Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Kamis, 02 Juni 2011

Berlibur di Kolam Renang PT Semen Tonasa

CERIA. Anak-anak sekolah menggunakan hari libur untuk berenang dan bermain di kolam renang ini. Salah satu kegiatan positif bagi pelajar, bukan?  (Foto: Ridwan Marzuki)

Terbuka Untuk Umum, Tarif Terjangkau, Kedalamannya Bervariasi

BINGUNG menentukan ke mana mengisi hari libur? Bagi anda yang suka berenang, kolam renang PT Semen Tonasa bisa menjadi pilihan.
RIDWAN MARZUKI, Bungoro

BAGI sebagian orang, berenang merupakan salah satu hobi atau kegemaran. Kerap karena rutinitas sehari-hari, kegemaran tersebut kadang tidak tersalurkan. Bagi mereka yang sibuk, hari libur kerja merupakan waktu terbaik untuk menyalurkan hobi.

    Namun kadang pula, kendati ada waktu, persoalan penyaluran hobi kerap terkendala pada tempat yang representatif, yakni wahana yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Dalam menyalurkan hobi, kenyamanan dan kepuasan adalah tujuan yang ingin dicapai. Menyalurkan hobi sama halnya dengan mendapatkan kepuasan.

    Bagi Anda yang suka berenang, khususnya yang bermukim di sekitar Pangkep, area kolam renang PT Semen Tonasa bisa menjadi salah satu alternatif. Lokasinya tepat berada di kompleks kantor utama badan usaha milik negara (BUMN) tersebut, yakni di Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep. Untuk ukuran kolam renang, tempat ini sudah cukup memadai untuk menyalurkan hobi berenang.

    Tarif untuk sekali masuk pun sangat terjangkau. Hanya Rp 3.000 per orang atau kepala. Dengan membayar sejumlah itu, anda sudah bisa berenang sepuasnya di kolam renang tersebut tanpa terikat waktu. Tentu saja, Anda harus pulang jika petugas telah menutupnya pada petang hari. Namun jangan khawatir, jika mampu bertahan dari pagi sampai sore, Anda bisa menggunakan fasilitas di dalamnya dengan hanya sekali membeli karcis masuk.

    Kolam renang tersebut mulai dibuka pada pukul  07.00 pagi dan akan ditutup pada pukul 18.00. Jadi Anda bisa memilih apakah akan datang pagi, siang atau sore hari. Itu tergantung Anda! Kolam tersebut selalu terbuka sepanjang waktu yang telah ditentukan. Selain itu, tempat ini juga tak mengenal hari libur, setiap hari terbuka untuk umum.
RIANG. Pengunjung kolam renang ini menikmati permainan bersama rekan-rekan dan keluarganya. Bagi pemula berenang, ada sisi khusus yang bisa digunakan.

    Penulis pun mencoba mengunjungi kolam renang tersebut bersama seorang rekan, Kamis, 2 Juni. Saya sempat berdiskusi dengan seorang ibu rumah tangga yang membawa balitanya berenang di tempat itu. Namanya Suriati warga Maros namun bersuamikan orang Pangkep, tepatnya warga Kecamatan Pangkajene. Suriati membawa serta anaknya yang baru berusia 14 bulan. Dengan menggunakan pelampung, anaknya juga ikut berenang layaknya orang dewasa.

    Namun jangan panik dulu. Kendati bayi itu berenang, namun pelampung yang dipakainya relatif aman karena bentuknya yang menyerupai kereta latihan berjalan khusus untuk balita. Cuma, untuk yang dipakai berenang, terbuat dari bahan kedap air dan bersifat terapung. Bayinya tersebut juga mendapatkan pengawalan dari salah satu anggota keluarga Suriati.

    "Ia sudah terbiasa ikut berenang. Bukan cuma di sini, di Bantimurung Maros juga selalu ikut," ujar Suriati yang lebih memilih berenang di kolam khusus orang dewasa yang kedalamannya antara 1,5 meter hingga 2 meter lebih. Sementara anaknya yang masih balita di kolam sebelah khusus anak-anak yang kedalamannya hanya berkisar antara 40 sampai 100 sentimeter.

    Untuk menjaga kesterilan serta kebersihan seluruh area kolam, terdapat lima orang petugas yang ditugaskan untuk itu. Salah sorang di antaranya bernama Halim. Pria yang tinggal di Kecamatan Labakkang ini mengaku setiap hari datang dan setiap sore sebelum pulang, ia menaburkan zat khusus penjernih air. Ia pula bersama rekannya yang bertugas mengganti air kolam jika dianggap sudah waktunya untuk diganti.

     Salah seorang pengunjung, Anti, 17 tahun, mengaku sering datang ke kolam renang ini. Rumahnya memang berdekatan dengan lokasi renang tersebut. Namun kerap ia mengajak sahabat terdekatnya, Dian. Keduanya merupakan siswi SMKN Bungoro. Hanya saja, Dian tinggal di tempat yang lebih jauh, yakni di Soreang, dekat perbatasan Pangkep dan Maros.

    Memang, kolam renang PT Semen Tonasa paling banyak dikunjungi oleh pelajar. Mulai murid SD hingga mahasiswa. Bahkan guru-guru olahraga yang akan memberikan pelajaran praktik berenang bagi siswanya, biasanya lebih memilih tempat ini untuk dijadikan lokasi latihan.

    H Syamsuddin merupakan salah satu contohnya. Guru olahraga Ielas I SMPN 2 Pangkajene ini membawa siswa-siswanya ke kolam renang tersebut untuk melaksanakan ujian praktek. Setidaknya, kata dia, terdapat 50-an siswanya yang ia bawa untuk mengikuti ujian praktek renang.

    "Di sini lebih murah, Pak. Ada yang agak dekat dari sekolah, yaitu di Mattampa, tapi agak mahal, makanya kita ke sini," ujar Syamsuddin. Ia mengatakan karena yang mengikuti ujian praktek adalah siswa kelas I, maka kolam yang dipakai adalah yang dangkal. Ia khawatir, dengan jumlah yang banyak sementara menggunakan kolam yang dalam, mengontrol mereka satu per satu agak sulit. Berenang merupakan salah satu olahraga berisiko karena bisa tenggelam, utamanya mereka yang baru belajar.

    Untuk pemula, lokasi renang ini juga mendukung untuk belajar. Karena banyaknya pilihan kedalaman kolam, sehingga pengunjung bisa bebasa memilih yang disukainya. Tentu saja, sudah ada aturan tertulis yang telah dipajang di sekitar kolam yang harus dipatuhi semua penungjung.

    Penulis yang juga baru belajar beruntung bertemu dengan guru olahraga SMPN 2 Pangkajene lainnya, Firman. Guru berusia 23 tahun ini mengajarkan saya beberapa teknik berenang. Alumni Fakultas Ilmu Keolahragaan UNM angkatan 2006 ini menguasai banyak gaya berenang. Kerap, kata dia, ia bersama siswanya praktik berenang di kolam renang ini. (ridwanmarzuki@gmail.com)
BAYI BERENANG. Jangan kaget jika balita juga ketagihan berenang seperti yang satu ini. Anda yang punya bayi juga bisa mencobanya.

Selasa, 31 Mei 2011

Kedamaian dari Permandian Alam Baruttung

BARUTTUNG bisa jadi baru anda dengar. Nama ini bagi sebagian besar orang di luar Kabupaten Pangkep, masih begitu asing di telinga. Namun di situ pula yang membuatnya menarik. Karena belum begitu tersohor, Baruttung bisa menjadi salah satu alternatif pilihan tempat wisata.

    Baruttung merupakan lokasi permandian alam yang terletak di Dusun Paranglombasang, Desa Bantimurung, Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep. Lokasinya terbilang jauh karena berada di wilayah pegunungan. Tak mudah mencapainya. Setidaknya butuh waktu kurang lebih sejam perjalanan dari Pangkajene, ibu kota Kabupaten Pangkep, menuju ke objek wisata alam ini.

    Meski jaraknya hanya 30 atau 40-an kilometer dari Pangkajene, namun akses menuju lokasi tersebut relatif penuh tantangan. Ini beralasan karena untuk sampai ke Baruttung, kita mesti melewati jalanan menanjak nan berliku. Walau begitu, semua jenis kendaraan bisa sampai ke lokasi tersebut; baik sepeda motor maupun kendaraan roda empat lainnya. Namun pastikan semua sistem kendaraan Anda dalam keadaan normal sebelum berangkat.

    Jika memilih menggunakan kendaraan sendiri menuju ke Baruttung, maka Anda harus memastikan diri telah lihai berkendara di jalan yang menantang tersebut. Jalanan terjal serta banyaknya tikungan tajam menjadi tantangan yang mendebarkan. Namun bagi yang terbiasa dengan medan seperti ini, tentu saja itu menjadi sesuatu yang lumrah. Jalan menuju Baruttung merupakan salah satu petualangan.

    Setelah menempuh perjalanan selama sejam, saya akhirnya tiba di gerbang lokasi permandian alam Baruttung. Dari gerbang tersebut, deru aliran sungai sudah terdengar. Setelah melewati jalan setapak dan undakan-undakan, akhirnya kita akan sampai ke pinggir sungai yang berair jernih dan sejuk. Beberapa rekan yang menemaniku tak mampu menahan diri. Dengan serta-merta mereka menciduk air sungai dan membasuh muka mereka.

    Aliran air yang deras serta luasnya sungai Barruttung meciptakan kolam-kolam yang kedalamannya
bervariasi. Hal ini tentu saja menarik bagi para pengunjung yang ingin merasakan berenang di berbagai jenis kedalaman kolam alami. Bagi anak-anak bisa memilih kolam yang lebih dangkal, sedangkan bagi orang dewasa bisa memilih kolam yang lebih dalam lagi. Pilihan sesuai selera.

    "Waktu ramainya tidak menentu, tetapi rata-rata hari libur atau Minggu," ujar Nursakiah, salah seorang warga yang bermukim di sekitar lokasi permandian alam Baruttung. Perempuan berusia 26 tahun ini menuturkan, pengungjung Baruttung kebanyakan atau didominasi kalangan pelajar atau remaja.

    Salah seorang pengunjung bernama Baruttung, Ismail, mengatakan kendati pertama kali datang ke lokasi tersebut, namun ia mengakui keindahan panorama di sekeliling Baruttung. Nuansa alam begitu terasa, katanya. Bahkan, untuk kelas permandian alam, Baruttung lebih kaya pilihan untuk dijadikan permandian. Bisa merasakan yang dangka hingga palung dalam di sungai tersebut.

    "Ini bagus sekali pemandangannya. Berenang adalah satu pilihan menarik," ujar Ismail, warga Pangkajene yang juga tercatat sebagai honorer di lingkup Kantor Bupati Pangkep tersebut. Ia mengaku merasakan kedamaian di Baruttung kendati untuk mencapainya harus melewetai sejumlah wilayah pertambangan. Namun baginya, kehadiran beberapa areal pertambangan di jalan menuju Baruttung, justru menjadi pelengkap perjalanan refreshing.

    Lansekap Tondong Tallasa yang memiliki banyak pegunungan dan bebukitan menjadikan lokasi ini memiliki nilai tambah. Sawah-sawah di pinggir jalan sepanjang jalanan menuju ke sana terlihat seperti tertata secara berundak-undak. Sejuknya udara serta tenteramnya alam menjadikannya salah satu objek wisata yang pantas menjadi alternatif pilihan mengisi hari libur.

    Tetapi jika mengunjungi Baruttung, sebaiknya ke sana di kala cuaca sedang baik atau dalam kondisi tidak sedang hujan. Hal ini untuk mengantisipasi jikalau tiba-tiba arus sungai meningkat akibat air bah yang disebabkan oleh hujan. Berwisata di sungai dalam kondisi hujan tentu saja berbahaya bagi keselamatan anda. Lagian airnya akan keruh jika hujan, tak bagus untuk berenang.(*)



Berendam di Kolam Bebatuan Berukir

    Baruttung akan dicapai setelah menyusuri anak tangga yang berkelok beberapa kali. Lokasinya kurang lebih 400 meter dari pinggir jalanan yang terbuat beton.  Aneka jenis kupu-kupu tampak beterbangan. Suasana sejuk begitu terasa ketika awal tiba di sana. Kicau berbagai jenis burung turut menghiasi suasananya. Memang, terdapat banyak jenis burung di sekitar kawasan permandian alam Baruttung karena di sekililingnya terdapat hutan yang ditumbuhi banyak pepohonan.

Kupu-kupu yang ada di tempat ini juga memiliki jenis yang beragam. Bisa jadi kupu-kupu ini memiliki keterkaitan dengan yang ada di kawasan Taman Nasional Bulusarang. Maklum lokasinya yang berdekatan dengan Gunung Bulusaraung. Sayang, belum ada penelitian ilmiah untuk menganalisi keterkaitan tersebut. Keberadaanny masih menyimpan tanda tanya dan mengada dalam bentuk asumsi-asumsi.

    Kehadiran hutan-hutan di sekeliling kawasan tersebut, menambah sejuk dan tenteramnya suasana Baruttung. Di sanalah berbagai jenis burung dan kupu-kupu, bersarang. Lebatnya pepohonan di sana sekaligus menjadi tempat berteduh bagi para pengunjung yang ingin beristirahat setelah melakukan berbagai aktivitas, semisal berenang dan memancing.

    Salah satu yang menarik lokasi ini adalah bebatuan yang ada di sungai menyerupai hasil pahatan. Bebatuan tersebut laksana telah diukir membentuk lipatan-lipatan. Di bebatuan itulah kerap digunakan sebagai tempat beristirahat pascaberenang. Atapnya dari dedaunan pepohonan yang menjulur masuk ke sungai sehingga meneduhkannya.

    Salah seorang pengunjung, Mustang, mengatakan, sejak kecil dulu ia sudah pernah mengunjungi kawasan permandian alam Baruttung. Ia mengungkapkan, pengunjung yang datang biasanya rombongan dengan keluarganya. Sering pula, jika musim libur sekolah, rombongan pelajar yang justru meramaikan tempat ini.

    Selain itu, kerap juga orang dari luar Pangkep datang, khususnya mereka yang telah mengetahui keberadaannya. Mustang mengatakan, biasanya, pengunjung yang datang ke Baruttung akan menginformasikannya juga ke teman-temannya. Selanjutnya mereka juga tertarik untuk datang dengan mengajak pula temannya.

    Bagi pengunjung yang ingin berlama-lama di Baruttung, tak ada salahnya untuk membawa tikar dan tenda mini, kendati pun sebetulnya bebatuan dan pepohonan yang ada di situ sudah lumayan dan  representatif digunakan beristirahat. Di bebatuan ini pulalah para pengunjung kerap membakar ikan atau menyalakan perapian untuk menghangaktkan badan pascaberenang. (*)



Memancing Salah Satu Alternatif

    Banyaknya kolam-kolam alami yang tercipta dari aliran sungai Baruttung membuat pengunjung memiliki berbagai tempat pilihan untuk berenang. Selain itu, di bagian agak ke bawah dari lokasi permandian, terdapat palung-palung kecil. Di tempat inilah terdapat banyak ikan yang bisa dipancing bebas oleh pengunjung.

     Ada berbagai jenis ikan yang ada di sana. Warga setempat menamakan ikan-ikan tersebut semisal  ikan mas, bolu jawa, ikan pai-pai, serta beberapa jenis ikan tawar lainnya.  "Biasanya, setiap sore ada anak-anak memancing di situ," ujar Agus Muh Said, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) Bantimurung kepada penulis, Jumat, 20 Mei.

    Agus bahkan menyebutkan, ikan-ikan yang ada di sungai tersebut terbilang besar. Namun secara umum, ikan masnya yang paling banyak dan paling sering ditemukan dengan ukuran besar. Keberadaan ikan-ikan tersebut, memang disengaja oleh warga setempat. Secara rutin mereka menebar benih ikan air tawar di bagian agak ke bawah Sungai Baruttung.

    "Iya, Pak. Memang beberapa kali kita tebar bibitnya," ujar Agus. Ia mengatakan, pada hari-hari biasa, kawasan permandian alam Baruttung terlhat sunyi. Tempat ini hanya ramai saat musim libur. "Memang kalau hari-hari kerja begini sunyi, tetapi jika libur, banyak orang yang datang. Bukan hanya dari sini, dari kecamatan lain bahkan dari daerah lain seperti Maros dan Makassar juga pernah datang," katanya.

    Hasil tangkapan ikan bisa diambil gratis oleh pengunjung. Bahkan mereka bisa langsung membakarnya di lokasi tersebut karena sudah tersedia kayu bakar serta bebatuan yang mendukung untuk membuat tungku pembakaran. "Banyak pendatang yang bakar-bakar ikan di sini," ujar Mustang, salah seorang PNS di Disbudpar Pangkep. (*)



Mutiara yang Masih Terpendam

Lokasinya yang berada di pedalaman, menjadikan kawasan permandian alam Baruttung seolah-olah terpencil. Kondisi ini pula yang membuat keberadaannya belum begitu dikenal. Belum banyak orang yang mengetahui jika di pegunungan yang menjadi pusat pertambangan Kabupaten Pangkep tersebut, terdapat objek wisata permandian alam.

    Hal ini juga ditambah oleh upaya promosi wisata yang tidak maksimal dari instansi yang terkait. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pangkep dinilai kurang upayanya dalam mengangkat kawasan yang sebetulnya sangat potensial untuk dikunjungi banyak orang tersebut. Disbudpar tidak terlalu fokus mengembangkan wisata pegunungan.

    Kurang tersosialisasinya eksistensi permadian alam Baruttung ini juga diakui oleh salah seorang staf Disbudpar Pangkep, Mustang. Kendati ia tidak menyebutkan siapa yang paling  bertanggung jawab atas kondisi tersebut, namun ia juga mengaku prihatin karena potensi wisata yang seharusnya mengangkat daerah itu tidak begitu dikenal di luar Pangkep.

    Bahkan, kata Mustang, jangankan orang dari luar, warga Pangkep sendiri pun bahkan masih banyak yang tidak mengenal Baruttung. Ia mengatakan, kemungkinan karena lokasinya yang jauh, menyebabkan kawasan ini tidak begitu populer. Justru lebih banyak dikenal oleh kalangan pelajar karena model sosialisasinya dari mulut ke mulut di antara mereka.  

    "Iya, belum begitu dikenal. Yang saya dengar tempat ini hanya banyak dikenal di kalangan pelajar," ujar Mustang saat mendampingi penulis mengunjungi permandian alam Baruttung, Jumat, 20 Mei.

    Kurang begitu dikenalnya kawasan permandian alam ini juga bisa terbaca di kalangan petinggi Disbudpar Pangkep. Di jajaran pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tersebut, masih ada yang hanya perna mengenal nama Baruttung, namun belum pernah mengunjungi. Hal inilah yang disayangkan bahwa bagaimana mungkin mereka akan memformulasi konsep pengembangan Baruttung agar lebih dikenal dan bisa tertata lebih baik sementara mereka belum pernah melihatnya. (*)

Kamis, 07 April 2011

Sumpang Bita, Wisata Sejarah nan Menakjubkan

TANGGA SERIBU. Salah satu tantangan bagi petualang gua adalah tangga seribu undakan yang harus dilewati sebelum akhirnya sampai di Gua Sumpang Bita. (Foto: Ridwan Marzuki)

ARTEFAK PURBA. Lukisan di batu bagian belakang adalah saksi peninggalan manusia nomaden yang telah mengenal seni melukis. Selan gambar tangan juga terdapat lukisan rusa. (Foto: Ridwan Marzuki)

PENINGGALAN PRASEJARAH. Gua Kumis Kucing, salah satu kawasan yang dijadikan perlidungan kaum nomaden Sulawesi. Gua ini masih dalam kawasan Sumpang Bita. (Foto: Ridwan Marzuki)

PENJAGA SITUS. Jabbar (kiri pakai topi) selalu siap menemani pengunjung Sumpang Bita. Kendati sudah paruh baya, namun banyak orang yang kalah kuat olehnya saat mendaki jalan berundak. (Foto: Ridwan Marzuki)

BEBATUAN ORNAMEN. Di celah batu inilah terdapat sumber mata air yang sangat jernih. (Foto: Ridwan Marzuki)

KOLAM RENANG. Air yang keluar dari celah bebatuan ditampung sehingga membentuk kolam renang. Konon, air yang keluar dari celah bebatuan tersebut steril sehingga bisa langsung diminum. (Foto: Ridwan Marzuki)

Saksi Peradaban Lampau di Sulsel
Oleh Ridwan Marzuki

BAGI kalangan yang bergelut dengan antrpologi dan arkeologi, nama Sumpang Bita, tentu saja tidak asing lagi bagi mereka. Kalangan inilah yang dominan mendatangi tempat ini, khususnya untuk sampai ke titik paling tertinggi tempat tersebut, yakni Gua Sumpang Bita. Tentu saja, masyarakat lainnya juga kerap mendatangi tempat bersejarah ini.

    Namun dibandingkan masyarakat biasa, peneliti erkeologi mendatangi tempat ini untuk melakukan riset dan pendalaman terhadap saksi masa lampau tersebut. Kebanyakan masyarakat yang ke sana hanya sekedar mengagumi artefak-artefak yang ada di dalam gua. Itu pun jika mereka sampai ke atas, yakni di gua. Karena antara lembah sebagai gerbang awal Sumpang Bita dengan gua, jaraknya mencapai hingga 1.000 meter. Jarak yang tentu saja sangat menantang bagi petualang alam dan pecinta arkeologi.

    Nama Sumpang Bita sebetulnya jika ditelisik, memang awalnya hanya sebutan untuk sebuah gua. Namun jangan salah, justru karena gua tersebut tidak sama seperti gua-gua pada umumnya serta memiliki keunikan, sehingga begitu menarik. Sebutan untuk gua tersebut selanjutnya dijadikan nama untuk seluruh area yang masuk ke dalam kawasannya. Lokasi tersebut dinamakan Taman Purbakala Sumpang Bita.

     Sumpang Bita saat ini memang sudah dilindungi. Itu karena memiliki gua yang menyimpan saksi dan bukti-bukti peradaban manusia saat masih nomaden alias belum memiliki rumah. Gua Sumpang Bita dijadikan sebagai rumah masyarakat yang diduga masih pra sejarah. Bukti-bukti tentang itu bisa dijumpai di dalam gua tersebut. Adanya  fragmen-fragmen memang menguatkan jika dulu kawasan ini merupakan area perlindungan bagi kaum nomad tersebut.

    Fragmen tersebut selanjutnya menjadi petunjuk bahwa manusia pada saat itu juga sudah memiliki peradaban dan budaya terutama dalam hal penuangan deskripsi indrawi ke dalam asosiasi atau media. Mereka telah mampu menuangkan realitas yang terlihat menjadi sesuatu yang bernilai seni, yakni membuat lukisan. Bahkan, mereka juga sudah mampu mendeskripsikan bagian-bagian tubuhnya ke dalam fragmentaris tadi, yakni aneka jenis lukisan.

    Di dinding gua, memang terdapat aneka lukisan yang bernlai sejarah. Peneliti menduga jika lukisan-lukisan tersebut dibuat oleh sekolompok orang atu suku yang belum memiliki tempat tinggal menetap. Makanya, gua dijadikan sebagai tempat tinggal. Aneka jenis lukisan hewan dan bagian tubuh manusia, termasuk peralatan lain masih bisa disaksikan di dinding gua yang telah dipagari sekelilingnya tersebut.

    Hal itu dilakukan untuk menghindari pengunjung yang datang menyentuh lukisan-lukisan historis tersebut. Lukisan di dominasi gambar tangan berbagai ukuran, mulai tangan anak-anak hingga tangan orang dewasa. Jumlahnya mencapai puluhan lukisan. Lalu ada juga lukisan hewan seperti babi dan rusa. Namun ada juga yang menyebutkan selain babi lukisan hewan tersebut adalah babi rusa, yakni jenis rusa yang perutnya menyerupai babi. Ada juga lukisan perahu. Mayoritas lukisan berwarna merah.

    "Hasil penelitian ada yang menyebutkan bahwa bahan dasar pembuat lukisan diambil dari bahan-bahan alami," ujar Jabbar, salah seorang petugas dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Makassar saat penulis berkunjung ke Sumpang Bita, Rabu, 30 Maret lalu.

    Untuk sampai ke Sumpang Bita, tidaklah begitu sulit. Dari Pangkajene, Ibu Kota Kabupaten Pangkep, pengungjung hanya butuh waktu kurang lebih setengah jam menggunakan mobil sebelum akhirnya sampai di Kelurahan Balocci Baru Kecamatan Balocci. Jarak dari Pangkejene ke Balocci Baru hanya sekitar 20-an kilo meter. Untuk sampai ke kawasan Sumpang Bita, setidaknya harus menempuh jarak lagi kurang lebih dua sampai tiga kilo meter perjalanan.

    Tiba di gerbang masuk Sumpang Bita, sudah ada petugas loket yang menyapa. Namanya Sudirman berusia 37 tahun. Honorer yang telah mengabdi sejak 1995 ini dengan ramah menyapa pengunjung yang datang. Sudirman bertugas sebagai kolektor retribusi masuk ke kawasan tersebut. Ia menjelaskan untuk orang dewasa, tarif yang harus dibayar Rp 2.000 sedangkan untuk anak-anak hanya Rp 1.000. Angka yang tentu saja murah untuk ukuran sebuah objek wisata.

    Sudirman menempati pos khusus di bagian kiri gerbang masuk taman. Selain memungut retribusi, juga terdapat buku tamu yang harus diisi semua pengunjung yang datang. Kami yang kebetulan rombongan menggunakan mobil, dipersilahkan masuk ke dalam tanpa harus parkir di luar sebagaimana lazimnya jika ada pengunjung datang.     "Khusus untuk tamu yang telah mendapat rekomendasi dari pemerintah, mobilnya bisa masuk. Namun hanya mobil kecil dengan penumpang terbatas yang dibolehkan," ujar Jabbar, lelaki yang telah berusia 44 tahun tersebut.

    Jabbar menuturkan, Sumpang Bita ramai dikunjungi oleh tetamu baik dari dalam negeri sendiri maupun dari luar Indonesia. Sering kali, kata dia, ada orang asing yang datang. Khusus untuk tamu seperti, kata dia, maka yang melayani dan menjadi guide-nya adalah petugas dari BP3 Makassar yang fasih berbahasa Inggris. Jabbar mengaku tak menguasai bahasa internasional tersebut. "Selama saya bertugas di sini sejak 1985, belum ada perubahan berarti pada lukisannya. Masih bertahan begitu," katanya.

    Bagi anda yang penasaran ingin melihat langsung artefak fragmen dan artefak, tak ada salahnya mengunjungi gua tersebut. Mulut Gua Sumpang Bita lebarnya mencapai 15 meter, sedangkan panjangnya antara 30 sampai 50 meter. Memiliki beberapa rongga di dalamnya. Sekira tiga meter dari mulut gua, terdapat lagi dua cabang gua yang lainnya. (zuk)

DARI BAWAH. Lembah menuju Gua Sumpang Bita (Foto: Ridwan Marzuki)

SISA STALAKTIK. Masih ada sisa stalaktik di Gua Sumpang Bita sebagai lokasi ditemukannya sejumlah artefak masa purba. (Foto: Ridwan Marzuki)
Masih Ada Sisa Stalaktik di Sumpang Bita

KEBERADAAN Cagar Budaya Sumpang Bita rupanya tidak diketahui semua oleh masyarakat Pangkep, khususnya generasi mudanya. Walau sebagian mengaku pernah mendengarnya, namun untuk mengunjungi lokasi tersebut, hanya beberapa saja yang mengaku pernah ke sana. Kalau pun datang ke Sumpang Bita, kebanyakan tidak sampai ke gua.

    Seperti yang diungkapkan salah seorang pemuda Pangkajene, Mujahidin, saat menemanipenulis  ke Sumpang Bita. Pemuda usia 25 tahun ini mengakui jika sebelumnya ia sudah pernah berkunjung ke tempat itu. Hanya saja, ia tidak sampai di gua, melainkan hanya di bagian lembah. Gua Sumpang Bita memang berada di bebukitan. Setidaknya, ada beberapa bukit yang dilalui sebelum akhirnya sampai di gua tersebut.
    "Ini pertama kali saya sampai di gua ini. Sebelumnya jika ke sini, hanya di bawah (maksudnya di lembah, red)" ujar Mujahidin yang akrab disapa Yoga tersebut sesaat setelah tiba di Gua Sumpang Bita, Kamis, 31 Maret lalu.

    Yoga mengaku takjub dengan kondisi gua yang dikelilingi aneka lukisan yang dibuat manusia nomad itu. Tak henti-hentinya ia mengagumi setiap lukisan yang diamatinya. Ia mengaku terkesima karena lukisan tersebut menurutnya unik dan baru kali ini sempat melihatnya. Pemuda yang beralamat di Jalan Penghibur Kelurahan Mappasaile Kecamatan Pangkajene ini menyebut Gua Sumpang Bita sangat indah apalagi masih ada sisa stalaktik di sana. Bahkan, masih ada beberapa titik terlihat stalaktik yang masih hidup.

