Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Kamis, 24 Januari 2013

Pohon Jangan Hanya Ditanam Lantas Diabaikan

 Hijaukan Kembali Bantaran Sungai

BANYAKNYA pohon yang mati karena tak terawat khususnya yang berada di bantaran sungai dan kanal, ditanggapi serius oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Pemerintah diimbau memperhatikan pohon-pohon yang ada di bantaran karena memiliki banyak fungsi yang siginifikan.

Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulsel, Zulkarnain Yusuf, mengatakan, salah satu fungsi mendasar pohon-pohon di bantaran sungai adalah mencegah terjadinya abrasi. Selain itu, manfaat lainnya, yakni sebagai medium yang berfungsi mereduksi polusi udara, khususnya gas karbon (CO2).

"Fungsi utamanya dalam kota adalah sebagai area resapan," ujar Zulkarnain kepada penulis, Kamis, 24 Januari.

Ia menegaskan, saat musim hujan, drainase tak akan mampu menampung keseluruhan air hujan, terutama saat intensitas curahannya di atas rata-rata. Kawasan resapan inilah yang berfungsi untuk menampung sebagian air hujan agar tidak langsung masuk ke drainase lantas dialirkan ke laut. Makanya, semakin minim area resapan, maka potensi banjir juga akan semakin tinggi.

Zulkarnain juga menyoroti banyaknya program reboisasi di bantaran sungai dan kanal, mulai hulu hingga hilir, yang terkesan hanya proyektif. Artinya, pohon-pohon tersebut lebih banyak ditanam dahulu lantas ditinggalkan. Justru karena cara pemeliharaan yang demikian, tingkat kesuksesan penanaman pohon di bantaran sungai dan kanal, banyak yang gagal.

Data yang dikumpulkan Walhi terkait penanaman pohon alias proyek penghijauan, tingkat tertinggi keberhasilannya hanya 20 persen. Artinya, 80 persen lebih banyak yang gagal. Hal inilah yang mestinya menjadi bahan evaluasi jika memang ingin serius menata lingkungan untuk menciptakan kawasan-kawasan hijau yang baru.

"Lebih banyak memperhatikan soal penanaman, namun tidak dipikirkan pemeliharaannya," imbuhnya.

Untuk menghijaukan bantaran sungai dan kanal, lanjut dia, maka mau tidak mau, partisipasi semua pihak dibutuhkan. Karena hal ini membutuhkan keterlibatan masyarakat, maka pemerintah diharapkan bisa memanfaatkan masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai dan kanal.

Pemerintah diimbau untuk memberikan kompensasi bagi warga yang bermukim di sekitar sungai dan kanal. Mereka tak mesti diberi sesuatu yang berbentuk uang, namun bisa dalam bentuk lain dalam rangka mendorong partisipasi mereka dalam memelihara pohon-pohon yang telah ditanam.

Anggota Komisi D DPRD Makassar, Stefanus Swardy Hiong, mengungkapkan, fungsi pepohonan dalam kota, memang sangat signifikan dibutuhkan, terutama untuk menetralisasi polutan-polutan udara. Selain itu, oksigen (O2) dihasilkan oleh pepohonan sehingga sangat perlu perawatan dan perluasan areanya.

Jangan Timbun Danau

BANJIR yang melanda Kota Makassar pada akhir Desember 2012-awal Januari 2013, salah satunya disebabkan karena kurangnya danau penampung air hujan. Ke depan, potensi banjir akan semakin riskan jika tidak ada penambahan danau buatan.

Anggota Fraksi PAN DPRD Makassar, Hamzah Hamid, mengatakan, salah satu danau yang berperan vital sebagai salah satu pemecah konsentrasi banjir di Kota Makassar adalah Danau Balang Tonjong yang terletak di Antang, Kecamatan Manggala. Ia menolak jika ada investor yang masuk namun justru menimbunnya.

"Jika itu ditimbun, maka Makassar akan menjadi Jakarta ke dua," ujar Hamzah kepada penulis, kemarin. Menurutnya, banjir yang baru saja melanda Makassar, seharusnya dijadikan pelajaran bahwa sarana penampungan air hujan dibutuhkan mengingat sistem drainase belum begitu maksimal berfungsi.

Persoalan utamanya, selain karena saluran drainase tak terintegrasi dan banyak terjadi sedimentasi, juga karena wilayah penyerap air hujan yang semakin terdesak dan berkurang drastis. Oleh karena itu, Hamzah menegaskan perlunya memproteksi Danau Balang Tonjong dari penimbunan dengan alasan apa pun.

"Apalagi Balang Tonjong itu tanah adat, tidak boleh ada aktivitas penimbunan di sana," imbuh anggota Komisi D DPRD Makassar tersebut.

Sebelumnya, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Eksekutif Daerah Walhi Sulsel, Ismar Hamid, mengungkapkan adanya ancaman banjir berkelanjutan di masa datang jika Pemerintah Kota Makassar semakin menekan daerah resapan apalagi menghilangkan fungsi Balang Tonjong sebagai danau penampung air hujan.

Jika Balang Tonjong ditimbun, maka konsekuensinya, area penampungan air hujan, terutama ketika musim hujan bercurah tinggi, maka ruang untuk penampungannya akan semkain sempit. Hal inilah yang akan memperparah banjir, khsususnya di kawasan Antang.

Bagi Walhi Sulsel, selain kawasan resapan air yang perlu diperbanyak, sejatinya danau buatan juga ditingkatkan, bukan malah mengurangi yang sudah ada. Investor bisa saja masuk, namun tak boleh sama sekali menganggu fungsi Balang Tonjong yang selama ini berperan sebagai penampungan air hujan.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Makassar, Zaenal Beta, mengatakan, penimbunan tidak boleh dilakukan hingga ke dalam danau. Seharusnya yang boleh ditimbun hanya yang masuk perluasan kawasan pasar tradisional Antang.

(***)

Makassar dan Inkonsistensi Penerapan Aturan Daerah

Pemkot Banyak Abaikan Aturan Daerah

MAKASSAR--Pemerintah Kota Makassar dinilai banyak mengabaikan aturan daerah baik yang dibuat oleh dewan, maupun yang dibuatnya sendiri. Beberapa aturan daerah baik peraturan daerah (perda) maupun peraturan wali kota, banyak yang tidak ditegakkan.

Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Makassar, Abd Wahab Tahir, mengatakan, seluruh perda yang dihasilkan dewan, penegakannya harus dilakukan oleh pemkot. Dewan, kata dia, bukan lembaga yang secara prosedural diharuskan menegakkannya. Pemkotlah yang memegang wewenang penindakan.

"Karena fungsi penindakan ada di pemkot, maka otomatis jika terjadi ketidakmampuan penerapan perda, tentu kesalahan penuh diserahkan kepada pemkot," ujar Wahab penulis.

Menurut Wahab, pemkot memiliki seluruh infrastruktur dalam penegakan aturan-aturan daerah, termasuk semua sumber daya pendukungnya. Namun yang terjadi, kendati sudah banyak aturan yang dibuat, namun penerapannya di lapangan sangat lemah. Dewan masih menjumpai sejumlah aturan yang dilanggar di dalam masyarakat.

Banyaknya aturan yang seolah-olah hanya menjadi pajangan tersebut, tandas Wahab, juga menjadi keprihatinan anggota dewan. Karena itu, dalam beberapa kesempatan, DPRD Makassar mengeluarkan rekomendasi perlunya penegakan aturan tersebut. Bahkan, secara teknis, semua komisi di DPRD pernah mengeluarkan rekomendasi, namun tak kunjung ditegakkan oleh pemkot.

"Hasil analisis kami di DPRD Makassar, penyebab banyaknya aturan yang tidak berjalan, itu karena pemkot yang tidak begitu tegas untuk menegakkannya," imbuh anggota Komisi B DPRD Makassar tersebut.

Ia menduga keengganan pemkot menegakkan aturan tersebut karena adanya unsur ketakutan menerima konsekuensi balik. Ia mencontohkan, peraturan wali kota mengenai larangan bentor beroperasi di ruas jalan utama, justru tak diindahkan. Di jalan-jalan kota, bentor sudah menjadi pemandangan yang lumrah, padahal wali kota sudah membuat aturan area kebolehan operasionalnya.

Selain itu, perda tentang persampahan, dimana salah satu poinnya adalah pemberlakuan denda Rp5 juta atau kurungan maksimal tiga bulan bagi yang membuang sampah sembarang tempat, justru tak pernah diterapkan sama sekali. Tak sekali pun ada warga yang membuang sampah dihukum dengan menggunakan perda ini.

"Dalam sejarahnya, tidak pernah ada warga masyarakat yang dikenai sanksi seperti itu. Padahal faktanya, kota ini dikerumuni oleh sampah. Orang seenaknya membuang sampah," imbuh Wahab.

Wahab juga melihat kelemahan pemkot yang tidak bisa memberikan contoh kepada masyarakat. Masih banyak produk hukum yang dibuat, tidak diimplementasikan. Apalagi, kata dia, hampir seluruh rekomendasi dewan, justru tidak diindahkan.

Karena kondisi itu, Wahab justru menantang rekan-rekannya di DPRD Makassar untuk mengambil sikap politik terkait banyak rekomendasi mereka yang tak dijalankan oleh pemkot. Menurutnya, seharusnya dewan bersatu untuk mengingatkan pemkot terkait rekomendasi mereka yang tak dijalankan. Padahal, rekomendasi yang dilahirkan biasanya melalui proses pembahasan yang lama.

