Penjaganya Turun-temurun
Areal makam Datuk Ri Bandang berada di tengah-tengah pemukiman warga. Seperti apa kondisinya?
LAPORAN RIDWAN MARZUKI
.Tallo
Berdiri di depan pintu gerbang areal makam, tak ada sesuatu yang istimewa terlihat. Di atas gapura mini berwarna hijau yang terbuat dari besi, terdapat tulisan "Makam Pahlawan Islam Datuk Ri Bandang".
Sebelum sampai ke gapura mini tersebut, kita harus menaiki lima undakan anak tangga. Di puncak gapura, terdapat lambang yang biasa di pasang di menara-menara masjid; bulan dan bintang.
Lokasi kuburan tidak berada tepat di pinggir jalan. Melainkan, ada sebidang tanah kosong yang harus dilalui sebelum sampai ke undakan atau tangga masuk ke areal kuburan.
Keadaan sekeliling kuburan sepertinya kurang diperhatikan. Itu terlihat dari tembok yang mengelilingi areal kuburan ditumbuhi lelumutan. Warna tembok tidak lagi putih, telah berubah menjadi coklat oleh lumut yang mengering.
Pintu masuk areal kuburan terbuat dari besi dan digembok
menggunakan rantai. Di dalam areal pekuburan, pemandangan akan langsung tertuju pada jejeran kuburan yang ada di situ.
Sehari-hari, areal pekuburan Datuk Ri Bandang di jaga oleh Nasrul. Pria berusia 28 tahun ini bertugas melayani peziarah yang datang berkunjung. Ia terbilang baru menjadi penjaga ditempat itu. Sebelumnya, tugas menjaga kuburan di emban oleh ayahnya, Abdul Rasyid. Sebelum Abdul Rasyid, penjaga kuburan adalah kakek Nasrul bernama Daeng Mangngolo, ayah dari Abdul Rasyid.
Nasrul menjadi penjaga kuburan secara resmi sejak 2009. Ia menggantikan ayahnya yang telah meninggal dunia. 2009 lalu. Ayah Nasrul, Abdul Rasyid adalah pegawai negeri di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3), di bawah naungan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Nasrul sendiri saat ini juga tercatat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS), menggantikan ayahnya.
Pengunjung yang memasuki areal kuburan, akan menyaksikan salah satu kuburan berukuran besar dan berbentuk rumah mini. Ada teras, pintu, dan atapnya. Itulah kuburan ulama besar kharismatik asal Minangkabau, Datuk Ri Bandang.
Memasuki kuburan Datuk Ri Bandang, pandangan akan tertuju pada kain kelambu yang di pasang tepat di atas kuburan. Luas kuburan sendiri sekitar 3x4 meter. Total luas areal pekuburan sekitar 25x30 meter.
Pengunjung kuburan ini berasal dari berbagai penjuru dunia, seperti dari Arab dan Mesir, selain dari daerah-daerah di Sulsel sendiri. Biasanya, kata Nasrul, pengunjung akan massif datang pada bulan Safar. "Tepatnya hari Kamis, pertengahan Safar, masyarakat dari Gowa, Takalar, Bantaeng, dan Sinjai berziarah ke sini," terangnya.
Masyarakat yang datang biasanya membawa sesajian yang berisi pisang, songkolo, telur, dan daging ayam. Kedatangan mereka selain berziarah, juga berdoa. Mereka dipimpin oleh seorang guru yang berperan sebagai pemimpin doa.
Bernama lengkap, Maulana Syekh Abdul Makmur Datuk Ri bandang, ia merupakan salah satu tokoh besar Islam di Sulsel, khususnya di Makassar. Tokoh inilah yang paling berjasa bagi masuknya Islam di daerah ini. Datuk Ri bandanglah yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan Tallo pada tahun 1605.
Bersama dua orang sahabatnya, Datuk Ri Patimang dan Datuk Ri Tiro, mereka bahu membahu menyebarkan Islam di Sulsel. Datuk Ri Patimang menyebarkan Islam di Luwuk dan Datuk Ri Tiro di Bulukumba. Sedangkan Datuk Ri Bandang sendiri menyebarkan Islam di Makassar, tepatnya di wilayah kerajaan Gowa Tallo saat itu.
Forum ini hanya kepingan kerikil dalam bantaran sungai yang luas. Tapi inspirasi kemudian selalu muncul untuk mengantar pada indahnya mencoba berpikir untuk orang lain.
Postingan Populer
-
TANGGA SERIBU. Salah satu tantangan bagi petualang gua adalah tangga seribu undakan yang harus dilewati sebelum akhirnya sampai di Gua Sum...
-
***/FAJAR DISTRO DAENG. Den Dede dengan beberapa kaus desainnya yang bisa diperoleh di Distro Daeng, Jalan Sungai Saddang Baru, Minggu, 16 ...
-
Description Image: Z Pratiwi Buih-buih Senja Langkah menderap-derap di kampung balu Sampirannya deretan bunga lau Akasia tertengg...
-
Beku yang Menggelora Detak jam menyemai hening Menggoda kuncup kenangan Di ujung malam berudara kering Mengelopakkan mahkota kerinduan Kele...
-
*Akan Dibangun Mirip Klenteng Usianya sudah 250 tahun. Tercatat sebagai salah satu masjid tertua di Sulsel selain Masjid Katangka di Sun...
-
DALAM perjalanan sejarah, badik mengalami transformasi. Senjata khas untuk suku Bugis-Makassar ini, sejatinya memiliki makna yang le...
-
MAKASSAR--Rumah Makan (RM) Ayam Bakar Wong Solo kembali melebarkan sayap bisnisnya. Kali ini akan fokus menyasar market di kawasan timur Ind...
-
MAKASSAR--Meningkatnya eskalasi politik di Makassar usai penetapan hasil rekapitulasi KPU Sulsel terhadap hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub...
-
*Melestarikan Lingkungan Adalah Ibadah JANGAN anggap remeh sampah. Hanya karena mendaur ulang sampah, Hj Erni Suhaina Ilham Fadzry mendapa...
-
MAKASSAR--Seorang sopir angkot membacok sesamanya sopir angkot di depan Kantor Koramil Daya, Rabu, 24 Maret. Tersangka pembacokan bernama Sy...
KUMPULAN TULISAN
Kamis, 18 Maret 2010
Tokoh Sulsel Terima Penghargaan PWI Pusat
MAKASSAR--Komisaris Utama Fajar Group, HM Alwi Hamu, meraih penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. Pemberian penghargaan digelar di Gedung PWI Sulsel oleh Ketua PWI Pusat, Margiono, Kamis, 18 Maret.
Penerimaan penghargaan diwakili oleh Pemimpin Redaksi Harian Fajar, Sukriansyah S Latief. Penghargaan tersebut berupa press card number one (kartu pers nomor satu). Menurut Margiono, hanya ada dua orang di Sulsel yang mendapatkan penghargaan tersebut. Selain Alwi Hamu, tokoh pers Sulsel lainnya yang mendapat penghargaan yaitu Rahman Arge. Kedua tokoh ini dianggap sukses dalam memajukan wartawan di Sulsel.
Acara pemberian penghargaan tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) dan HUT PWI Sulsel Ke 64.
PWI Sulsel juga memberikan piagam penghargaan kepada enam orang tokoh yang diaggap berkontribusi bagi kemajuan PWI Sulsel. Mereka yang mendapat penghargaan, H Andi Muallim SH MSi, A Tonra Mahie, HM Yasin Asis SE, Erlanggawang Wahyu, dan HM Arsuni.
Dalam sambutannya, Ketua PWI Sulsel, H Zulkifly Gani Ottoh, SH mengemukakan saat ini jumlah anggota PWI Sulsel sekitar 900 orang. Terdiri dari anggota muda dan anggota biasa.
PWI Sulsel, lanjutnya, akan mendirikan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) tahun ini. Selain itu, akan diadakan juga data base wartawan. Sejauh ini menurutnya, belum ada data base PWI Sulsel. "Ini agar kita dapat mengetahui jumlah wartawan resmi yang bertugas di instansi-instansi," kata Zulkifly. Ke depan ia berharap tidak ada lagi wartawan "bodrex" atau wartawan "muntaber".
Sementara itu, Ketua PWI Pusat, Margiono mengimbau agar sengketa jurnalistik diselesaikan dengan UU Pers. "Dahulukan hak jawab," katanya. PWI Pusat, terangnya, sedang menjajaki MoU dengan Kejaksaan dan Kepolisian terkait penggunaan UU Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.
Hadir dalam acara tersebut, Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, Ketua DPRD Sulsel, Muspida Sulsel, pengurus PWI, dan wartawan. (zuk)
Penerimaan penghargaan diwakili oleh Pemimpin Redaksi Harian Fajar, Sukriansyah S Latief. Penghargaan tersebut berupa press card number one (kartu pers nomor satu). Menurut Margiono, hanya ada dua orang di Sulsel yang mendapatkan penghargaan tersebut. Selain Alwi Hamu, tokoh pers Sulsel lainnya yang mendapat penghargaan yaitu Rahman Arge. Kedua tokoh ini dianggap sukses dalam memajukan wartawan di Sulsel.
