Pohon Jangan Hanya Ditanam Lantas Diabaikan
Hijaukan Kembali Bantaran Sungai
BANYAKNYA pohon yang mati karena tak terawat khususnya yang berada di bantaran sungai dan kanal, ditanggapi serius oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Pemerintah diimbau memperhatikan pohon-pohon yang ada di bantaran karena memiliki banyak fungsi yang siginifikan.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulsel, Zulkarnain Yusuf, mengatakan, salah satu fungsi mendasar pohon-pohon di bantaran sungai adalah mencegah terjadinya abrasi. Selain itu, manfaat lainnya, yakni sebagai medium yang berfungsi mereduksi polusi udara, khususnya gas karbon (CO2).
"Fungsi utamanya dalam kota adalah sebagai area resapan," ujar Zulkarnain kepada penulis, Kamis, 24 Januari.
Ia menegaskan, saat musim hujan, drainase tak akan mampu menampung keseluruhan air hujan, terutama saat intensitas curahannya di atas rata-rata. Kawasan resapan inilah yang berfungsi untuk menampung sebagian air hujan agar tidak langsung masuk ke drainase lantas dialirkan ke laut. Makanya, semakin minim area resapan, maka potensi banjir juga akan semakin tinggi.
Zulkarnain juga menyoroti banyaknya program reboisasi di bantaran sungai dan kanal, mulai hulu hingga hilir, yang terkesan hanya proyektif. Artinya, pohon-pohon tersebut lebih banyak ditanam dahulu lantas ditinggalkan. Justru karena cara pemeliharaan yang demikian, tingkat kesuksesan penanaman pohon di bantaran sungai dan kanal, banyak yang gagal.
Data yang dikumpulkan Walhi terkait penanaman pohon alias proyek penghijauan, tingkat tertinggi keberhasilannya hanya 20 persen. Artinya, 80 persen lebih banyak yang gagal. Hal inilah yang mestinya menjadi bahan evaluasi jika memang ingin serius menata lingkungan untuk menciptakan kawasan-kawasan hijau yang baru.
"Lebih banyak memperhatikan soal penanaman, namun tidak dipikirkan pemeliharaannya," imbuhnya.
Untuk menghijaukan bantaran sungai dan kanal, lanjut dia, maka mau tidak mau, partisipasi semua pihak dibutuhkan. Karena hal ini membutuhkan keterlibatan masyarakat, maka pemerintah diharapkan bisa memanfaatkan masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai dan kanal.
Pemerintah diimbau untuk memberikan kompensasi bagi warga yang bermukim di sekitar sungai dan kanal. Mereka tak mesti diberi sesuatu yang berbentuk uang, namun bisa dalam bentuk lain dalam rangka mendorong partisipasi mereka dalam memelihara pohon-pohon yang telah ditanam.
Anggota Komisi D DPRD Makassar, Stefanus Swardy Hiong, mengungkapkan, fungsi pepohonan dalam kota, memang sangat signifikan dibutuhkan, terutama untuk menetralisasi polutan-polutan udara. Selain itu, oksigen (O2) dihasilkan oleh pepohonan sehingga sangat perlu perawatan dan perluasan areanya.
Jangan Timbun Danau
BANJIR yang melanda Kota Makassar pada akhir Desember 2012-awal Januari 2013, salah satunya disebabkan karena kurangnya danau penampung air hujan. Ke depan, potensi banjir akan semakin riskan jika tidak ada penambahan danau buatan.
Anggota Fraksi PAN DPRD Makassar, Hamzah Hamid, mengatakan, salah satu danau yang berperan vital sebagai salah satu pemecah konsentrasi banjir di Kota Makassar adalah Danau Balang Tonjong yang terletak di Antang, Kecamatan Manggala. Ia menolak jika ada investor yang masuk namun justru menimbunnya.