    Pengakuan senada juga diutarakan Ismail Gau. Pemuda usia 24 tahun asal Kelurahan Bowongcindea Kecamatan Bungoro tersebut memuji keindahan Gua Sumpang Bita. Di dalam gua tersebut, ia masih bisa menyaksikan lukisan kaum nomad yang sangat langka itu. Kendati di bagian luar gua tidak ada lagi lukisan yang terlihat, namun di bagian dalam masih banyak. Jumlahnya mencapai 70-an lukisan. Namun dominan lukisan tangan berbagai ukuran, perahu, rusa, babi, dan beberapa lainnya.

    Memang, terbilang sulit untuk mencapai Gua Sumpang Bita. Butuh waktu kira-kira satu jam untuk sampai ke gua. Jalanan yang mendaki menjadi tantangan tersendiri bagi yang ingin ke sana. Namun itu bukan masalah. Indahnya pepohonan serta syahdunya suara alam, menjadi hiburan tersendiri menemani perjalanan pengunjung. Dari atas bukit, Anda dapat menyaksikan indahnya pemandangan alam di bawahnya.

    Petugas Karcis Sumpang Bita, Sudarman, 37 tahun, menjelaskan jika akhir-akhir ini pengunjung mulai berkurang. Menurutnya, lokasi ini hanya ramai dikunjungi saat hari raya dan hari besar, seperti Minggu, menjelang Ramadan, dan sesudah hari-hari besar keagamaan. "Tetapi setiap hari ada pengunjung yang datang kendati tak banyak," katanya. (zuk)
BERSUSUN. Kolam renang di Sumpang Bita dibuat berundak. (Foto: Ridwan Marzuki)

JERNIH. Air dari celah bebatuan begitu jernih dan sangat menyegarkan bagi yang ingin mandi atau berenang. (Foto: Ridwan Marzuki)
Kolam Indah Langsung dari Mata Air

BERKUNJUNG ke Taman Purbakala Sumpang Bita Kelurahan Balocci Baru Kecamatan Balocci, Pangkep memberikan pengalaman tersendiri. Maklum lokasi intinya yang berada di atas bebukitan, membutuhkan perjuangan tersendiri untuk mencapainya.

    Selain karena memiliki dua gua yang memiliki peninggalan manusia nomad masa lampau, di kawasan ini juga terdapat satu sumber mata air yang terbilang besar. Mata air tersebut selanjutnya tertampung di dalam kolam yang dibuat berundak alias bersusun. Uniknya, sumber mata air berasal dari celah bebatuan yang ada di bukit tersebut. Air seolah-olah keluar dari batu. Air yang keluar dari sana sangat jernih.

    Bagi yang ingin merasakan sejuknya air yang keluar dari celahan batu tersebut, tak ada salahnya jika mencoba berenang atau sekedar mandi. Ada dua kolam utama sebagai muara dari aliran air yang telah keluar dari bebatuan. Kolam yang berada di bawah relatif lebih dangkal dibandingkan yang di atas. Kolam yang di bawah kedalamannya sekira semeter dan yang di atas mencapai lebih semeter. Berenang atau mandi di air yang sejuk dan sejernih itu tentu saja sangat menarik.

    Penjaga Sumpang Bita dari BP3 Makassar, Jabbar, mengatakan, setiap pengunjung yang ingin merasakan kesejukan air yang keluar dari celah bukit tersebut, bisa mandi atau bahkan berenang. Tidak ada larangan, kata dia. Yang tidak boleh adalah mandi tepat di sumber mata air karena dikhawatirkan akan "mengganggu" kondisinya. Apalagi di sumber mata air tersebut, dijadikan sebagai sumber air minum bagi sebagian warga di sekitar lokasi Sumpang Bita.

    "Silahkan mandi sepuasanya, yang penting jangan di sana," ujar Jabbar, seraya menunjuk ke arah sumber mata air. Lokasi tempat keluarnya air tersebut memang dipasangi alat pelindung khusus yakni pagar yang bisa dibuka pasang.

    Bagi yang ingin menikmati shower secara alami, bisa melakukannya di bagian pinggir kolam yang bertingkat tersebut. Di sana, terdapat tujuh buah pipa yang menjulur keluar. Setiap pipa dialiri air. Siapa pun bisa mandi shower di bawahnya. Bisa di atas atau di bawah. Pipa-pipa air tersebut memang sengaja dibuat untuk pengunjung yang ingin mandi shower.

    Kehadiran mata air beserta kolam permandian di kawasan ini, menjadi tujuan alternatif. Seolah-olah ingin menjawab rasa capai setelah berjalan kaki, kolam tersebut terasa oase pasca mengelilingi setiap lekuk Sumpang Bita. Setelah mandi di tempat tersebut, pengunjung akan merasakan semangat baru dan kesegaran yang begitu nikmat. Makanya, kebanyakan pengunjung yang sampai di titik ini, jika tidak mandi, setidaknya akan memilih untuk membasuh muka untuk merasakan sejuknya air jernih nan alami tersebut. (zuk)
TANGGA SERIBU. Dari sinilah pengunjung memulai perjalanan untuk sampai ke Gua Sumpang Bita. Mesti melewati "seribu" anak tangga sebelum sampai. (Foto: Ridwan Marzuki)

BUTUH PERJUANGAN. Untuk sampai ke Gua Sumpang Bita, butuh tenaga ekstra menyusuri Tangga Seribu. Namun itu bukan masalah bagi yang terbiasa berpetualang. (Foto: Ridwan Marzuki)


Tantangan Tangga "Seribu"

BERBEDA saat belum dijadikan kawasan peninggalan purbakala, kondisi jalan menuju Gua Sumpang Bita saat ini relatif sudah bagus. Kendati harus menempuh perjalanan kaki sekira satu kilometer untuk sampai ke mulut gua, namun jalanan menuju ke sana terbilang "mulus".
  
Tak perlu lagi melewati semak belukar dan menebang pohon untuk samapi ke sana. Saat ini untuk menjangkau gua, cukup melewati jalan berundak atau tangga yang telah dibuat lebih rapi. Sudah ada anak-anak tangga yang jumlahnya tak terhitung menuju mulut gua. Anak tangga tersebut seluruhnya terbuat dari tembok. Hanya perlu menyiapkan sedikit energi untuk melewatinya.
  
Orang-orang yang sering ke sana kerap menyebut tangga yang tak berbilang tersebut dengan istilah "tangga    seribu". Jumlahnya yang begitu banyak dan berkelok-kelok membuat tangga tersebut seolah-olah tak diketahui berapa jumlahanya. Yang pasti, menelusuri tangga tersebut memberi kesan tersendiri. Pasalnya alam indah Sumpang Bita justru lebih bagus terlihat dari tanngga tersebut.

    Semakin jauh ke atas menelusuri tangga, maka semakin indah pemandangan dan lansekap alam yang terlihat di bawah. Namun jangan takut akan merasa kelelahan. Pengelola Kawasan Taman Purbakala Sumpang Bita seolah-olah telah mengerti hal itu. Makanya di banyak titik sudut tangga, terdapat gazebo-gazebo sederhana yang bisa dijadikan tempat mengaso pengunjung saat melakukan perjalanan menuju gua.

    "Jarak antara satu gazebo ke gazebo lainnya tidak teratur. Penempatannya disesuaikan di tempat-tempat di mana pengunjung sudah merasa capai," ujar Jabbar, penjaga sekaligus guide di Sumpang Bita. Jabbar merupakan PNS di BP3 Makassar.

    Gazebo-gazebo tersebut di bangun di sisi "tangga seribu" tersebut. "Gazebonya sudah ada. Tetapi mungkin lebih bagus jika dibuat lebih menarik lagi," ujar Rusdi Ma'ruf, salah seorang PNS pada Dinas Pariwisata Kabupaten Pangkep yang turut ikut pada perjalanan penulis menyusuri Sumpang Bita, Kamis, 31 Maret. (zuk)

MENIKMATI EKSOTISME KAWASAN LEANG LONRONG

Mengunjungi Objek Wisata Gua Leang Lonrong
*Ada Kolam Khusus, Airnya Langsung dari Celah Batu



LANSEKAP INDAH. Inilah pemandangan alam menuju gua Leang Lonrong, lokasi ekpedisi nan eksotis dan menantang. (Ridwan Marzuki)

SEKALI waktu cobalah rasakan kesejukan di Leang Lonrong. Objek wisata gua, sungai, dan bendungan yang memukau. Konon Leang Lonrong merupakan gua terpanjang di Pangkep.


RIDWAN MARZUKI, Minasate'ne

PERJALANAN menuju Leang Lonrong kami lakukan siang hari, Rabu, 6 April. Saat itu mentari sedang menyengat hebat akibat teriknya. Namun tak apalah menurut kami, karena pada saat itu rombongan menggunakan mobil. Perjalan tentu saja tak begitu melelahkan pikir kami saat itu.

    Dari arah ibu kota Kabupaten Pangkep, yakni Pangkejene, kami memulai perjalanan. Sekira setengah jam perjalanan, kami akhirnya tiba pada sebuah lembah yang begitu luas. Jalanan beraspal mentok di bibir lembah. Mobil tak bisa lagi melewatinya karena terdapat bebatuan berukuran besar plus sejumlah rawa-rawa di lembah tersebut. Ada juga hutan-hutan mini di sekitar lembah.

    Rupanya kami sudah sampai pada kawasan Gua Leang Lonrong. Namun titik tujuan yang akan kamu kunjungi ternyata masih berada di seberang bukit. Memang, untuk sampai ke gua Leang Lonrong tidak ada pilihan lain selain berjalan kaki. Jalan yang kecil, sempit, dan meyusup dicelah bebatuan plus menyeberangi sungai-sungai kecil adalah tantangan tersendiri untuk sampai ke gua. Makanya, sebagian besar rombongan yang mengenakan sepatu, terpaksa melepas dan memilih menjinjingnya.

    Namun bagi kami, itu bukanlah rintangan berarti melainkan sebuah kontruksi alam yang memang sangat cocok bagi petualang. Tak terasa, jarak dari ujung jalanan beraspal ke gua Leang Lonrong yang mencapai 1.000 meter, akhirnya bisa kami lalui. Kami tiba di gua Leang Lonrong dengan kondisi alam yang begitu sejuk dan teduh. Aliran air dari dalam gua yang membentuk sungai menjadi musik alami tersendiri yang membawa pesan ketentraman.

    Kondisi ritmis aliran air plus ornamen-ornamen bebatuan dan eks skalaktik di bibir gua seolah-olah ingin menjadi jawaban rasa penasaran kami. Sedikit capai yang dirasakan saat dalam perjalanan tadi seketika sirna. Apalagi tepat di depan mulut gua, terdapat kolam renang yang airnya berasal dari dalam gua. Suasana begitu sejuk terasa dan beberapa orang lebih memilih untuk berenang. Yang lainnya hanya mencuci muka dan sebagian lagi langsung memasuki gua.

    Namun untuk memasuki gua Leang Lonrong, mesti berhati-hati. Aliran air yang ada di dasarnya membuat beberapa sisi bebatuan yang menjadi lantai gua, ada yang licin. Konstruski gua begitu menarik. Bebatuan berbentuk ornamen laksana hasil pahatan. Juga masih terdapat tetesan-tetesan air jernih dari atas yang berbentuk stalaktik.

    Saya mencoba menelusuri gua lebih ke dalam lagi. Sayang alat penerangan tidak begitu mendukung. Hanya sekitar 10 meter dari mulut gua, air di dasar gua semakin dalam. Mulanya hanya sebatas mata kaki lalu sampai ke lutut, dan semakin naik ke paha. Saya yang memakai celana jins harus merelakannya basah karena mencoba menyusuri gua secara manual.



AIR GUNUNG. Inilah sungai yang airnya keluar dari gua. Air ini begitu segar jika Anda ingin berenang. Tampak juga gezebo yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan pengunjung Leang Lonrong. (Ridwan Marzuki)


    "Gua itu sangat panjang, belum ada yang bisa menghitung panjangnya. Semakin jauh ke dalam, airnya semakin dalam juga," ujar Haris Gani, salah seorang warga Pangkajene yang ikut dalam rombongan. Haris yang juga Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Pangkep itu, mengaku pernah melakukan ekspedisi ke dalam gua beberapa tahun silam. Namun semakin ke dalam, gua semakin gelap dan airnya semakin dalam. Butuh alat yang memadai sebelum melakukan ekspedisi ke gua Leang Lonrong, katanya. Selain itu, tentu saja, alat penerangan juga tak kalah pentingnya.       

  Leang Lonrong, merupakan wisata permandian alam dan petualangan. Dikatakan begitu, karena aliran air yang keluar dari dalam gua dibuatkan bendungan. Belum lagi kolam renang yang begitu menyegarkan setiap orang yang berenang di dalamnya. Kolam renang yang airnya menggunakan aliran dari dalam gua juga terbilang tidak begitu dalam. Kedalamannya antara paha hingga bahu orang dewasa. Sangat cocok bagi pemula yang ingin berenang atau sekadar mandi-mandi.

    Salah seorang pengunjung Leang Lonrong, Edi, mengaku sangat menikmati pikniknya di lokasi tersebut. Leang Lonrong menurut pemuda berumur 19 tahun tersebut, sangat indah karena dikelilingi oleh gunung-gunung berbatu yang tinggi sehingga kawasan Leang Lonrong seolah-olah berada di lembah. Sekilas, tampak seperti berada di alam yang belum terjamah sama sekali.

     Karyawan swasta di Makassar, ini mengatakan, setiap kali ke Leong Lonrong, tak bisa menahan diri untuk tidak berenang. "Bagus sekali berenang di sini karena airnya sangat sejuk," ujar pria yang beralamat di Asrama Haji Sudiang, Makassar ini. Ia memang sengaja datang dari Makassar dan mengunjungi Leang Lonrong bersama rekan-rekannya, salah satu tujuannya karena ingin berenang.

    Bagi yang ingin beristirahat pasca ekspedisi gua dan berenang atau sekedar menyusuri lembah hutan mini di sekitar gua Leang Lonrong, jangan khawatir. Di sekitar mulut gua, terdapat gazebo yang bisa digunakan untuk melepas penat atau sekedar menikmati bekal yang dibawa. Sebagian pengunjung memang memilih membawa bekal makanan, setidaknya makanan ringan untuk menghindari rasa lapar menyerang pasca beraktivitas di kawasan ini.

    Setidaknya ada dua zasebo permanen yang telah dibangun di lokasi tersebut. Kondisinya sangat nyaman digunakan beristirahat atau sekedar tempat mengganti pakaian sehabis berenang. Gazebo dikelilingi oleh tempat duduk plus meja. Selain itu, ada juga gazebo non permanen yang terbuat dari bambu dan kayu. Namun khusus gazebo sederhana ini, biasanya digunakan berjualan oleh pedagang kaki lima, khususnya pada musim-musim padat pengunjung, misalnya hari raya dan akhir pekan.

    Kami juga bertemu dengan Daud, penjaga bendungan Leang Lonrong. Pria paruh baya ini menceritakan, belum ada seorang pun yang mampu samapi ke ujung gua saat melakukan ekspedisi. Makanya ia mengatakan, hingga saat ini belum ada yang bisa memprediksi panjang gua. Setiap orang yang mencoba melakukan ekspedisi ke dalam, tak ada yang bisa sampai ke ujungnya.

    "Dulu ada orang asing melakukan ekspedisi ke dalam gua Leang Lonrong. Mereka masuk jam 08.00 pagi dan keluar jam 09.00 malam tetapi belum sampai di ujung  gua," ujarnya. Menurutnya, orang asing atau turis tersebut membawa peralatan modern khusus untuk ekpedisi gua, salah satunya adalah tabung oksigen dan perahu karet. Namun setelah melakukannya, mereka juga tak mampu sampai. "Biasanya Sabtu dan Minggu banyak pengunjung yang datang ke sini, Pak," imbuh Daud.

    Secara administratif, Leang Lonrong berada di Desa Panaikang Kecamatan Minasate'ne. Hanya saja, beberapa kalangan mengkhawatirkan air yang keluar dari gua akan tercemar limbah karena di seberang gunung, yang menjadi kawasan gua, terdapat pabrik marmer. Kekhawatiran tersebut beralasan karena air yang keluar dari gua bernilai sangat vital bagi warga sekitar Leang Lonrong. Selain untuk persawahan mereka juga menggunakannya untuk peternakan semisal budidaya ikan, termasuk digunakan untuk minum.

    Untuk masuk ke kawasan Leang Lonrong, tidak begitu mahal dan sangat terjangkau. Tarif yang dikenakan untuk setiap pengungjung hanya Rp 1.500 untuk dewasa dan Rp 1.000 untuk anak-anak. Pelaksana tugas (plt) Kepala Desa Panaikang, Abd Asiz, mengatakan, salah satu kendala promosi Leang Lonrong karena jalanan menuju gua masih kurang bagus dan belum bisa dijangkau oleh alat transportasi sehingga pengungjung jika ingin ke sana harus berjalan kaki.   

"Jalanannya yang masih kurang bagus. Tetapi yang saya dengar pemprov sudah akan membangunnya. Dinas Pariwisata juga sudah pernah datang, mungkin berencana untuk mengembankannya," ujarnya.

    Leang sendiri dalam bahasa setempat diartikan sebagai gua. Lalu Lonrong diartikan sebagai arus air yang keluar dari gua. Makanya Leang Lonrong diartikan gua yang mengeluarkan air deras. Air yang keluar pun volumenya konstan alias tidak pernah berubah kendati musim kemarau telah tiba. Anda ingin mencoba ekspedisi?
(ridwanmarzuki@gmail.com)
GUA TERPANJANG. Kondisi di dalam  yang berdekatan dengan bibir gua. Air yang deras serta ornamen gua menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. (Ridwan MarzukI)