Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Minggu, 16 Mei 2010

Mengintip Aktifitas Warnet Lorong di Malam Hari


*Akses Game Paling Dominan

Warnet kini bukan lagi hal langka. Penggunanya tidak lagi terbatas pada orang dewasa. Anak-anak pun mulai gandrung bermain internet. Kini, warnet dengan mudah ditemui di gang-gang sempit di metropolitan ini.

RIDWAN MARZUKI
Makassar

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 23.00. Tetapi aktifitas di warnet itu belum juga surut. Terlihat, beberapa remaja sedang asyik ber-online ria di warnet tersebut. Warnet itu bernama Erens Net. Terletak di Jalan Dirgantara, persis di ujung barat Lorong 12. Sudah tiga bulan warnet ini beroperasi di jalan sempit tersebut.

    Pemilik Erens Net bernama Christian Boni. Ia tak sendiri dalam mengelola warnetnya itu. Ada Ayub dan Eliezer yang membantunya. Modelnya adalah mereka menjaga warnet secara bergantian. Saat Fajar menyambangi warnet itu, Elyeser yang sedang bertugas. Ia duduk di depan sebuah monitor
komputer yang berfungsi sebagai central operator. Usianya masih muda, sekira 20-an tahun.

    Eliezer menuturkan, dulunya, warnet yang didirikannya itu merupakan toko obat. Toko obat tersebut milik tantenya. Tetapi karena toko obat itu tak terurus lagi, maka Eliezer bersama Christian mengontrak bangunannya untuk dijadikan warnet. Awal didirikan, pengunjungnya hanya dua atau tiga orang. Setelah beberapa lama, akhirnya pengunjungnya kian banyak.

    Warnet yang dikelola Eliezer ini beroperasi 24 jam. Konsekuensinya, setiap malam ia harus begadang menunggui para pengungjung warnetnya. Ia menikmati aktifitasnya sebagai penjaga warnet. Karena dengan begitu, ia juga bisa online. Seperti saat saya menemuinya, Eliezer terlihat sedang asyik bermain game foker. “Saya suka facebook dan foker,” ujar dia, Rabu, 12 Mei.

    Soal keamanan, ia mengaku jika selama ini tak pernah terjadi hal-hal yang tidak dinginkan. Pengunjung yang datang memang murni untuk tujuan yang berkaitan dengan browsing, searching, cheating, downloading, dan game. Apalagi orang-orang yang datang itu kebanyakan sudah dikenalnya alias sudah langganan tetapnya. “Remaja perempuan juga biasa datang ke sini meskipun sudah jam 11 malam,” ungkap Eliezer.

    Orientasi pengguna warnet, lanjut dia, sekarang sudah bergeser. Jika dulu kepentingan orang mengunjungi warnet karena mencari bahan tugas-tugas dan kepentingan ilmu penegetahuan, sekarang tidak lagi. Hanya satu atau dua orang saja yang betul-betul menggunakan warnet sebagai medium ilmu pengetahuan. Kebanyakan yang datang hanya mengakses jejaring social seperti facebook, twitter, tagged, dan lainnya. Juga untuk bermain game online, seperi foker, point blank, ninja zaga, dan counter strike.

    Walaupun konsep warnetnya buka 24 jam, tetapi jika sudah dini hari dan tidak ada lagi pengunjung, maka Eliezer lebih memilih untuk menutup warnetnya. Kecuali malam Minggu, maka aktifitas warnet akan beroperasi sampai pagi. Menurutnya, saat malam Minggu, pengunjung warnetnya harus antri karena terbatasnya komputer. Memang, di warnet ini, hanya terdapat tujuh buah komputer yang bisa dipakai oleh pengunjung. “Di sini tergantung pengguna. Kalau mereka main sampai pagi, ya kami tunggui. Pokoknya dibuka 24 jam sepanjang ada yang main,” kata dia.

    Warnet Eliezer terbilang tidak begitu luas. Di samping peralatan komputer yang hanya tujuh unit, tempatnya juga relatif kecil. Hanya berukuran sekira 4x6 meter. Sehingga kesan warnet ini lebih mirip kios. Walau tempatnya mini, tetapi pengunjungnya tak pernah kosong. Tak heran, dalam sehari Eliezer mampu mendapatkan income antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Jika ditotalkan dalam sebulan, penghasilannya mencapai Rp 6 juta hingga Rp 9 juta. Nominal yang terbilang tidak kecil untuk ukuran warnet mini.

    Hanya saja, Eliezer tak bisa mengontrol pengunjung yang datang menggunakan jasa warnetnya. Apalagi jika pengunjung mengakses situs porno, dia merasa canggung untuk menegurnya. “Kita tidak bisa melarang. Kita juga tidak mungkin mengawasi mereka terus. Kesannya nanti pelanggan merasa tidak nyaman,” kata dia.

    Salah seorang pengunjung tetapnya bernama Benny. Orang ini mengaku senang mengakses facebook dan bermain foker. Benny merasa lebih beruntung dengan adanya warnet di lorongnya. Dia beralasan  lebih memilih warnet di lorong karena dekat dari rumahnya. Meskipun tarifnya beda dengan warnet di tempat lain, tetapi menurut dia, pengeluarannya sama saja. Itu karena dia harus mengeluarkan lagi biaya transportasi. Sementara di sini ia tidak mengeluarkan biaya transportasi. “Lagipula kecepatan aksesnya juga bagus di sini” ujarnya.


    Warnet lainnya adalah Fajar Net. Warnet ini terletak di Jalan Pampang I. Pemiliknya bernama Salman. Usia warnetnya juga terbilang masih baru. Sejak tiga bulan lalu dibuka. Walau baru, tetapi pengunjungnya juga tak pernah sepi. Warnet ini juga buka 24 jam. Sama dengan warnet milik Eleizer, Fajar Net juga mnyediakan  tujuh unit komputer.

    Persaingan warnet di tempat ini terbilang ketat. Tercatat ada empat buah warnet di Jalan Pampang I. Padahal warnet-warnet tersebut jaraknya begitu berdekatan. Malah Tisya Net dan Citra Net, dua warnet lainnya, tepat berhadapan satu sama lain. Oleh karena itu, Salman, membuat program khusus. Setiap hari Minggu, tarif yang dikenakan kepada pelanggan hanya Rp 2 ribu per jam, padahal tarif normalnya adalah Rp 4 ribu per jam. Juga ada paket tengah malam pukul 00.00-07.00 hanya Rp 2 ribu per jam. Bagi pengguna yang hanya dua jam, juga terdapat paket Rp 6 ribu per dua jam. (*)

1 komentar:

  1. Warnet asal tidak tertutup rapat dengan berbagai alasan privasi masih bisa dimaklumi dan itu tergantung pelanggan utnuk mengkases apa. iy itu asalkan tidak ditutup rapat bak ruangan khusus kan kita sudah meminimalisir kemungkinan terburuk seperti praktek dokkter dokteran pasangan nak sma dsb

    BalasHapus