Acara pemberian penghargaan tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) dan HUT PWI Sulsel Ke 64.
PWI Sulsel juga memberikan piagam penghargaan kepada enam orang tokoh yang diaggap berkontribusi bagi kemajuan PWI Sulsel. Mereka yang mendapat penghargaan, H Andi Muallim SH MSi, A Tonra Mahie, HM Yasin Asis SE, Erlanggawang Wahyu, dan HM Arsuni.
Dalam sambutannya, Ketua PWI Sulsel, H Zulkifly Gani Ottoh, SH mengemukakan saat ini jumlah anggota PWI Sulsel sekitar 900 orang. Terdiri dari anggota muda dan anggota biasa.
PWI Sulsel, lanjutnya, akan mendirikan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) tahun ini. Selain itu, akan diadakan juga data base wartawan. Sejauh ini menurutnya, belum ada data base PWI Sulsel. "Ini agar kita dapat mengetahui jumlah wartawan resmi yang bertugas di instansi-instansi," kata Zulkifly. Ke depan ia berharap tidak ada lagi wartawan "bodrex" atau wartawan "muntaber".
Sementara itu, Ketua PWI Pusat, Margiono mengimbau agar sengketa jurnalistik diselesaikan dengan UU Pers. "Dahulukan hak jawab," katanya. PWI Pusat, terangnya, sedang menjajaki MoU dengan Kejaksaan dan Kepolisian terkait penggunaan UU Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.
Hadir dalam acara tersebut, Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, Ketua DPRD Sulsel, Muspida Sulsel, pengurus PWI, dan wartawan. (zuk)
Teknologi Makmurkan Rakyat
Dari Dialog Kebangsaan II UNM
Diakui atau tidak, teknologi punya pengaruh besar bagi pertumbuhan ekonomi dan pengembangan kesejateraan rakyat. Seperti apa relasinya?
RIDWAN MARZUKI
.Jalan Pettarani
Indonesia masih menjadi negara tertinggal dalam hal pengembangan teknologi. Indonesia belum memiliki identitas dalam hal penemuan-penemuan teknologi tinggi atau hi-tech.
Padahal seharusnya, Indonesia mampu sejajar dengan negara-negara maju. Indonesia memiliki potensi dan modal sosial untuk mengembangkan teknologi dengan corak atau identitas nasional. Sumber daya alam (SDA) Indonesia begitu melimpah, tetapi belum bisa dimaksimalkan penggunaannya untuk kesejahteraan rakyat karena persoalan sumber daya manusia yang tidak memadai.
Persoalan hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan panggunaan dan penguasaan teknologi mengemuka dalam dialog kebangsaan yang dilaksanakan Universitas Negeri Makassar (UNM), di Gedung Kewiraausahaan, Rabu, 17 Maret.
Dialog tersebut menghadirkan Dewan Pakar IPTEK dan TI ICMI Pusat, Dr Ing Ilham Akbar Habibie MBA. Dialog ini mengangkat tema "Peningkatan daya Saing Bangsa Melalui Penguasaan Teknologi".
Menurut Ilham, teknologi berperan dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa. "Tidak ada negara eksis tanpa teknologi. Tidak ada ekonomi tanpa teknologi," terangnya.
Selain itu, kemampuan menguasai teknologi dapat berfungsi sebagai tolok ukur kemajuan suatu bangsa. "Semakin kita menguasai teknologi, maka negara akan semakin maju," tambahnya.
Oleh karena itu menurutnya, industri harus dimulai dari penguasaan teknologi. Penggunaan teknologi aplikatif atau terapan akan sangat mendukung industrialisasi sebagai syarat negara maju.
Teknologi terapan juga akan mambantu meningkatkan kemampuan usaha kecil dan menengah. Menurut Ilham, sekitar 51,3 juta atau 99,91 persen pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM.
Untuk menjembatani ketertinggalan dalam bidang teknologi, khususnya untuk kebutuhan pasar domestik, maka pendidikan dan kebudayaan harus dikembangkan. Di samping itu, riset juga harus digiatkan. Juga, tenaga pengajar sebagai produsen tenaga kerja harus berpengalaman dalam dunia industri. "Jangan sampai pengajarnya tidak punya pengalaman dalam bidang industri," imbuhnya.
