. Ada rasa khasnya dibanding yang ada di Makassar," kata Asdar.

Selain papeda, aneka jenis masakan khas Ambon lainnya bisa didapatkan di warung ini. Misalnya, masakan colo-colo. Colo-colo merupakan masakan khusus yang terbuat dari beberapa jenis rempah. Selanjutnya dipasangkan dengan aneka ikan bakar.

Adapula lauk khusus yang disebut ikan tuna masak kayu. Disebut begitu, karena proses masaknya dicampur dengan kayu manis yang telah dihaluskan. Tidak lupa dicampur dengan berbagai bumbu, seperti lengkuas, kelapa sangrai, jintan, ketumbar, dan serei.

Lauk ini sangat cocok berpasangan dengan nasi kuning ala Ambon. Harga per porsi cukup terjangkau. Mulai dari Rp 7.000 hingga Rp 10.000-an.

Bagi penikmat masakan Manado juga ada tempat khusus. Ada Warung Woku-woku di Jalan Hertasning, di samping Rumah Sakit Grestelina. Warung ini menyediakan berbagai masakan khas Manado. Seperti masakan ikan woku, bubur manado, dan binte biluhunta. Ada juga sayur pakis bunga pepaya. Hj Nuraini, pemilik warung tersebut mengaku sayur pakis bunga pepaya berkhasiat sebagai obat, yaitu mengobati malaria. "Makanya orang Irian suka makan yang ini," kata Nuraini.

Cara membuat sayur tersebut tidak rumit. Sayur pakis cukup ditumis, lalu dicampur dengan bunga pepaya. Sayur ini, lanjut Nuraini, cocok dimakan dengan nasi putih panas ditambah dengan lauk ikan woku.

Masakan ikan woku khusus menggunakan ikan kakap, mas, atau sunu. Caranya, ikan dimasak bersama campuran bumbu seperti bawang merah, bawang putih, lombok besar, jahe, kemiri, kunyit, daun pandan, daun jeruk, dan daun kemangi. Semua bumbu dan bahan kecuali ikan, dihaluskan lalu ditumis.

Setelah itu, ikannya dimasukkan. Yang istimewa dari masakan ini adalah aroma kemiri yang membuatnya begitu gurih.

Lauk lainnya yaitu ikan Masak Dabu-dabu. Lauk ini dibuat bukan dari sembarang ikan. Biasanya menggunakan ikan sunu, kakap, dan mas. Caranya ikan dimasak dengan rempah tertentu. Setelah itu, dibuatkan bumbu khusus yang terbuat dari lombok kecil, tomat, dan bawang merah dicampur air perasan jeruk nipis.

Binte Biluhunta merupakan bubur yang terbuat dari jagung muda. Caranya, jagung direbus sampai masak, lalu dicampur dengan ikan, tomat, daun bawang, lombok, dan jeruk nipis.

Terakhir, ditaburi bawang goreng sebelum disajikan. Masakan ini, kata Nuraini, cocok dimakan pagi hari dan saat musim hujan atau cuaca dingin. Harga per porsi mulai Rp 10.000 hingga Rp 20.000. (*)