"Jika itu ditimbun, maka Makassar akan menjadi Jakarta ke dua," ujar Hamzah kepada penulis, kemarin. Menurutnya, banjir yang baru saja melanda Makassar, seharusnya dijadikan pelajaran bahwa sarana penampungan air hujan dibutuhkan mengingat sistem drainase belum begitu maksimal berfungsi.
Persoalan utamanya, selain karena saluran drainase tak terintegrasi dan banyak terjadi sedimentasi, juga karena wilayah penyerap air hujan yang semakin terdesak dan berkurang drastis. Oleh karena itu, Hamzah menegaskan perlunya memproteksi Danau Balang Tonjong dari penimbunan dengan alasan apa pun.
"Apalagi Balang Tonjong itu tanah adat, tidak boleh ada aktivitas penimbunan di sana," imbuh anggota Komisi D DPRD Makassar tersebut.
Sebelumnya, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Eksekutif Daerah Walhi Sulsel, Ismar Hamid, mengungkapkan adanya ancaman banjir berkelanjutan di masa datang jika Pemerintah Kota Makassar semakin menekan daerah resapan apalagi menghilangkan fungsi Balang Tonjong sebagai danau penampung air hujan.
Jika Balang Tonjong ditimbun, maka konsekuensinya, area penampungan air hujan, terutama ketika musim hujan bercurah tinggi, maka ruang untuk penampungannya akan semkain sempit. Hal inilah yang akan memperparah banjir, khsususnya di kawasan Antang.
Bagi Walhi Sulsel, selain kawasan resapan air yang perlu diperbanyak, sejatinya danau buatan juga ditingkatkan, bukan malah mengurangi yang sudah ada. Investor bisa saja masuk, namun tak boleh sama sekali menganggu fungsi Balang Tonjong yang selama ini berperan sebagai penampungan air hujan.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Makassar, Zaenal Beta, mengatakan, penimbunan tidak boleh dilakukan hingga ke dalam danau. Seharusnya yang boleh ditimbun hanya yang masuk perluasan kawasan pasar tradisional Antang.
(***)
BANYAKNYA pohon yang mati karena tak terawat khususnya yang berada di bantaran sungai dan kanal, ditanggapi serius oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Pemerintah diimbau memperhatikan pohon-pohon yang ada di bantaran karena memiliki banyak fungsi yang siginifikan.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulsel, Zulkarnain Yusuf, mengatakan, salah satu fungsi mendasar pohon-pohon di bantaran sungai adalah mencegah terjadinya abrasi. Selain itu, manfaat lainnya, yakni sebagai medium yang berfungsi mereduksi polusi udara, khususnya gas karbon (CO2).
"Fungsi utamanya dalam kota adalah sebagai area resapan," ujar Zulkarnain kepada penulis, Kamis, 24 Januari.
Ia menegaskan, saat musim hujan, drainase tak akan mampu menampung keseluruhan air hujan, terutama saat intensitas curahannya di atas rata-rata. Kawasan resapan inilah yang berfungsi untuk menampung sebagian air hujan agar tidak langsung masuk ke drainase lantas dialirkan ke laut. Makanya, semakin minim area resapan, maka potensi banjir juga akan semakin tinggi.
Zulkarnain juga menyoroti banyaknya program reboisasi di bantaran sungai dan kanal, mulai hulu hingga hilir, yang terkesan hanya proyektif. Artinya, pohon-pohon tersebut lebih banyak ditanam dahulu lantas ditinggalkan. Justru karena cara pemeliharaan yang demikian, tingkat kesuksesan penanaman pohon di bantaran sungai dan kanal, banyak yang gagal.
Data yang dikumpulkan Walhi terkait penanaman pohon alias proyek penghijauan, tingkat tertinggi keberhasilannya hanya 20 persen. Artinya, 80 persen lebih banyak yang gagal. Hal inilah yang mestinya menjadi bahan evaluasi jika memang ingin serius menata lingkungan untuk menciptakan kawasan-kawasan hijau yang baru.