Anggota Fraksi Persatuan Nurani, HM Yunus, juga mengomentari banyaknya aturan daerah yang tak ditegakkan. Menurutnya, khusus untuk perrda, dewan hanya membahas dan mengesahkannya. Tugas mereka hanya sampai di situ. Jika ada masalah teknis lapangan, biasanya dewan hanya membuat rekomendasi agar pemkot mengambil langkah taktis.

"Pemkotklah yang menegakkan aturan itu. Banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan," ujar Yunus. Anggota Komisi C ini mengatakan, sebaiknya pemkot membenahi mekanisme penegakan aturan supaya aturan-aturan yang ada tidak sekadar pelengkap perpustakaan.

(***)

Barzanji dan Budaya Makassar

Barzanji dan Maulid, Simbol Kecintaan Pada Rasulullah


TERLEPAS dari perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait hukum membaca barzanji, namun jika merujuk histori, maka kitab ini lahir dari semangat untuk menumbuhkan kecintaan kepada Nabi dan Rasul Allah, Muhammad Saw.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, barzanji diartikan sebagai bacaan puji-pujian yangg berisi riwayat Nabi Muhammad Saw dan secara khusus sering dibacakan pada perayaan Maulid (peringatan Hari Lahir Nabi Muhammad). Kitab barzanji mulai dikenal karena dulu pernah digelar sayembara penulisan sejarah kerasulan.

Berzanji diambil dari nama pengarangnya yaitu Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim kelahiran Medinah pada 1690 dan meninggal tahun 1766. Barzanji sendiri berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan yang bernama Barzinj.

Dalam sejarah, awalnya kitab ini dikenal dengan judul Iqd al-Jawahir yang berarti kalung permata. Kitab ini disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw. Namun dalam perjalanannya, kitab ini lebih banyak disebut dengan menggunakan nama penulisnya.

Akademisi Universitas Muslim Indonesia (UMI), Dr HM Arfah Shidiq MA, mengatakan, barzanji merupakan kitab sejarah yang posisinya tidak sama dengan Alquran atau hadis nabi.
Barzanji mengisahkan kehidupan Nabi Muhammad, baik keluarga, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul.

"Kenapa banyak umat Islam membacanya, karena di dalamnya banyak salawat (doa keselamatan atas Nabi Muhammad, red)," ujar Arfah kepada penulis.

Arfah mengatakan, dalam suatu riwayat hadis disebutkan bahwa siapa yang bersalawat kepada Nabi Muhammad satu kali, maka Allah juga akan bersalawat 10 kali kepadanya. Selain itu, jika ada umat Islam yang mendengar nama Rasulullah disebut lantas tidak bersalawat, maka ia masuk kategori kikir.

Atas alasan ini sehingga barzanji terus dilestarikan di tengah-tengah masyarakat. Malah sebagian diakulturasi dengan kebudayaan lokal untuk menegaskan kecintaan terhadap Rasulullah. Barazanji ini pula yang mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.

"Jadi barzanji itu sama dengan kitab-kitab sejarah lainnya. Bedanya, ini khusus sejarah tentang Rasulullah," imbuh pria yang juga pengurus NU Sulsel ini.

Menurutnya, membaca sejarah tak harus disebut perbuatan bidah. Arfah dengan tegas menolaknya bahwa barzanji disamakan dengan bidah. Alasannya, membaca sejarah tidak boleh dihakimi seperti itu, bahkan sejarah tokoh-tokoh dunia pun boleh dibaca.

Ia mengatakan, barzanji sudah mulai dimasyarakatkan. Kitab ini sudah mulai ditransliterasi ke dalam berbagai bahasa, termasuk Bahasa Indonesia, bahkan bahasa daerah. Namun Arfah juga menyayangkan jika ada sebagian orang Islam yang menggap membaca barzanji hukumnya wajib. Menurutnya, keyakinan seperti itu sudah keliru.

Barzanji dihadirkan dalam beberapa kegiatan kebudayaan, misalnya pesta pernikahan, maulid, dan sebagainya, hanya untuk mengisi acara itu dengan kegiatan yang lebih bermanfaat. Lebih baik membaca barzanji ketimbang hanya cerita-cerita biasa yang tiada guna.

Khusus untuk maulid yang kerap digelar dalam bentuk acara, menurut Arfah, hal itu juga bukan masalah, kendati ulama memang berbeda pendapat. Namun menurutnya, maulid bukanlah ibadah mahdah (wajib), sehingga tak ada masalah digelar sepanjang akidah tetap murni kepada Allah. Waktu peringatan maulid juga tidak harus di hari yang sama, yakni 12 Rabiul Awal, alias bisa kapan saja.

Sementara itu, akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Prof Dr Ali Parman MA, mengatakan, barzanji merupakan nama orang yang membuat kitab yang bercerita tentang perjuangan Rasulullah Saw. Di Indonesia, barzanji ini lantas dijadikan tradisi, misalnya ketika ada acara pengantin.

