Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

PUISI: NOVEMBER

Gambar
Merelungi Dimensi Langit masih saja kelabu Mengiringi hati yang sendu Bersama hujan yang tak malu Membasahi lembut wajahmu Pengujung November merangkak Beberapa hari atau jam lagi Seperti senyummu jarang terkuak Mengharapnya dalam bahasa elegi Inilah kisah paling romantis itu Kala bibirmu tak lagi mengatup Meriuhkan cintamu dengan gerutu Tapi sungguh, hati meletup-letup Tetaplah bertahan di sini Ruang sunyi tanpa prasasti Hanya ada dua bahasa hati Asmara dan jenaka sejati Buka payung itu Hujan belum reda Relungi dimensi waktu Jangan biarkan ia menjeda Hingga November benar berlalu Eh, namun tunggu! Aku masih merindu Menanti dirimu... (*)

INTELEKTUALISME DAN AIR MATA TUMPAH

Gambar
Credit Photo: Idham Ama Selamat Jalan, Sang Mahaguru AMBULANS berhenti di lobi. Tepat di pintu masuk kaca yang buka-tutup dua sisi. Sang sopir membuka pintu belakang ambulans. Sebuah peti cokelat bervernis tergeletak di tengah. Para pengiring lalu menjejakkan kaki ke lantai. Serombongan orang menyambut peti itu. Sebagian menjulurkan dari atas. Sebagian lagi menyambutnya di bawah. Ukuran peti pas-pasan di sela kursi mobil. Tak ada ruang di kiri-kanan untuk mengangkat. Enam belas orang, sebagian besar karyawan FAJAR, mengangkat peti itu. Tiba di pintu masuk yang terbuat dari kaca bening itu, hanya tiga belas orang yang muat. Tiga lainnya mundur. Mereka dalam kesedihan dan duka yang medalam. Ingin menunjukkan penghormatan terakhir kepada Sang Mahaguru: Doktorandus Ishak Ngeljaratan. Di depan pintu kaca, sebuah altar telah disiapkan. Melintang ke arah barat. Kira-kira empat puluh sentimeter tingginya. Lebarnya semeter. Peti diletakkan di atasnya. Wajah-wajah yang tadi b...