Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Kamis, 24 Januari 2013

Pohon Jangan Hanya Ditanam Lantas Diabaikan

 Hijaukan Kembali Bantaran Sungai

BANYAKNYA pohon yang mati karena tak terawat khususnya yang berada di bantaran sungai dan kanal, ditanggapi serius oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Pemerintah diimbau memperhatikan pohon-pohon yang ada di bantaran karena memiliki banyak fungsi yang siginifikan.

Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulsel, Zulkarnain Yusuf, mengatakan, salah satu fungsi mendasar pohon-pohon di bantaran sungai adalah mencegah terjadinya abrasi. Selain itu, manfaat lainnya, yakni sebagai medium yang berfungsi mereduksi polusi udara, khususnya gas karbon (CO2).

"Fungsi utamanya dalam kota adalah sebagai area resapan," ujar Zulkarnain kepada penulis, Kamis, 24 Januari.

Ia menegaskan, saat musim hujan, drainase tak akan mampu menampung keseluruhan air hujan, terutama saat intensitas curahannya di atas rata-rata. Kawasan resapan inilah yang berfungsi untuk menampung sebagian air hujan agar tidak langsung masuk ke drainase lantas dialirkan ke laut. Makanya, semakin minim area resapan, maka potensi banjir juga akan semakin tinggi.

Zulkarnain juga menyoroti banyaknya program reboisasi di bantaran sungai dan kanal, mulai hulu hingga hilir, yang terkesan hanya proyektif. Artinya, pohon-pohon tersebut lebih banyak ditanam dahulu lantas ditinggalkan. Justru karena cara pemeliharaan yang demikian, tingkat kesuksesan penanaman pohon di bantaran sungai dan kanal, banyak yang gagal.

Data yang dikumpulkan Walhi terkait penanaman pohon alias proyek penghijauan, tingkat tertinggi keberhasilannya hanya 20 persen. Artinya, 80 persen lebih banyak yang gagal. Hal inilah yang mestinya menjadi bahan evaluasi jika memang ingin serius menata lingkungan untuk menciptakan kawasan-kawasan hijau yang baru.

"Lebih banyak memperhatikan soal penanaman, namun tidak dipikirkan pemeliharaannya," imbuhnya.

Untuk menghijaukan bantaran sungai dan kanal, lanjut dia, maka mau tidak mau, partisipasi semua pihak dibutuhkan. Karena hal ini membutuhkan keterlibatan masyarakat, maka pemerintah diharapkan bisa memanfaatkan masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai dan kanal.

Pemerintah diimbau untuk memberikan kompensasi bagi warga yang bermukim di sekitar sungai dan kanal. Mereka tak mesti diberi sesuatu yang berbentuk uang, namun bisa dalam bentuk lain dalam rangka mendorong partisipasi mereka dalam memelihara pohon-pohon yang telah ditanam.

Anggota Komisi D DPRD Makassar, Stefanus Swardy Hiong, mengungkapkan, fungsi pepohonan dalam kota, memang sangat signifikan dibutuhkan, terutama untuk menetralisasi polutan-polutan udara. Selain itu, oksigen (O2) dihasilkan oleh pepohonan sehingga sangat perlu perawatan dan perluasan areanya.

Jangan Timbun Danau

BANJIR yang melanda Kota Makassar pada akhir Desember 2012-awal Januari 2013, salah satunya disebabkan karena kurangnya danau penampung air hujan. Ke depan, potensi banjir akan semakin riskan jika tidak ada penambahan danau buatan.

Anggota Fraksi PAN DPRD Makassar, Hamzah Hamid, mengatakan, salah satu danau yang berperan vital sebagai salah satu pemecah konsentrasi banjir di Kota Makassar adalah Danau Balang Tonjong yang terletak di Antang, Kecamatan Manggala. Ia menolak jika ada investor yang masuk namun justru menimbunnya.