Menurutnya Indonesia, khususnya Sulsel memiliki peluang yang cukup baik dalam pengembangan teknologi. Seperti teknologi dalam bidang maritim dan agrobisnis. Ini bisa menjadi modal lokal untuk berkembangnya industri melalui pengembangan teknologi.
Rektor UNM, Prof Dr Arismunandar MPd, dalam sambutannya mengaku dialog ini sebagai rangkaian dialog kebangsaan yang dilaksanakan UNM. Pada dialog sebelumnya, UNM menghadirkan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin, dan anggota DPR RI, Akbar Faisal.
"Kita harapkan ini (dialog, red) memberikan dorongan dan pencerahan khususnya untuk pengembangan UNM," terangnya.
Peserta dalam dialog antara lain dari kementrian pertahanan keamanan RI, pengurus Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), para pembantu rektor UNM, dekan, dosen, dan mahasiswa UNM. (zuk)
Diakui atau tidak, teknologi punya pengaruh besar bagi pertumbuhan ekonomi dan pengembangan kesejateraan rakyat. Seperti apa relasinya?
RIDWAN MARZUKI
.Jalan Pettarani
Indonesia masih menjadi negara tertinggal dalam hal pengembangan teknologi. Indonesia belum memiliki identitas dalam hal penemuan-penemuan teknologi tinggi atau hi-tech.
Padahal seharusnya, Indonesia mampu sejajar dengan negara-negara maju. Indonesia memiliki potensi dan modal sosial untuk mengembangkan teknologi dengan corak atau identitas nasional. Sumber daya alam (SDA) Indonesia begitu melimpah, tetapi belum bisa dimaksimalkan penggunaannya untuk kesejahteraan rakyat karena persoalan sumber daya manusia yang tidak memadai.
Persoalan hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan panggunaan dan penguasaan teknologi mengemuka dalam dialog kebangsaan yang dilaksanakan Universitas Negeri Makassar (UNM), di Gedung Kewiraausahaan, Rabu, 17 Maret.
Dialog tersebut menghadirkan Dewan Pakar IPTEK dan TI ICMI Pusat, Dr Ing Ilham Akbar Habibie MBA. Dialog ini mengangkat tema "Peningkatan daya Saing Bangsa Melalui Penguasaan Teknologi".
Menurut Ilham, teknologi berperan dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa. "Tidak ada negara eksis tanpa teknologi. Tidak ada ekonomi tanpa teknologi," terangnya.
Selain itu, kemampuan menguasai teknologi dapat berfungsi sebagai tolok ukur kemajuan suatu bangsa. "Semakin kita menguasai teknologi, maka negara akan semakin maju," tambahnya.
Oleh karena itu menurutnya, industri harus dimulai dari penguasaan teknologi. Penggunaan teknologi aplikatif atau terapan akan sangat mendukung industrialisasi sebagai syarat negara maju.
Teknologi terapan juga akan mambantu meningkatkan kemampuan usaha kecil dan menengah. Menurut Ilham, sekitar 51,3 juta atau 99,91 persen pelaku usaha di Indonesia adalah UMKM.
Untuk menjembatani ketertinggalan dalam bidang teknologi, khususnya untuk kebutuhan pasar domestik, maka pendidikan dan kebudayaan harus dikembangkan. Di samping itu, riset juga harus digiatkan. Juga, tenaga pengajar sebagai produsen tenaga kerja harus berpengalaman dalam dunia industri. "Jangan sampai pengajarnya tidak punya pengalaman dalam bidang industri," imbuhnya.
Menurutnya Indonesia, khususnya Sulsel memiliki peluang yang cukup baik dalam pengembangan teknologi. Seperti teknologi dalam bidang maritim dan agrobisnis. Ini bisa menjadi modal lokal untuk berkembangnya industri melalui pengembangan teknologi.
Rektor UNM, Prof Dr Arismunandar MPd, dalam sambutannya mengaku dialog ini sebagai rangkaian dialog kebangsaan yang dilaksanakan UNM. Pada dialog sebelumnya, UNM menghadirkan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin, dan anggota DPR RI, Akbar Faisal.
"Kita harapkan ini (dialog, red) memberikan dorongan dan pencerahan khususnya untuk pengembangan UNM," terangnya.
Peserta dalam dialog antara lain dari kementrian pertahanan keamanan RI, pengurus Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), para pembantu rektor UNM, dekan, dosen, dan mahasiswa UNM. (zuk)
Langganan:
Postingan (Atom)