"Lebih banyak memperhatikan soal penanaman, namun tidak dipikirkan pemeliharaannya," imbuhnya.
Untuk menghijaukan bantaran sungai dan kanal, lanjut dia, maka mau tidak mau, partisipasi semua pihak dibutuhkan. Karena hal ini membutuhkan keterlibatan masyarakat, maka pemerintah diharapkan bisa memanfaatkan masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai dan kanal.
Pemerintah diimbau untuk memberikan kompensasi bagi warga yang bermukim di sekitar sungai dan kanal. Mereka tak mesti diberi sesuatu yang berbentuk uang, namun bisa dalam bentuk lain dalam rangka mendorong partisipasi mereka dalam memelihara pohon-pohon yang telah ditanam.
Anggota Komisi D DPRD Makassar, Stefanus Swardy Hiong, mengungkapkan, fungsi pepohonan dalam kota, memang sangat signifikan dibutuhkan, terutama untuk menetralisasi polutan-polutan udara. Selain itu, oksigen (O2) dihasilkan oleh pepohonan sehingga sangat perlu perawatan dan perluasan areanya.
Jangan Timbun Danau
BANJIR yang melanda Kota Makassar pada akhir Desember 2012-awal Januari 2013, salah satunya disebabkan karena kurangnya danau penampung air hujan. Ke depan, potensi banjir akan semakin riskan jika tidak ada penambahan danau buatan.
Anggota Fraksi PAN DPRD Makassar, Hamzah Hamid, mengatakan, salah satu danau yang berperan vital sebagai salah satu pemecah konsentrasi banjir di Kota Makassar adalah Danau Balang Tonjong yang terletak di Antang, Kecamatan Manggala. Ia menolak jika ada investor yang masuk namun justru menimbunnya.
"Jika itu ditimbun, maka Makassar akan menjadi Jakarta ke dua," ujar Hamzah kepada penulis, kemarin. Menurutnya, banjir yang baru saja melanda Makassar, seharusnya dijadikan pelajaran bahwa sarana penampungan air hujan dibutuhkan mengingat sistem drainase belum begitu maksimal berfungsi.
Persoalan utamanya, selain karena saluran drainase tak terintegrasi dan banyak terjadi sedimentasi, juga karena wilayah penyerap air hujan yang semakin terdesak dan berkurang drastis. Oleh karena itu, Hamzah menegaskan perlunya memproteksi Danau Balang Tonjong dari penimbunan dengan alasan apa pun.
"Apalagi Balang Tonjong itu tanah adat, tidak boleh ada aktivitas penimbunan di sana," imbuh anggota Komisi D DPRD Makassar tersebut.
Sebelumnya, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Eksekutif Daerah Walhi Sulsel, Ismar Hamid, mengungkapkan adanya ancaman banjir berkelanjutan di masa datang jika Pemerintah Kota Makassar semakin menekan daerah resapan apalagi menghilangkan fungsi Balang Tonjong sebagai danau penampung air hujan.
Jika Balang Tonjong ditimbun, maka konsekuensinya, area penampungan air hujan, terutama ketika musim hujan bercurah tinggi, maka ruang untuk penampungannya akan semkain sempit. Hal inilah yang akan memperparah banjir, khsususnya di kawasan Antang.
Bagi Walhi Sulsel, selain kawasan resapan air yang perlu diperbanyak, sejatinya danau buatan juga ditingkatkan, bukan malah mengurangi yang sudah ada. Investor bisa saja masuk, namun tak boleh sama sekali menganggu fungsi Balang Tonjong yang selama ini berperan sebagai penampungan air hujan.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Makassar, Zaenal Beta, mengatakan, penimbunan tidak boleh dilakukan hingga ke dalam danau. Seharusnya yang boleh ditimbun hanya yang masuk perluasan kawasan pasar tradisional Antang.
(***)
Komentar
Posting Komentar