Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Rabu, 28 April 2010

Kampus Salahkan Televisi

AKSI demo yang sering terjadi selama ini dinilai sebagai biang investor malas berinvestasi di Sulsel. Pasalnya, demo yang selalu menutup jalan membuat investor takut dan tidak terjamin keamanannya.

Akibatnya, tentu saja menghambat investasi. Apalagi, kalau demonya sudah menjurus ke tindakan anarkis.
Meski demikian, Pembantu Rektor IV Universitas Hasanuddin, Dr Dwia Aries Tina NK tidak begitu sepakat jika hanya mahasiswa yang disalahkan. Ia menganggap demo mahasiswa hanya salah satu dari sekian banyak penyebab enggannya investor berinvestasi di Sulsel.

Menurutnya, Sulsel tidak seburuk dengan apa yang diasumsikan orang-orang dari luar Sulsel. Dwia menuding, media yang terlalu membesar-besarkan aksi demonstrasi di Sulsel. Dari blow up tersebut, akhirnya terbentuk pencitraan buruk terhadap Sulsel. Ujung-ujungnya muncul stereotipe tentang daerah ini.

    "Media terlalu membesar-besarkan demo kekerasan. Lalu tercipta stereotipe, padahal demonya dalam skala kecil," bela Dwia.

    Investor, lanjut dia, memang akan mempertimbangkan berbagai aspek ketika akan berinvestasi. Selain faktor ekonomi seperti sumber daya, infrastruktur, dan lainnya, investor juga akan mempertimbangkan faktor nonekonomi. "Faktor nonekonomi itu, faktor yang yang tak terlihat. Misalnya, masyarakat yang selalu dalam kondisi kekerasan, maka mereka (investor, red) akan mencari tempat lain yang aman," ungkap Dwia.

    Terkait dengan tidak black list terhadap alumni, ia mengaggap semestinya hal itu tidak terjadi. Menurutnya, sarjana Sulsel juga memiliki nilai akademik dan skill yang memadai. Oleh karena itu, kultur kekerasan sudah harus dihilangkan mulai sekarang.

"Jadi harus dibangun kesadaran bagi kelompok muda untuk tidak lagi melakukan aksi anarkis," imbuh dia.
    Sementara itu, Pembantu Rektor III Universitas Muslim Indonesia (UMI), Ir Mas'ud Sar MSC, menganggap keluhan investor itu sebagai suatu persoalan yang mesti dicarikan solusi secara bersama. Menurutnya, apa yang dikeluhkan tersebut merupakan bahan introspeksi bagi seluruh perguruan tinggi di Sulsel.

    Mas'ud membenarkan bahwa demonstrasi menjadikan investor berpikir berinvestasi di Sulsel. Hal karena investor tidak merasa nyaman dengan adanya demonstrasi.
"Ketidaknyamanan itu terkait dengan adanya aksi demonstrasi yang anarkis," kata dia.

    Investor, lanjut Mas'ud,  merasa tidak tenang jika ada demo. Mereka menjadi terhambat melakukan aktivitas karena adanya aksi-aksi tutup jalan. Akhirnya itu akan berpengaruh pada stabilitas kegiatan usaha para investor. Hasilnya tentu saja sangat berkaitan dengan keuntungan dalam berinvestasi.

    Mas'ud juga mengaku heran dengan gerakan mahasiswa. Utamanya aksi demonstrasi yang selalu menutup jalan. "Saya tidak tahu, kenapa mereka selalu tutup jalan. Padahal kami sudah menyampaikan kepada mahasiswa kalau demo, jangan bebani masyarakat. Jangan tutup jalan," terang dia.

    UMI sendiri, lanjutnya, bukannya tanpa upaya untuk menertibkan perilaku demo yang menutup jalan. Malah, sudah ada panggung orasi dalam kampus, tapi itu tidak dipakai mahasiswa. Mereka lebih memilih menyuarakan aspirasinya di jalan. Mereka juga terkesan tidak mau dilarang.

    Terkait sarjana asal Sulsel yang kurang diterima di pasar kerja, Mas'ud mengakui hal tersebut bisa dimaklumi. Itu karena, perusahaan ragu dengan sarjana alumni Sulsel. "Perusahaan takut, mereka (sarjana alumni Sulsel, red) menjadi bibit perpecahan dalam organisasinya. Itu karena mereka sudah melihat mereka tidak bisa dilarang," imbuh dia.

    Senada dengan Dwia, Mas'ud juga mengeritik media yang terlalu membesar-besarkan demo di Sulsel. Ia beranggapan, media yang paling berkontibusi membuat citra tentang Sulsel. "Utamanya media elektronik," kata Mas'ud. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar