Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Kamis, 29 Juli 2010

Seicy, Sekolah Pemulung dan Anak Miskin

PENDIDIKAN merupakan hak setiap anak. Tetapi itu belum sepenuhnya terwujud. Anak-anak miskin memiliki keterbatasan dalam mengakses pendidikan yang berkualitas. Hal inilah yang mendasari lahirnya Sekolah Seicy atau Skill and Education Improvement for Children and Youth di Kampung Lette, Kecamatan Mariso.

Sekolah ini bernaung di bawah sebuah yayasan yang diberi nama Seicy Foundation. Didirikan oleh salah seorang dosen muda Fakultas Teknik Unhas, bernama Yashinta Kumala Dewi Sutopo. Sejak 2006 lembaga ini digagas dan mulai diaktifkan pada 2008. Totalitas pelaksanaan program dimulai pada 2010, di mana program yang diterapkan menggunakan pendekatan integrasi pendidikan.

Dikatakan terintegrasi, karena di lembaga ini, para pesertanya bukan cuma diajarkan pelajaran umum, tetapi juga diberi pelajaran lainnya yang berkaitan dengan moralitas. Ditambah dengan materi yang tentang soft-skill serta beberapa keahlian lainnya. Pada intinya, pendidikan di Seicy merangkum tiga hal sekaligus, yakni psikomotorik, kognitif, dan afektif. Tetapi, khusus untuk anak usia sekolah dasar, penekanan materinya pada aspek afektif, yaitu penguatan materi-materi keagamaan.

Yashinta beralasan, moral value atau nilai moral yang bersumber dari nilai keagamaan akan berdampak secara signifikan dalam menuntun arah masa depan seorang anak. Agama akan menjadikan manusia selalu berada dalam koridor yang baik karena memiliki akhlak.

"Suatu saat kami ingin lihat Kampung Lette menjadi wilayah yang dibanggakan. Anak-anaknya sehat dan cerdas walaupun tidak kaya," ujar Yashinta, Minggu, 27 Juni saat Fajar berkunjung ke lokasi kegiatan belajar-mengajarnya.

Jika awal 2010 lalu, program Seicy masih pada pemberdayaan anak-anak dan remaja Kampung Lette, kini programnya telah ditingkatkan. Selain program pendidikan, saat ini Seicy sudah menambah program kesehatan dan pengelolaan sampah. Walaupun terbilang program baru, tetapi sudah mulai berjalan.

"Setelah melihat prioritas masalah yang ada di Kampung Lette, kita temukan bahwa kesehatan harus menjadi fokus perhatian. Akses pendidikan anak-anak juga, utamanya bahasa inggris dan matematika," lanjut Yashinta.

Kesehatan, kata Yashinta, berkorelasi besar dengan tingkatan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan. Persoalan kebersihan sendiri, berkaitan dengan sejauh mana pengelolaan sampah bisa diterapkan dengan baik. Dalam arti, ketika masyarakat sadar untuk mengelola sampah, maka derajat tingkat kesahatan dala wilayahnya juga akan membaik.

Manajemen Seicy, membagi tiga kelompok garapan di Kampung Lette. Kelompok A, bertugas mengurusi pendanaan atau anggaran yayasan. Kelompok B, bertugas dalam pelaksanaan program bimbingan. Semua yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan, skil, dan moral, dikelola oleh kelompok ini. Dan terakhir, kelompok C, bertugas mengurusi fasilitas atau infrastruktur belajar.

Sekira 40-an orang yang masuk dalam jajaran pengurus inti yayasan. Semuanya volunteer atau relawan dari berbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa, dosen, karyawan, hingga ibu rumah tangga. Belum termasuk relawan-relawan lainnya yang bisanya datang memberi bimbingan kepada anak-anak dan remaja Kampung Lette.

Untuk program pengelolaan sampah, Seicy bekerja sama dengan Sustainable Building and City (Subuicy) Planning Laboratory, lembaga riset di jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Unhas. Hasil penelitian Subuicy tentang sampah selanjutnya akan dicoba untuk diterapkan di Kampung Lette. "Kita ingin menggugah dan melihat kepedulian masyarakat terhadap sampah," ujar Yashinta.

Untuk program penyuluhan sampah, koordinatornya bernama Sherly Nurwidyawati. Sedang program kesehatan umum, gizi, dan anak, koordinatornya bernama Syahril Samad. Minggu terakhir setiap bulan, warga diberikan penyuluhan kesehatan termasuk pemeriksaan dan pengobatan gigi gratis. Seicy bekerjasama dengan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, juga dengan mahasiswa jurusan arsitektur Fakultas Teknik Unhas. (zuk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar