Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Sabtu, 08 Mei 2010

Masjid Makmur Melayu di Kampung Wajo



*Akan Dibangun Mirip Klenteng

Usianya sudah 250 tahun. Tercatat sebagai salah satu masjid tertua di Sulsel selain Masjid Katangka di Sungguminasa, Gowa. Bagaimana kondisinya kini?... See More

RIDWAN MARZUKI
Jl. Sulawesi

Masjid Makmur Melayu terletak Kelurahan Melayu Kecamatan Wajo. Masjid ini diapit oleh dua jalan besar, yakni Jalan Sulawesi dan Jalan Sangir. Berdiri tepat di tengah-tengah penduduk pecinan. Memang, kedua jalan tersebut dominan dihuni oleh masyarakat etnis Tionghoa. Termasuk di bagian belakang Masjid merupakan kompleks komunitas masyarakat pecinan.

Masjid Makmur Melayu tak bisa dipisahkan dengan salah satu tokoh ulama besar penyebar Islam di Sulsel, Khatib Tunggal Maulana Syekh Abdul Makmur. Di Makassar, tokoh ini lebih dikenal dengan nama Datuk Ri Bandang.

Mesjid Makmur Melayu dibangun di atas lokasi pesantren yang didirikan oleh Datuk Ri Bandang. Memang, awal mulan kedatangannya di Makassar, ia mendirikan pesantren sebagai pusat syiar atau penyebaran Islam. Pesantren inilah yang yang dipakai mendidik penduduk di sekitar lokasi tersebut. Juga, berfungsi sebagai tempat mengislamkan orang yang ingin masuk Islam.

Setelah Datuk ri Bandang wafat, lokasi eks-pesantrennya lalu dibanguni Masjid. Inisiatornya adalah anak-cucu beserta para pengikutnya. Pembangunannya dimulai pada tahun 1760. Sebagai bentuk dedikasi dan penghormatan atas jasa-jasa Datuk ri bandang tersebut, maka Masjid ini lalu diberi nama Masjid Makmur Melayu. Kata Melayu sendiri diambil karena ia berasal dari Melayu atau Sumatera.

Masjid ini berdiri di atas di atas lahan seluas 15x19 meter. Dulu, luasnya 21x20 meter. tetapi karena pembangunan jalan, sebagian bangunannya dikurangi alias dipotong. Semula pengurus Masjid Makmur Melayu bersikeras tak mau melepaskan sebagian bangunannya, tetapi karena bujukan dan desakan pemerintah Kota Makassar saat itu, akhirnya mereka mengalah.

Saat ini, untuk masuk ke Masjid, jamaah harus lewat dari pintu sebelah utara. Tepatnya, jamaah masuk dari arah Jalan Sangir. Terdapat dua pintu pagar sebagai akses masuk. Sejajar dengan itu, terdapat tembok yang megelilingi Masjid dengan perpaduan empat warna, yaitu hitam, coklat, krem, dan hijau. Pintu pagar sebelah kiri yang berhadapan langsung pintu masuk masjid. Di pintu tersebut terdapat gapura yang berbentuk piramida. Di samping gapura terdapat tempat wudhu. Dan di bagian ujung timur, terdapat toilet yang terlihat cukup terawat.

Salah seorang pengurus Masjid Makmur Melayu bernama H Ince Unais Hasan. Usianya kini 67 tahun. Selain sebagai ketua pengurus masjid, ia juga didaulat oleh jamaah sebagai imam di masjid tersebut. Unais tinggal di sekitar masjid. Persis di bagian selatan Masjid Makmur Melayu. Sejak kecil ia tinggal di tempat itu. Mungkin karena alasan itu, sehingga ia dipercaya menjadi imam. Selain itu, Unais juga masih merupakan keturunan dari Syekh Datuk ri Bandang.

Unais menceritakan, Masjid Makmur Melayu telah mengalami beberapa kali renovasi. Awal mula dibangun pada abad XVII, bahannya masih dari kayu. Pada tahun 1943, saat perang dunia ke-2, masjid ini sempat hancur dan rata dengan tanah. Hal tersebut terjadi karena dihantam dengan bom besar. Akibatnya, bangunan orisinal seperti awal pendiriannya tak bisa lagi dilihat.

Pasca pengeboman tersebut, perlahan-lahan masyarakat Kampung Melayu merekonstruksi Masjid Makmur Melayu. Saat itu dipimpin oleh H Ince Muhammad Hasan, ayah Unais. Dindingnya kala itu hanya terbuat dari gamacca. Yaitu dinding yang terbuat dari anyaman kulit pelepah daun nipah atau rumbia.

Tahun 1948, di tengah situasi pascaproklamasi kemerdekaan, dindingnya mulai diganti dengan tembok. Tak tanggung-tanggung, dinding tersebut dibuat dari tiga lapisan batu bata merah. Menurut Unais, batu bata zaman dulu berukuran besar dan lebar serta keras. Bisa dibayangkan betapa kuatnya dinding Masjid Makmur Melayu tersebut kala itu.

Tahun 1982, Mesjid ini dipugar lagi. Pemugarannya terbilang radikal. Masjid Makmur Melayu yang tadinya berlantai satu, lalu dibangun berlantai dua. Biaya pembangunan tersebut sepenuhnya berasal dari swadaya masyarakat. Termasuk bantuan dari masyarakat etnis Tionghoa di sekitar masjid tersebut. Unais mengaku, pemerintah tak memberi bantuan. "Tidak ada, nak. Tidak ada sedikit pun bantuan dari pemerintah," kata dia.

Walau begitu, tetapi Unais merasa bersyukur. Menurutnya, setiap kali merngadakan renovasi masjid, orang-orang Tionghoa di sekitar lokasi masjid selalu membantunya. Bantuannya bukan berupa uang, tetapi dalam bentuk material bangunan. Seperti pasir, semen, dan tegel. Memang di lingkungan sekitar masjid, tedapat beberapa orang etnis Tionghoa yang memeluk agama Islam.

Kini Masjid Makmur Melayu akan direnovasi lagi. Atau tepatnya akan dibangun ulang. Desainnya sudah dibuat. Tim atau panitia pembangunannya juga sudah dibentuk. "IMB (izin mendirikan bangunan) sudah ada, Nak," ungkap Unais.

Masjid Makmur Melayu yang akan dibangun berlantai empat. Lantai satu sebagai basement berfungsi sebagai tempat parkir. Lalu lantai dua sebagai pusat kegiatan Taman Pendidikan Alquran (TPA), sekaligus tempat pertemuan atau pengajian. Lantai tiga dan empat yang akan difungsikan sebagai tempat salat. Konsep bangunannya didesain menyerupai klenteng. "Mungkin karena berada di lokasi pecinan sehingga bangunannya mirip klenteng," tutur Unais.

Sealin itu, Masjid Makmur Melayu yang baru akan dilengkapi dengan lima buah menara. Satu menara utama di bagian utara. Lalu satu menara di bagian timur. Dan tiga menara lainnya berada di sebelah barat. Hanya saja, sejak panitia pembangunannya dibentuk tahun lalu, belum ada kepastian kapan pembangunannya dimulai.

Menurut Unais, faktor dana yang menjadi kendala utama. Apalagi anggaran untuk membangun Masjid Makmur Melayu yang baru akan menelan Rp 8,6 milyar. "Jadi kami berharap kiranya ada bantuan dari pemerintah dan masyarakat luas," kata Unais lirih. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar