Postingan Populer

KUMPULAN TULISAN

Selasa, 01 Juni 2010

Pasang Cincin di Jantung, Dokter RSWS Dilapor


RAMAH/FAJAR
MELAPOR. Korban malapraktik dokter di RSWS, Rachmawaty Sabaruddin melapor di SPK Polda Sulsel didampingi penasihat hukumnya, Tadjuddin Rahman (belakang).


· Sebut Malapraktik, Ali Aspar Serahkan ke Komite Medik

MAKASSAR – Dugaan malapraktik kembali dilakukan dokter di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (RSWS). Kali ini menimpa Rachmawaty Sabaruddin, 54, warga Perumahan Griya Prima Tonasa Jalan Perintis Kemerdekaan yang berprofesi wiraswasta.
Pelakunya adalah Prof Dr dr Ali Aspar Mappahya, yang sehari-hari bertugas sebagai dokter di Cardiac Centre RSWS. Kasus malapraktik ini, pun telah dilaporkan Rachmawaty ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Sulsel Senin, 31 Mei pukul 11.00 Wita. Laporan korban bernomor polisi: LPB/128/V/2010/SPK.

Laporan korban diterima Inspektur Polisi Dua Joseph. Saat melapor, korban didampingi kuasa hukumnya Tadjuddin Rachman, Nursin, Mustandar, dan Sukmawaty Aris.
Dugaan malapraktik ini, bermula ketika Rachmawaty mengeluh sakit di bagian dada berulang-ulang pada 20 April 2010 lalu. Korban kemudian diopname di RS Akademis Jaury Jusuf Putera selama satu minggu, di bawah perawatan Prof Dr Junus Alkatiri.
Karena tidak ada perubahan pada sakitnya meski telah dirawat intensif, Junus Alkatiri menganjurkan korban untuk melakukan pemeriksaan angiografi koroner (kateterisasi jantung). Korban pun kemudian dirujuk ke Laboratorium Kateterisasi Jantung RSWS pada 27 April 2010. Setelah diperiksa, korban lalu menyampaikan ke Junus Alkatiri tentang adanya penyempitan pembuluh koroner.

"Padahal, saya dengar dari perawat di laboratorium tersebut bahwa pembuluh darah jantung saya normal. Namun, dia (Junus Alkatiri, red) tanpa melihat hasil pemeriksaan tersebut tetap menganjurkan saya agar mengikuti keinginan dokter di RSWS untuk pemasangan cincin atau stent," ungkap Rachmawaty.

Lantaran merasa awam terhadap pengetahuan kesehatan/kedokteran, maka pada tanggal 30 April korban mengikuti keinginan dokter Ali Aspar agar dilakukan pemasangan cincin pada pembuluh darah jantung pelapor sebanyak dua buah. Setelah dipasangi cincin, kesehatannya bukannya membaik malah tambah buruk.

Selama ada cincin di pembuluh darah jantungnya, korban mengaku menderita sakit pada dada bahkan semakin berat. Korban tidak dapat tidur tanpa meminum obat anti sakit dan penenang yang diberikan terlapor. "Parahnya lagi, cincin tersebut tidak dapat lagi dibuka. Selama terpasang, banyak efek samping saya rasakan. Salah satunya sering sesak napas," ujar Rachmawaty.

Merasa penyakit yang dideritanya semakin berat, maka pada 21 Mei lalu korban melakukan pemeriksaan di Pusat Jantung Nasional (RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita) di Jakarta, dengan memperlihatkan CD rekaman kateterisasi jantung kepada dr Doni Firman. Dalam rekaman tersebut menggambarkan keadaan sebelum dilakukan pemasangan cincin di pembuluh darah jantung korban.

"Nah, hasil konsultasi saya dengan dokter di rumah sakit tersebut terungkap kalau saya tidak menderita sakit jantung koroner. Saya juga tidak memerlukan tindakan selanjutnya. Ironisnya, saya baru bertemu dokter Ali Aspar sepuluh hari setelah dipasangi cincin," ungkapnya, sembari menyatakan ketika dipasangi cincin dia disaksikan dua anaknya bernama Aslam dan Nurul Hasanah.

Penasihat hukum korban, Tadjuddin Rachman menyatakan, tindakan dokter di RSWS itu telah melanggar ketentuan hukum kedokteran sebagaimana diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2004, karena pelaku tidak memberikan pelayanan sesuai standar profesi. Selain itu, pelaku juga dapat dikualifisir sebagai tindak pidana dengan ancaman kurungan paling lama setahun atau denda paling banyak Rp 50 juta.

"Bukan cuma itu, karena terlapor membuat keterangan yang tidak benar tentang keadaan kesehatan korban yang sebenarnya, maka terlapor dapat pula dikenakan melanggar Pasal 267 KUHPidana dengan ancaman empat tahun penjara. Karena itu, kami minta polisi memproses lebih lanjut kasus ini," pinta Tadjuddin.

Sementara Prof Dr dr Ali Aspar Mappahya, yang ditemui di kediamannya di Kompleks Perumahan Dosen Unhas Jalan Sunu, Senin sore awalnya enggan berkomentar terkait pelaporan dirinya ke polisi. Dia menolak memberikan penjelasan terkait masalah tersebut. "Saya tidak bisa berkomentar," ucapnya singkat.

Namun, setelah didesak akhirnya Ali Aspar mau buka mulut meski tidak panjang lebar. Dia menyatakan, masalah tersebut kini ditangani Komite Medik RSWS. "Sebaiknya tunggu saja hasil penyelidikan Komite Medik rumah sakit supaya jelas. Jangan buru-buru. Tunggu proses dululah," pintanya.

Ali Aspar enggan memberi keterangan lebih detail, dengan alasan kasus ini sepenuhnya diserahkan kepada Komite Medik RSWS. "Nanti saya lagi disalahkan macam-macam. Orang sekarang cenderung mencari yang salah, bukan mencari yang benar," kuncinya.

Dihubungi terpisah, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sulsel, Prof dr Abdul Kadir SpTHT(KL) PhD menyatakan, kasus dugaan malapraktik ini sudah diketahui dan telah disampaikan ke Ketua Komisi Medik. Menurut rencana, Ali Aspar akan dimintai penjelasan Selasa, 1 Juni hari ini.

Komisi Medik, kata dia, akan melakukan pemeriksaan apakah dokter yang bersangkutan pada saat menangani pasien betul melakukan tindakan malapraktik atau tidak. "Yang menjadi acuan adalah membandingkan tindakan yang dilakukan dengan standar pelayanan medik. Pasien juga tak selamanya yang diadukan itu sesuai kenyataan. Kadang ada maksud tertentu," jelas Kadir, malam tadi.
(ram-zuk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar