Eksistensi Buddhis Makassar

*****/FAJAR
RITUAL. Aktivitas Buddhis di salah satu vihara di Makassar. Hari ini, Buddhis merayakan Waisak.



*Tebarkan Cinta dengan Semangat Vaisakha

MANUSIA disatukan oleh cinta. Ini pula misi Sidharta Gautama; menebarkan kasih sayang.

RIDWAN MARZUKI
Makassar

HARI ini para Buddhis merayakan Waisak. Dalam Bahasa Sansekerta disebut Vaisakha. Hari raya ini, berdasarkan kalender Buddhis, biasanya jatuh bertepatan dengan bulan Mei. Namun kadang-kadang juga jatuh pada akhir April atau awal Juni.

Bagi di kalangan Buddhis, Waisak biasa juga disebut dengan Trisuci Waisak. Itu dimaksudkan bahwa pada Hari Waisak terjadi tiga peristiwa penting; kelahiran, tercapainya pencerahan sempurna, dan wafatnya Buddha Gautama atau biasa juga disebut Pangeran Sidhartha Gautama.
Tiga kejadian tersebut, yakni kelahiran, pencerahan, dan kematian Sang Buddha terjadi pada hari yang sama ketika bulan purnama di bulan Waisak.

Bila melihat keberadaan Buddhis di Makassar, secara kualitatif terus mengalami perkembangan. Itu bisa diukur dengan kian banyaknya biksu atau guru spiritual Buddhis di metropolitan ini.

Salah seorang tokoh Buddhis Makassar, Yonggris, menjelaskan, umat Buddha sejatinya tidak memedulikan persoalan kuantitas. "Kuantitas (umat Buddha Makassar, red) kita tidak terlalu pedulikan. Yang kita usahakan, bagaimana yang ada sekarang ini bisa lebih baik," ujar Yonggris, Kamis, 27 Mei.

Saat ini, populasi Buddhis di Sulsel antara 40 ribu hingga 50 ribu jiwa. Tersebar di beberapa kabupaten/kota. Seperti Palopo, Wajo, Bone, Takalar, dan Makssar. Populasi terbanyak ada di Makassar, sekira 35 ribu jiwa.

Khusus Buddhis di Makassar, keberadaan mereka juga terbilang plural. Ada beberapa aliran dalam agama tersebut. Asal penganutnya juga bermacam-macam, misalnya Jawa dan Tionghoa.

Tetapi menurut Yonggris, perbedaan tersebut bukan menjadi alat pemecah. Justru itu dimaknai sebagai hal yang terjadi secara natural, yaitu kehendak alam.
"Meskipun latar belakang berbeda-beda, tetapi kita disatukan oleh nilai-nilai, seperti nilai kebaktian atau darma. Jadi nilai darma itulah yang menyatukan nilai-nilai dalam kehidupan. Itulah yang menyatukan kita," papar Yonggris.

Buddhis, lanjut Yonggris, tidak pernah mengganggu penganut agama lain. Termasuk keberadaan vihara-vihara tidak pernah mengusik umat lain di metropolitan ini. Malah, kehadiran Buddhis selalu mengusung misi sosial di lingkungan di sekitarnya.

Kunci untuk menjaga persatuan, bukan hanya sesama Buddhis tetapi ke sesama manusia. Menurut Yonggris, cuma satu kuncinya, yaitu cinta. Cinta inilah yang menyatukan semua manusia. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspadai Pakai Emo, Ini Fungsinya Masing-masing

Berlibur di Kolam Renang PT Semen Tonasa

Sumpang Bita, Wisata Sejarah nan Menakjubkan