Warga Untia, Miskin Tetapi Mandiri

TAHAPAN Makassar Green and Clean (MGC) 2010 sebentar lagi akan memasuki penetnuan 50 besar rukun warga (RW) terbaik. Setiap kelurahan yang masuk dalam 100 besar RW terbaik berkompetisi ketat untuk setidaknya lolos dalam tahapan berikutnya. Tentu saja, semua menargetkan bisa menjadi juara.

Hal senada disampaikan fasilitator lingkungan Kelurahan Untia, Kecamatan Biringkanaya, Djambrud. Meskipun wilayahnya, yaitu Rukun Warga (RW) I, masuk dalam MGC 2010, tetapi mengejar atau memasang target juara tidak dilakukannya. "Juara bukan tujuan, yang penting warga mau sadar membersihkan dan melaksanakan penghijuan," ujarnya, Kamis, 24 Juni

Apa yang dikatakan oleh Djambrud sebetulnya sebagai upaya merendah. Alasannya, ketika Fajar melakukan pemantauan di wilayahnya, penataan lingkungannya relatif sudah berkembang. Untuk ukuran kampung, hal itu sudah sangat maju. Kebersihan lingkungan begitu terjaga. Ditambah oleh semaraknya penghijauan. Diperindah pula oleh warna-warni cat yang menghiasi jalan dan tembok lorong.

Warga sendiri yang mengoorganisasi pembenahan itu. Menurut Djambrud, meskipun Kelurahan Untia tidak memiliki Lurah, tetapi semangat warganya mengelola lingkungan cukup tinggi. "Meskipun kami berharap ada lurah, tetapi ada lurah atau pun tidak kami akan menata lingkungan secara mandiri," tambahnya.

Memang, berbagai pembenahan lingkungan yang dilakukan oleh warga RW I, anggarannya berasal dari swadaya masyarakat setempat. "Walaupun miskin, tetapi kami tidak mau menuntut (kepada pemerintah, red). Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah," ujar Effendi Tayyeb AB, Ketua RT 01 yang juga koordinator MGC 2010 di RT 01.

RW I Kelurahan Untia, hanya terdiri atas tiga RT. Setiap RT, penanggungjawab pembenahan lingkungan dikoordinir lansung oleh ketua RT masing. Untuk RT 02, M Anis Ali dan RT 03, Tamrin. Kepaduan warga dalam menyukseskan MGC 2010 ini mendapat pujian dari Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Untia, Buhari Rahman. "Kerjasama warga sangat bagus. Suasana kekeluargaan sangat kental," pungkasnya.

Yang unik dari wilayah ini, karena hampir setiap nama jalan menggunakan nama perahu tradisional yang ada di Sulsel. Misalnya Jalan Phinisi, Jalan Jolloro, Jalan Sandeq, Jalan Lepalepa, dan lainnya. "Karena di sini kampung nelayan, jadi jalan-jalannya diberi nama-nama perahu," ungkap H Zainuddin, Ketua RW I.

Hanya saja warga masih mengeluhkan sistem penjemputan sampah rumah tangga. Menurut mereka, di Untia hanya ada satu kontainer sampah yang disediakan. Penjemputannya pun tidak setiap hari, sehingga terkadang sampah menumpuk di sekitar kontainer karena tidak muat lagi.

Demikian juga kanal besar yang membelah Kelurahan Untia. Kanal tersebut terlihat agak jorok karena kedua sisi pinggirannya belum ditembok. Masih terlihat sampah di kanal tersebut. (zuk)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspadai Pakai Emo, Ini Fungsinya Masing-masing

Berlibur di Kolam Renang PT Semen Tonasa

Sumpang Bita, Wisata Sejarah nan Menakjubkan