"Jika itu ditimbun, maka Makassar akan menjadi Jakarta ke dua," ujar Hamzah kepada penulis, kemarin. Menurutnya, banjir yang baru saja melanda Makassar, seharusnya dijadikan pelajaran bahwa sarana penampungan air hujan dibutuhkan mengingat sistem drainase belum begitu maksimal berfungsi.

Persoalan utamanya, selain karena saluran drainase tak terintegrasi dan banyak terjadi sedimentasi, juga karena wilayah penyerap air hujan yang semakin terdesak dan berkurang drastis. Oleh karena itu, Hamzah menegaskan perlunya memproteksi Danau Balang Tonjong dari penimbunan dengan alasan apa pun.

"Apalagi Balang Tonjong itu tanah adat, tidak boleh ada aktivitas penimbunan di sana," imbuh anggota Komisi D DPRD Makassar tersebut.

Sebelumnya, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Eksekutif Daerah Walhi Sulsel, Ismar Hamid, mengungkapkan adanya ancaman banjir berkelanjutan di masa datang jika Pemerintah Kota Makassar semakin menekan daerah resapan apalagi menghilangkan fungsi Balang Tonjong sebagai danau penampung air hujan.

Jika Balang Tonjong ditimbun, maka konsekuensinya, area penampungan air hujan, terutama ketika musim hujan bercurah tinggi, maka ruang untuk penampungannya akan semkain sempit. Hal inilah yang akan memperparah banjir, khsususnya di kawasan Antang.

Bagi Walhi Sulsel, selain kawasan resapan air yang perlu diperbanyak, sejatinya danau buatan juga ditingkatkan, bukan malah mengurangi yang sudah ada. Investor bisa saja masuk, namun tak boleh sama sekali menganggu fungsi Balang Tonjong yang selama ini berperan sebagai penampungan air hujan.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Makassar, Zaenal Beta, mengatakan, penimbunan tidak boleh dilakukan hingga ke dalam danau. Seharusnya yang boleh ditimbun hanya yang masuk perluasan kawasan pasar tradisional Antang.

(***)

Makassar dan Inkonsistensi Penerapan Aturan Daerah

Pemkot Banyak Abaikan Aturan Daerah

MAKASSAR--Pemerintah Kota Makassar dinilai banyak mengabaikan aturan daerah baik yang dibuat oleh dewan, maupun yang dibuatnya sendiri. Beberapa aturan daerah baik peraturan daerah (perda) maupun peraturan wali kota, banyak yang tidak ditegakkan.

Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Makassar, Abd Wahab Tahir, mengatakan, seluruh perda yang dihasilkan dewan, penegakannya harus dilakukan oleh pemkot. Dewan, kata dia, bukan lembaga yang secara prosedural diharuskan menegakkannya. Pemkotlah yang memegang wewenang penindakan.

"Karena fungsi penindakan ada di pemkot, maka otomatis jika terjadi ketidakmampuan penerapan perda, tentu kesalahan penuh diserahkan kepada pemkot," ujar Wahab penulis.

Menurut Wahab, pemkot memiliki seluruh infrastruktur dalam penegakan aturan-aturan daerah, termasuk semua sumber daya pendukungnya. Namun yang terjadi, kendati sudah banyak aturan yang dibuat, namun penerapannya di lapangan sangat lemah. Dewan masih menjumpai sejumlah aturan yang dilanggar di dalam masyarakat.

Banyaknya aturan yang seolah-olah hanya menjadi pajangan tersebut, tandas Wahab, juga menjadi keprihatinan anggota dewan. Karena itu, dalam beberapa kesempatan, DPRD Makassar mengeluarkan rekomendasi perlunya penegakan aturan tersebut. Bahkan, secara teknis, semua komisi di DPRD pernah mengeluarkan rekomendasi, namun tak kunjung ditegakkan oleh pemkot.

"Hasil analisis kami di DPRD Makassar, penyebab banyaknya aturan yang tidak berjalan, itu karena pemkot yang tidak begitu tegas untuk menegakkannya," imbuh anggota Komisi B DPRD Makassar tersebut.

Ia menduga keengganan pemkot menegakkan aturan tersebut karena adanya unsur ketakutan menerima konsekuensi balik. Ia mencontohkan, peraturan wali kota mengenai larangan bentor beroperasi di ruas jalan utama, justru tak diindahkan. Di jalan-jalan kota, bentor sudah menjadi pemandangan yang lumrah, padahal wali kota sudah membuat aturan area kebolehan operasionalnya.

Selain itu, perda tentang persampahan, dimana salah satu poinnya adalah pemberlakuan denda Rp5 juta atau kurungan maksimal tiga bulan bagi yang membuang sampah sembarang tempat, justru tak pernah diterapkan sama sekali. Tak sekali pun ada warga yang membuang sampah dihukum dengan menggunakan perda ini.

"Dalam sejarahnya, tidak pernah ada warga masyarakat yang dikenai sanksi seperti itu. Padahal faktanya, kota ini dikerumuni oleh sampah. Orang seenaknya membuang sampah," imbuh Wahab.

Wahab juga melihat kelemahan pemkot yang tidak bisa memberikan contoh kepada masyarakat. Masih banyak produk hukum yang dibuat, tidak diimplementasikan. Apalagi, kata dia, hampir seluruh rekomendasi dewan, justru tidak diindahkan.

Karena kondisi itu, Wahab justru menantang rekan-rekannya di DPRD Makassar untuk mengambil sikap politik terkait banyak rekomendasi mereka yang tak dijalankan oleh pemkot. Menurutnya, seharusnya dewan bersatu untuk mengingatkan pemkot terkait rekomendasi mereka yang tak dijalankan. Padahal, rekomendasi yang dilahirkan biasanya melalui proses pembahasan yang lama.

Anggota Fraksi Persatuan Nurani, HM Yunus, juga mengomentari banyaknya aturan daerah yang tak ditegakkan. Menurutnya, khusus untuk perrda, dewan hanya membahas dan mengesahkannya. Tugas mereka hanya sampai di situ. Jika ada masalah teknis lapangan, biasanya dewan hanya membuat rekomendasi agar pemkot mengambil langkah taktis.

"Pemkotklah yang menegakkan aturan itu. Banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan," ujar Yunus. Anggota Komisi C ini mengatakan, sebaiknya pemkot membenahi mekanisme penegakan aturan supaya aturan-aturan yang ada tidak sekadar pelengkap perpustakaan.

(***)

Barzanji dan Budaya Makassar

Barzanji dan Maulid, Simbol Kecintaan Pada Rasulullah


TERLEPAS dari perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait hukum membaca barzanji, namun jika merujuk histori, maka kitab ini lahir dari semangat untuk menumbuhkan kecintaan kepada Nabi dan Rasul Allah, Muhammad Saw.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, barzanji diartikan sebagai bacaan puji-pujian yangg berisi riwayat Nabi Muhammad Saw dan secara khusus sering dibacakan pada perayaan Maulid (peringatan Hari Lahir Nabi Muhammad). Kitab barzanji mulai dikenal karena dulu pernah digelar sayembara penulisan sejarah kerasulan.

Berzanji diambil dari nama pengarangnya yaitu Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim kelahiran Medinah pada 1690 dan meninggal tahun 1766. Barzanji sendiri berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan yang bernama Barzinj.

Dalam sejarah, awalnya kitab ini dikenal dengan judul Iqd al-Jawahir yang berarti kalung permata. Kitab ini disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw. Namun dalam perjalanannya, kitab ini lebih banyak disebut dengan menggunakan nama penulisnya.

Akademisi Universitas Muslim Indonesia (UMI), Dr HM Arfah Shidiq MA, mengatakan, barzanji merupakan kitab sejarah yang posisinya tidak sama dengan Alquran atau hadis nabi.
Barzanji mengisahkan kehidupan Nabi Muhammad, baik keluarga, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul.

"Kenapa banyak umat Islam membacanya, karena di dalamnya banyak salawat (doa keselamatan atas Nabi Muhammad, red)," ujar Arfah kepada penulis.

Arfah mengatakan, dalam suatu riwayat hadis disebutkan bahwa siapa yang bersalawat kepada Nabi Muhammad satu kali, maka Allah juga akan bersalawat 10 kali kepadanya. Selain itu, jika ada umat Islam yang mendengar nama Rasulullah disebut lantas tidak bersalawat, maka ia masuk kategori kikir.

Atas alasan ini sehingga barzanji terus dilestarikan di tengah-tengah masyarakat. Malah sebagian diakulturasi dengan kebudayaan lokal untuk menegaskan kecintaan terhadap Rasulullah. Barazanji ini pula yang mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.

"Jadi barzanji itu sama dengan kitab-kitab sejarah lainnya. Bedanya, ini khusus sejarah tentang Rasulullah," imbuh pria yang juga pengurus NU Sulsel ini.

Menurutnya, membaca sejarah tak harus disebut perbuatan bidah. Arfah dengan tegas menolaknya bahwa barzanji disamakan dengan bidah. Alasannya, membaca sejarah tidak boleh dihakimi seperti itu, bahkan sejarah tokoh-tokoh dunia pun boleh dibaca.

Ia mengatakan, barzanji sudah mulai dimasyarakatkan. Kitab ini sudah mulai ditransliterasi ke dalam berbagai bahasa, termasuk Bahasa Indonesia, bahkan bahasa daerah. Namun Arfah juga menyayangkan jika ada sebagian orang Islam yang menggap membaca barzanji hukumnya wajib. Menurutnya, keyakinan seperti itu sudah keliru.

Barzanji dihadirkan dalam beberapa kegiatan kebudayaan, misalnya pesta pernikahan, maulid, dan sebagainya, hanya untuk mengisi acara itu dengan kegiatan yang lebih bermanfaat. Lebih baik membaca barzanji ketimbang hanya cerita-cerita biasa yang tiada guna.

Khusus untuk maulid yang kerap digelar dalam bentuk acara, menurut Arfah, hal itu juga bukan masalah, kendati ulama memang berbeda pendapat. Namun menurutnya, maulid bukanlah ibadah mahdah (wajib), sehingga tak ada masalah digelar sepanjang akidah tetap murni kepada Allah. Waktu peringatan maulid juga tidak harus di hari yang sama, yakni 12 Rabiul Awal, alias bisa kapan saja.

Sementara itu, akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Prof Dr Ali Parman MA, mengatakan, barzanji merupakan nama orang yang membuat kitab yang bercerita tentang perjuangan Rasulullah Saw. Di Indonesia, barzanji ini lantas dijadikan tradisi, misalnya ketika ada acara pengantin.

Menurutnya, begitu banyak orang tua yang hapal kitab barzanji. Sepanjang hanya untuk dibaca sebagai bahan refleksi perjuangan Rasulullah serta untuk menambah pengetahuan, maka barzanji justru sangat bagus dibaca.
"Sebenarnya isinya bagus. Hanya kalau dibawa ke ritual-ritual, itu yang bisa salah sasaran," katanya.

Terkait peringatan maulid di Takalar (Maudu Lompoa ri Cikoang), menurut Ali Parman, sebetulnya tak ada masalah andai keyakinan dan akidah yang melakukannya lurus dan murni untuk Allah Swt. Sayang, justru ada keyakinan yang menyebutkan bahwa lebih penting maulid ketimbang salat.

"Masalahnya sudah dijadikan teologi. Ada keyakinan yang mengatakan, biar tidak salat, yang penting ma'maudu, maka masuk juga surga. Ini yang tidak benar," imbuh Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar ini.

Kalau sekadar dibaca, maka barzanji justru tidak ada masalah karena itu hanya sebuah buku sejarah. Sepanjang niat untuk belajar, maka itu dibolehkan membacanya. Yang salah jika sudah ada keyakinan lain ketika membacanya. Tidak boleh begitu mengidolakan penulisnya, Barzanji, lantas kitabnya dijadikan aliran teologi.

  (***)