Menurutnya, begitu banyak orang tua yang hapal kitab barzanji. Sepanjang hanya untuk dibaca sebagai bahan refleksi perjuangan Rasulullah serta untuk menambah pengetahuan, maka barzanji justru sangat bagus dibaca.
"Sebenarnya isinya bagus. Hanya kalau dibawa ke ritual-ritual, itu yang bisa salah sasaran," katanya.

Terkait peringatan maulid di Takalar (Maudu Lompoa ri Cikoang), menurut Ali Parman, sebetulnya tak ada masalah andai keyakinan dan akidah yang melakukannya lurus dan murni untuk Allah Swt. Sayang, justru ada keyakinan yang menyebutkan bahwa lebih penting maulid ketimbang salat.

"Masalahnya sudah dijadikan teologi. Ada keyakinan yang mengatakan, biar tidak salat, yang penting ma'maudu, maka masuk juga surga. Ini yang tidak benar," imbuh Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar ini.

Kalau sekadar dibaca, maka barzanji justru tidak ada masalah karena itu hanya sebuah buku sejarah. Sepanjang niat untuk belajar, maka itu dibolehkan membacanya. Yang salah jika sudah ada keyakinan lain ketika membacanya. Tidak boleh begitu mengidolakan penulisnya, Barzanji, lantas kitabnya dijadikan aliran teologi.

  (***)


Rabu, 23 Januari 2013

Selamatkan Pohon Kita

Penghijauan Bantaran Sungai Terbengkalai

MAKASSAR--Program penghijauan yang dilakukan pemerintah, khususnya yang berada di sepanjang bantaran sungai atau kanal, terkesan terbengkalai. Banyak pohon yang baru ditanam, namun lebih banyak yang mati karena tak terawat.

Aktivis dan pencinta lingkungan, Mustam Arif, mengatakan, sejauh ini, pohon-pohon yang ditanam karena suatu program, lebih banyak terbengkalai karena begitu selesai ditanam, maka tak ada perawatan lanjutan yang dilakukan. Pemerintah tak pernah menunjuk secara khusus instansi yang bertugas mengurusi masalah pohon-pohon yang telah ditanam tersebut.

"Program penghijauan yang dilakukan pemerintah itu tidak memiliki perencanaan komprehensif," ujar Mustam, Rabu, 23 Januari.

Menurut dia, jika telah selesai ditanam, pohon-pohon tersebut lantas ditinggalkan. Persoalan apakah itu akan tumbuh dengan baik atau tidak, tidak lagi dipedulikan. Padahal, menanam pohon ibarat memelihara manusia yang harus dirawat agar bisa tumbuh besar dan mandiri.

"Ukuran keberhasilan dilihat dari berapa banyak pohon yang ditanam, bukan berapa banyak pohon yang tumbuh besar," sindir direktur majalah lingkungan, Jurnal Celebes ini.

Khusus di bantaran sungai, kata dia, nasibnya tak jauh beda dengan pohon-pohon lainnya yang ditaman karena program penghijauan. Kendati memang ada yang tumbuh, namun tak sedikit yang mati. Bahkan ada yang beberapa kali ditanami namun terus mati disebabkan tidak adanya perawatan.

Pemerintah, lanjut dia, khususnya Pemerintah Kota Makassar yang sedang membutuhkan kawasan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 20 persen lagi dari total 30 persen yang dipersyaratkan oleh regulasi, sebetulnya bisa memanfaatkan pihak-pihak tertentu sebagai institusi partership dalam mendorong penghijauan yang efektif.

Oleh karena itu, lanjut Mustam, jika memang ingin serius membenahi RTH, maka perlu membentuk satu bagian khusus yang bertugas memelihara pohon-pohon yang telah ditanam. Jika itu tak mampu dilakukan, maka pemkot bisa menggunakan jasa pihak ketiga yang teknisnya bisa dibuatkan kesepatakan atau Memorandum of Understanding (MoU).

Sejauh ini, Dinas Pertamanan Kota Makassar, dinilainya tidak begitu maksimal dalam hal pemeliharaan pohon. Buktinya, pohon-pohon yang telah ditanam di bantaran sungai atau kanal, sejauh ini tak ada yang rawat melainkan haya ditanam lantas dibiarkan tumbuh sendiri.

"Dinas Pertamanan kesannya bukan melakukan pemeliharaan, namun justru hanya melakukan pemangkasan pohon-pohon besar. Yang dipikirkan, kira-kira berapa pohon yang bisa dipangkas, bukan kira-kira berapa pohon yang harus dipelihara," urai Mustam.

Sejalan dengan Mustam, anggota Komisi D DPRD Makassar, Stefanus Swardy Hiong, mengatakan, RTH di Kota Makassar memang minim karena tidak ada upaya maksimal yang dilakukan oleh pemkot. Kendati banyak diskusi yang digelar seolah-olah fokus pada pengembangan kawasan RTH, tetapi faktanya banyak fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) banyak yang hilang.

"Pemerintah tidak serius mengurusi fasum yang harusnya bisa dihijaukan, malah dilepas dan dibanguni oleh pihak lain. Jadi pemerintah itu kontraproduktif dan masyarakat tidak punya pegangan," ujar anggota Fraksi Makassar Bersatu tersebut. (***)

Adipura dan Ekpektasi Makassar

Pemkot Tak Fokus Benahi Lingkungan


MAKASSAR--Pemerintah Kota Makassar dinilai kurang serius dalam melakukan penataan lingkungan. Banyak masalah lingkungan yang seharusnya sudah diselesaikan, justru terkesan dibiarkan berlarut-larut. Hal ini yang menyebabkan Piala Adipura tak pernah lagi didapatkan Kota Makassar.

Anggota Fraksi Makassar Bersatu DPRD Makassar, Rahman, mengatakan, seharusnya kegagalan Makassar meraih Piala Adipura, sudah diketahui penyebabnya. Dengan begitu, masalah tersebut idealnya juga telah diselesaikan. Sayang, selama 15 tahun, Makassar tak pernah lagi mendapatkan Piala Adipura.

"Instansi-instansi terkait seharus bertanggung jawab karena pasti mereka sudah tahu apa saja yang harus dibenahi akibat kegagalan itu," ujar Rahman di ruang kerjanya Kantor DPRD Makassar, Senin, 22 Januari.

Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi persoalan utama sehingga Makassar selalu gagal mendapatkan Piala Adipura, di antaranya pengelolaan sampah, pasar tradisional, dan kanal atau drainase.

Penanganan sampah di Kota Makassar, masih jauh dari ideal. Masih banyak tempat yang sampahnya berserakan, bahkan saluran drainase dan kanal yang mestinya untuk menampung air, justru banyak digunakan untuk membuang sampah. Kendati masyarakat terlibat di dalamnya, namun pemerintah kota harus tegas.

"Ini bukan persoalan baru, jika memang ada keseriusan mendapatkan Piala Adipura, maka seharusnya instansi terkait fokus ke sana. Sampah misalnya, seharusnya sudah ada solusi, karena sejauh ini tidak pernah tuntas," ujar Rahman.

Karena tak adanya upaya serius tersebut, makanya jika ada penilian bahwa instansi terkait cenderung apatis, maka itu tak bisa disalahkan. Persoalan kesemrawutan pasar tradisional juga menyumbang rendahnya poin Makassar dalam penilaian Adipura. Pasar tradisional semkin jorok karena dari awal tidak ada penanganan yang efektif. Malah saat ini sudah mengambil badan jalan.
"Yang perlu dilakukan, galakkan sosiasliasi kebersihan. Infrastruktur juga harus dibenahi. Sadarkan masyarakat," tandas Rahman.

Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Makassar, Nelson Marnanse Kamisi, mengatakan, Piala Adipura memiliki banyak aspek yang dinilai. Menurutnya, tim di pemkot Makassar ini tidak diketahui apakah bekerja atau tidak dalam menutupi celah-celah sehingga Piala Adipura tak pernah lagi didapatkan sejak 1997.

"Kan ada poin yang direkomendasikan dan harus diperbaiki. Seharusnya itu yang dikerjakan. Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam menjaga kebersihan itu juga masih rendah," ujarnya.

Ia mengatakan, sejauh ini sampah masih banyak berserakan dan bahkan di pasar-pasar tradisional menimbulkan kesaan tidak tertarur. Ia mengatakan, seharusnya ada penindakan bagi mereka yang membuang sampah sembarangan. Makanya, untuk hal itu, Satpol PP diminta menegakkan perda tentang kebersihan.

"Kalau Satpol PP hanya di kantor terus, tidak akan selesai. Kalau anggaran operasionalnya kurang, minta anggaran supaya saat pembahasan di dewan kita pertimbangkan," ujar Nelson.

Nelson melihat salah satu pemicu gagalnya Kota Makassar meraih Adipura adalah masalah drainase yang selain karena pendangkalan juga karena tidak terkoneksi. Di sisi lain, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), juga masih belum begitu memenuhi standar.

Selanjutnya, Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang juga menjadi salah satu penilaian, terkesan semakin menurun. Kebijakan pemerintah sangat penting untuk hal ini, terutama penegakan aturan bahwa setiap penerbitan IMB harus menyediakan 20 persen untuk RTH.

"Berikan kesadaran kesehatan lingkungan terhadap masyarakat. Lalu kuncinya adalah ciptakan Adipura dalam diri masing-masing," tandasnya. (***)

Memdamaikan Sunni dan Syiah

Bukan Saatnya Menonjolkan Perbedaan


Advisor to the President of the Republic of Iran for Ahlussunnah wal-Jamaah (Penasihat Presiden Iran untuk Ahlusunnah wal-Jamaah), Syeikh Maulawi Ishaq Madani, mengatakan, di sebagian negara Islam, kerap ada segelintir orang yang membawa bom di badannya kemudian masuk dalam masjid dan meledakkannya padahal banyak orang di dalam. Hal ini merupakan bentuk intoleransi bagi perbedaan, terutama perbedaan mahzab.

Tokoh Sunni Iran ini mengungkapkan, banyak umat Islam yang membuat tulisan atau buku yang membahas tentang kekafiran sesama muslim, tetapi sangat jarang ada yang menulis buku tentang bagaimana mengajak orang kafir masuk Islam. Selain itu, juga banyak orang Islam yang lebih memilih bermuamalah dengan nonmuslim ketimbang sesama muslim dan itu terjadi hanya karena perbedaan mahzab.

Syiah dan Sunni, kata dia, tidak seharusnya diperhadap-hadapkan karena jika saling mengalienasi, maka itu berarti mereka hanya mengaku mengikuti tokoh mahzabnya, namun sebagai pengikut palsu. Tokoh-tokoh Sunni dan Syiah, justru mengedepankan toleransi dalam memandang perbedaan, tidak mengklaim kebenaran sebagai milik kelompoknya sendiri saja.

"Caranya menyatukan Syiah dan Sunni itu mudah. Kita hanya perlu mengakui kebenaran yang dianut dan mengakui kebenaran yang lain," kata Maulawi dalam Semintar Internasional dengan tema Persatuan Umat Islam Dunia di Auditorium Al-Jibra Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Senin, 5 November 2012.

Ia menegaskan, perbedaan antara Syiah dan Sunni hanya pada metode, bukan tujuan. Tidak ada seorang umat pun yang tidak mau masuk surga dan mencari rida Allah. "Kita hormati dan mengapresiasi keyakinan setiap orang," imbuhnya.

Sementara itu President of High Council of the World Forum for Proximity of Islamic School of Thought, Ayatullah Muhammad Ali Taskhiri, mengatakan, Islam memang sengaja dibuat lemah oleh negara-negara barat dalam bentuk yang beragam. Salah satunya dengan menggoyahkan persatuan mereka. Barat berkepentingan untuk mencabik-cabik dunia Islam.

Pada Abad XVII, cara untuk melemahkan Islam adalah dengan melakukan penjajahan. Mereka menjajah Islam kala itu dan negara pertama adalah Indonesia. Bahkan sampai pada Abad XX penjajahan semakin meluas di seluruh negara yang banyak berpenduduk umat Islamnya.

"Tujuan penjajahan, mengoyak Islam menjadi kecil, menjadikan mereka tidak berdaya, dan memisahkan agama dan kehidupan keseharian," katanya.

Deputy of Open University of the Islamic Republic of Iran, Dr Mazaheri, juga menegaskan, kekhawatiran kaum Sunni di Indonesia bahwa Syiah menghujat sahabat Rasulullah Saw selain Ali Bin Abi Thalib, itu tidak benar. Menurutnya, ada kelompok yang selalu menyebarkan fitnah mengenai pandangan Syiah, padahal sahabat Rasulullah juga dihormati oleh Syiah. Haram hukumnya mengkafirkan sahabat-sahabat Rasulullah.

"Syiah dituduh mengkafirkan sahabat, padahal memfasikkan sahabat itu haram hukumnya. Menghina sahabat menjadikan kita fasik," katanya. Di Iran, lanjut dia, Sunni memang minoritas. Namun Syiah tidak lantas menindas atau  mengkafirkannya. Menurutnya, semua mahzab di Iran mendapat ruang yang sama. Mereka semua ditampung dalam ruang yang sama.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin, mengatakan, sebetulnya persatuan Islam dunia sudah sering dan akan selalu dibicarakan. Namun friksi mahzab menjadi pelemah. Padahal, Islam memiliki kekuatan dan potensi besar. Setidaknya ada empat kekuatan besar Islam, yakni sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), sumber daya nilai (SDN), dan sumber daya sejarah (SDS).

Pertama, dari sisi Sumber Daya Alam (SDM), Islam saat ini sangat kuat. Itu karena merupakan kelompok agama terbesar kedua setelah Kristen dengan populasi mencapai 1,6 miliar jiwa se-dunia.

Atlas dunia Islam bukan hanya dari Maroko ke Merauke (Indonesia), namun sekarang justru masuk ke Eropa dan Amerika. "Islam juga berkembang di negara-negara yang dulu tidak dikenal sebagai negara Islam," katanya.

Kedua, dari sisi Sumber Daya Alam (SDA), Indonesia merupakan negara Islam yang terbilang sangat kaya. Negara-negara Islam memiliki barang tambang yang sangat diperlukan dunia.

Ketiga, dari sisi Sumber Daya Nilai (SDN), Islam hadir dan bertujuan untuk menggerakkan hidup dan peradaban. Nilai-nilai Islam seperti kerja keras, disiplin, kasih sayang, memberi rahmat, membawa misi keadilan, mengangkat harkat manusia, menolong sesama, dan lainnya merupakan modal yang dimiliki. "Sayang itu bersembunyi di lembaran-lembaran Alquran," katanya.

Keempat alias yang terakhir, Sumber Daya Sejarah (SDS), Islam setidaknya mampu memberi motivasi bagi umatnya untuk maju. Islam pernah berjaya pada abad pertengahan, baik dalam ilmu pengetahuan, seni, sains, kedokteran, filsafat, dan lainnya. Masalah Sunni dan Syiah, seharusnya bukan hal yang bisa memecah, tetapi justru bisa saling menguatkan.

Alghazali misalnya lahir di Persia (Iran) namun kemudian menjadi Sunni padahal pernah tinggal di daerah Syiah. Din juga mengatakan, banyak karya-karya Syiah yang dipakai oleh Sunni. Betul Sunni secara politik menguasai, tetapi pengetahuan yang berkembang di dalamnya juga terdapat dari yang non-Sunni.

"Sayang kekuatan Islam tidak teraktualisasi dengan baik. Makanya ini yang menjadi kemunduran dunia Islam," urainya. Saat ini, lanjutnya, ada kecenderungan memutlakkan paham sehingga menganggap yang lain salah. Mestinya perbedaan tersebut kurangi dan persamaanlah yang diperkuat.

Koordinator Kopertais Wilayah VIII (Sekretaris MUI Sulsel), Prof Dr HM Galib MA, mengatakan, seharusnya perbedaan tidak boleh dipaksakan. Tafsir terhadap teks baik ayat suci maupun hadis, tidak bisa dipaksakan diterima oleh kelompok di luar dari diri kita. Yang bisa memahami tepat isi Alquran hanya Allah sendiri. Demikian juga hadis, hanya bisa dipahami betul isinya oleh Muhammad.

Mantan Ketua PBNU, Prof Dr Hasyim Muzadi MA, menggambarkan, dua ideologi yang bersaing di dunia ini sebetulnya sudah runtuh. Namun yang paling pertama runtuh adalah Komunisme Soviet. Demikian halnya Kapitalisme, juga sebetulnya telah runtuh di barat. "Clash Civilization bukan karena benturan peradaban, tetapi karena kepentingan. Islam dilemahkan, misalnya Afghanistan dan Irak diserang. Mirisnya karena mereka diserang dari pangkalan negara-negara Islam sendiri," katanya.

Motif ekonomi, para Hasyim, menjadi alasan negara Islam begitu ingin dikuasai. Kelemahan Islam di dunia karena politik dijalankan tidak lagi al-amanah dan assidiq, namun justru berubah menjadi politik transaksional. Karena itu, jika ingin menguatkan Islam, maka perjuangan tidak boleh hanya dilakukan di tepi jalan, tetapi masuk di semua sektor, misalnya ekonomi, pendidikan, hukum, budaya, dan lainnya.

Ketua MUI, Prof Umar Shihab, mengatakan, sangat beda antara perbedaan dan perselisihan. Sunni dan Syiah bukannya berselisih tetapi berbeda. Sunni dan Syah tidak harus dipertentangkan.

"Seharusnya itu menyatukan kita, jangan diperbesar-besarkan. Jangan membuat ulah yang seolah-olah kedua kelompok besar ini bermusuhan. Syiah adalah mahzab yang benar," katanya.

Rektor UMI, Prof Dr Masrurah, mengatakan, UMI menjadi mediator dalam upaya penyatuan umat Islam dunia. Menurutnya, masing-masing negara memiliki kelompok ekstrem masing-masing, tidak ada yang mengalah dan menganggap diri paling benar. Makanya, seminar digelar mendiskusikannya di Indonesia.

"Kita ingin merumuskan etika-etika dengan seminar ini. Kita berharap Islam bisa bersatu," katanya.

Kegiatan ini juga bertujuan untuk mencari agar umat Islam dapat menerima keyakinan orang lain dan menghargainya. Hendaknya mereka senantiasa mencari persamaan, selalu bersatu, dan membentuk kekuatan untuk melawan yang ingin menghancurkan Islam.

Persatuan Islam, kata dia, bukan dalam bentuk negara yang satu, tetapi sesama muslim bekerja sama untuk mendapatkan kekuatan di masa datang. Mereka harus bahu-membahu menghadapi konspirasi yang ingin melemahkan dan menghancurkan Islam. "Kita tidak bisa menghadapi musuh secara orang per orang. Di sinilah betapa pentingnya kebersamaan seluruh kaum muslim," imbuh Masrurah.

Wakil Meneteri Agama RI, Prof Nasaruddin Umar, yang hadir membuka kegiatan ini, mengatakan, mestinya perbedaan di kalangan umat Islam tidak lagi dibesar-besarkan jika ingin menguatkan Islam. Mestinya ada saling memahami antar berbagai aliran keislaman. Ia mencontohkan Piagam Madinah pada masa Rasulullah Saw sempat dibahas krusial dan alot sebelum akhirnya disepakati.

"Dalam memperjuangkan sebuah kebaikan, maka itu pasti akan melewati tahapan-tahapan dan proses. Sekarang ini sudah bukan saatnya kita saling menyalahkan. Kalau ada orang yang menyalahkan orang lain, maka orang itu perlu belajar," katanya.

Nasaruddin mengatakan, orang yang arif tidak pernah mencari kambing hitam, tetapi mencari jalan keluar dari sebuah masalah tanpa membuat repot orang lain.

Hanya saja, seminar internasional ini sempat dikritik karena saat berlangsung, peserta mendapatkan selebaran yang diedarkan yang menghujat Syiah. Selebaran tersebut disebarkan oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Perwakilan Indonesia Timur, HM Said Abdul Shamad. Selebaran berjudul Solusi Menghadapi Syiah tersebut berisi beberapa poin yang menjelaskan langkah-langkah menghadapi gerakannya.

Namun Sekretaris Panitia Pelaksana Seminar Internasional, Dr HM Ishak Shamad, membantah bahwa selebaran itu atas izinnya. Ia menegaskan, dirinya tidak tahu-menahu mengenai selebaran itu, namun disebarkan oleh peserta yang datang mengikuti seminar tersebut. 
(***)

Tujuh Rekomendasi Seminar Persatuan Islam Dunia

Seminar menghasilkan tujuh rekomendasi yang ditandatangani masing-masing Wamenag RI, Nasaruddin Umar; President of High Council of the World Forum for Proximity of Islamic Shool of Thought, Ayatullah Muhammad Ali Taskhiri; Advisor to the President of the Republic of Iran for Ahlussunnah wal-Jamaah, Syeikh Maulawi Ishaq Madani, Deputy of Open University of the Islamic Republic of Iran, Dr Mazaheri; Ketua MUI, Prof Dr KH Umar Shihab, MA; Ketum PP Muhammadiyah Prof Dr KH Din Syamsuddin, MA; Presiden Ikatan Cendekiawan Muslim se-Dunia, Prof Dr KH Hasyim Muzadi, MA, Koordinator Kopertais Wilayah VIII, Prof Dr HM Ghalib MA; Ketua Yayasan Badan Wakaf UMI, H H Mochtar Noorjaya, Rektor UMI, Prof Dr Hj Masrurah Mochtar. Rekomendasi tersebut, yaitu:

1. Umat Islam di pelbagai belahan dunia dengan penuh kesadaran terus membangun dan menjaga persaudaraan sesama umat Islam dengan menampilkan Islam yang damai dan penuh kasih sayang.

2. Umat Islam yang realitasnya terdiri atas penganut beberapa mahzab, hendaknya bisa menjadikan perbedaan mahzab sebagai bukan sebagai kendala atau hambatan untuk membangun ukwuhah Islamiyah dan kerja sama dalam berbagai kegiatan keduniaan dan keagamaan.

3. Merujuk pada Deklarasi Amman, yang dideklarasikan bersama oleh 200 ulama dan dihadiri leboh dari 50 negara yang dikukuhkan kembali dengan pernyataan bersama lebih dari 500 ulama dan cendekiawan Islam dari seluruh dunia, yang menyatakan bahwa, siapa pun penganut dari empat mahzab hukum Islam Sunny: Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali, dua mahzab hukum Syiah: Jafari dan Saiidi, mahzab hukum Islam Zahiri, adalah seorang muslim. Maka hendaknya orang Islam dengan mahzab-mahzab yang disebutkan di atas, semakin memperkuat ukhuwah Islamiyah untuk menunjukkan Islam sebagai rahmatan lil alamin.

4. Umat Islam Indonesia dari berbagai mahzab, hendaknya dapat menjadi model bagi umat Islam dunia yang dapat saling menerima untuk saling berdampingan dalam ikatan  persaudaraan yang kuat.

5. Ormas dan lembaga Islam serta para dai, mubalig dan cendekiawan muslim agar mengambil peran aktif untk selalu mengupayakan kokohnya persaudaraan Islam dan menghindari dakwah yang berakibat lemahnya ukhuwah Islamiyah.

6. Pemerintah diharapkan ikut serta menciptakan iklim yang kondusif bagi terwujudnya persaudaraan berbagai penganut mahzab dalam Islam dan persaudaraan sesama pemeluk agama.

7. Perbedaan dikalangan umat Islam hendaknya disikapi dengan mendahulukan etika dan ahlaqulkarimah demi kemaslahatan umat. (***)