Dewan Juga Dukung Pembubaran Komite Sekolah
Minta Sumbangan, Jangan Main Paksa
MAKASSAR, FAJAR--Wacana pembubaran komite sekolah, mendapatkan dukungan dari anggota DPRD Makassar, Nurmiati. Ia mengaku, evaluasi sangat penting dilakukan bagi komite sekolah dengan banyaknya keluhan dari orang tua siswa.
Ia mengaku risih dengan melencengnya peran komite yang hanya menjadi perpanjangan tangan sekolah, bukannya mewakili kepentingan orang tua siswa. Apalagi, ada dugaan komite sekolah sudah terlibat dalam proses seleksi siswa baru.
"Komite harusnya membela orang tua siswa. Ini harus dievaluasi, kalua perlu dibubarkan saja," ujar Nurmiati kepada FAJAR, Kamis, 18 Juli.
Mestinya, lanjut anggota Fraksi Persatuan Nurani DPRD Makassar ini, Komite mampu memberikan contoh kepada orang tua siswa. Selaku perwakilan, mereka tidak sepatutnya membuat ketidakadilan, terutama dalam hal penentuan kelulusan siswa.
Nurmiati mengingatkan komite agar jangan sampai persoalan keterlibatan mereka dalam menentukan kelulusan dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), terjadi lagi. Komite juga sudah akan sangat jauh melenceng jika terlibat jual beli kursi di sekolahnya.
"Jangan sampai ada anak yang pintar terus tidak lulus karena tidak ada yang back up," imbuhnya.
Komite sekolah yang menyalahgunakan jabatan dengan jalan jual kursi kursi pada PPDB, merupakan kategori pelanggaran. Jika itu terbukti dilakukan, maka mau tidak mau itu sudah masuk ranah hukum sehingga bisa diproses.
Terpisah, anggota Komisi D DPRD Makassar yang membidangi pendidikan, Iqbal Djalil, mengungkapkan, komite seharusnya menjadi corong bagi orang tua siswa, bukan sebaliknya menjadi corong sekolah. Fungsinya adalah menjadi penengah.
Komite juga tak memiliki kewenangan untuk memaksakan pembayaran sumbangan kepada orang tua siswa. Sumbangan tak boleh ditentukan nilainya yang kemudian diwajibkan untuk dibayar. Komite mestinya melakukan penyadaran beramal bagi sekolah kepada orang tua siswa, bukan sebaliknya meminta paksa sumbangan.
"Jangan memaksakan, itu tidak bagus. Kalau ada kesepakatan, tidak semua orang harus membayar jumlah yang sama," katanya.
Jika pembayaran itu dipaksakan dan ditentukan nilainya lantas ditekankan sebagai kewajiban, maka itu sudah masuk permainan buruk. Apa gunanya pendidikan gratis, kata dia, jika pengelolaan pendidikan semakin bobrok dengan adanya praktik pemkasaan sumbangan. (zuk)
MAKASSAR, FAJAR--Wacana pembubaran komite sekolah, mendapatkan dukungan dari anggota DPRD Makassar, Nurmiati. Ia mengaku, evaluasi sangat penting dilakukan bagi komite sekolah dengan banyaknya keluhan dari orang tua siswa.
Ia mengaku risih dengan melencengnya peran komite yang hanya menjadi perpanjangan tangan sekolah, bukannya mewakili kepentingan orang tua siswa. Apalagi, ada dugaan komite sekolah sudah terlibat dalam proses seleksi siswa baru.
"Komite harusnya membela orang tua siswa. Ini harus dievaluasi, kalua perlu dibubarkan saja," ujar Nurmiati kepada FAJAR, Kamis, 18 Juli.
Mestinya, lanjut anggota Fraksi Persatuan Nurani DPRD Makassar ini, Komite mampu memberikan contoh kepada orang tua siswa. Selaku perwakilan, mereka tidak sepatutnya membuat ketidakadilan, terutama dalam hal penentuan kelulusan siswa.
Nurmiati mengingatkan komite agar jangan sampai persoalan keterlibatan mereka dalam menentukan kelulusan dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), terjadi lagi. Komite juga sudah akan sangat jauh melenceng jika terlibat jual beli kursi di sekolahnya.
"Jangan sampai ada anak yang pintar terus tidak lulus karena tidak ada yang back up," imbuhnya.
Komite sekolah yang menyalahgunakan jabatan dengan jalan jual kursi kursi pada PPDB, merupakan kategori pelanggaran. Jika itu terbukti dilakukan, maka mau tidak mau itu sudah masuk ranah hukum sehingga bisa diproses.
Terpisah, anggota Komisi D DPRD Makassar yang membidangi pendidikan, Iqbal Djalil, mengungkapkan, komite seharusnya menjadi corong bagi orang tua siswa, bukan sebaliknya menjadi corong sekolah. Fungsinya adalah menjadi penengah.
Komite juga tak memiliki kewenangan untuk memaksakan pembayaran sumbangan kepada orang tua siswa. Sumbangan tak boleh ditentukan nilainya yang kemudian diwajibkan untuk dibayar. Komite mestinya melakukan penyadaran beramal bagi sekolah kepada orang tua siswa, bukan sebaliknya meminta paksa sumbangan.
"Jangan memaksakan, itu tidak bagus. Kalau ada kesepakatan, tidak semua orang harus membayar jumlah yang sama," katanya.
Jika pembayaran itu dipaksakan dan ditentukan nilainya lantas ditekankan sebagai kewajiban, maka itu sudah masuk permainan buruk. Apa gunanya pendidikan gratis, kata dia, jika pengelolaan pendidikan semakin bobrok dengan adanya praktik pemkasaan sumbangan. (zuk)
Komentar
Posting Komentar