MENIKMATI EKSOTISME KAWASAN LEANG LONRONG
Mengunjungi Objek Wisata Gua Leang Lonrong
*Ada Kolam Khusus, Airnya Langsung dari Celah Batu
SEKALI waktu cobalah rasakan kesejukan di Leang Lonrong. Objek wisata gua, sungai, dan bendungan yang memukau. Konon Leang Lonrong merupakan gua terpanjang di Pangkep.
RIDWAN MARZUKI, Minasate'ne
PERJALANAN menuju Leang Lonrong kami lakukan siang hari, Rabu, 6 April. Saat itu mentari sedang menyengat hebat akibat teriknya. Namun tak apalah menurut kami, karena pada saat itu rombongan menggunakan mobil. Perjalan tentu saja tak begitu melelahkan pikir kami saat itu.
Dari arah ibu kota Kabupaten Pangkep, yakni Pangkejene, kami memulai perjalanan. Sekira setengah jam perjalanan, kami akhirnya tiba pada sebuah lembah yang begitu luas. Jalanan beraspal mentok di bibir lembah. Mobil tak bisa lagi melewatinya karena terdapat bebatuan berukuran besar plus sejumlah rawa-rawa di lembah tersebut. Ada juga hutan-hutan mini di sekitar lembah.
Rupanya kami sudah sampai pada kawasan Gua Leang Lonrong. Namun titik tujuan yang akan kamu kunjungi ternyata masih berada di seberang bukit. Memang, untuk sampai ke gua Leang Lonrong tidak ada pilihan lain selain berjalan kaki. Jalan yang kecil, sempit, dan meyusup dicelah bebatuan plus menyeberangi sungai-sungai kecil adalah tantangan tersendiri untuk sampai ke gua. Makanya, sebagian besar rombongan yang mengenakan sepatu, terpaksa melepas dan memilih menjinjingnya.
Namun bagi kami, itu bukanlah rintangan berarti melainkan sebuah kontruksi alam yang memang sangat cocok bagi petualang. Tak terasa, jarak dari ujung jalanan beraspal ke gua Leang Lonrong yang mencapai 1.000 meter, akhirnya bisa kami lalui. Kami tiba di gua Leang Lonrong dengan kondisi alam yang begitu sejuk dan teduh. Aliran air dari dalam gua yang membentuk sungai menjadi musik alami tersendiri yang membawa pesan ketentraman.
Kondisi ritmis aliran air plus ornamen-ornamen bebatuan dan eks skalaktik di bibir gua seolah-olah ingin menjadi jawaban rasa penasaran kami. Sedikit capai yang dirasakan saat dalam perjalanan tadi seketika sirna. Apalagi tepat di depan mulut gua, terdapat kolam renang yang airnya berasal dari dalam gua. Suasana begitu sejuk terasa dan beberapa orang lebih memilih untuk berenang. Yang lainnya hanya mencuci muka dan sebagian lagi langsung memasuki gua.
Namun untuk memasuki gua Leang Lonrong, mesti berhati-hati. Aliran air yang ada di dasarnya membuat beberapa sisi bebatuan yang menjadi lantai gua, ada yang licin. Konstruski gua begitu menarik. Bebatuan berbentuk ornamen laksana hasil pahatan. Juga masih terdapat tetesan-tetesan air jernih dari atas yang berbentuk stalaktik.
Saya mencoba menelusuri gua lebih ke dalam lagi. Sayang alat penerangan tidak begitu mendukung. Hanya sekitar 10 meter dari mulut gua, air di dasar gua semakin dalam. Mulanya hanya sebatas mata kaki lalu sampai ke lutut, dan semakin naik ke paha. Saya yang memakai celana jins harus merelakannya basah karena mencoba menyusuri gua secara manual.
"Gua itu sangat panjang, belum ada yang bisa menghitung panjangnya. Semakin jauh ke dalam, airnya semakin dalam juga," ujar Haris Gani, salah seorang warga Pangkajene yang ikut dalam rombongan. Haris yang juga Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Pangkep itu, mengaku pernah melakukan ekspedisi ke dalam gua beberapa tahun silam. Namun semakin ke dalam, gua semakin gelap dan airnya semakin dalam. Butuh alat yang memadai sebelum melakukan ekspedisi ke gua Leang Lonrong, katanya. Selain itu, tentu saja, alat penerangan juga tak kalah pentingnya.
Leang Lonrong, merupakan wisata permandian alam dan petualangan. Dikatakan begitu, karena aliran air yang keluar dari dalam gua dibuatkan bendungan. Belum lagi kolam renang yang begitu menyegarkan setiap orang yang berenang di dalamnya. Kolam renang yang airnya menggunakan aliran dari dalam gua juga terbilang tidak begitu dalam. Kedalamannya antara paha hingga bahu orang dewasa. Sangat cocok bagi pemula yang ingin berenang atau sekadar mandi-mandi.
Salah seorang pengunjung Leang Lonrong, Edi, mengaku sangat menikmati pikniknya di lokasi tersebut. Leang Lonrong menurut pemuda berumur 19 tahun tersebut, sangat indah karena dikelilingi oleh gunung-gunung berbatu yang tinggi sehingga kawasan Leang Lonrong seolah-olah berada di lembah. Sekilas, tampak seperti berada di alam yang belum terjamah sama sekali.
Karyawan swasta di Makassar, ini mengatakan, setiap kali ke Leong Lonrong, tak bisa menahan diri untuk tidak berenang. "Bagus sekali berenang di sini karena airnya sangat sejuk," ujar pria yang beralamat di Asrama Haji Sudiang, Makassar ini. Ia memang sengaja datang dari Makassar dan mengunjungi Leang Lonrong bersama rekan-rekannya, salah satu tujuannya karena ingin berenang.
Bagi yang ingin beristirahat pasca ekspedisi gua dan berenang atau sekedar menyusuri lembah hutan mini di sekitar gua Leang Lonrong, jangan khawatir. Di sekitar mulut gua, terdapat gazebo yang bisa digunakan untuk melepas penat atau sekedar menikmati bekal yang dibawa. Sebagian pengunjung memang memilih membawa bekal makanan, setidaknya makanan ringan untuk menghindari rasa lapar menyerang pasca beraktivitas di kawasan ini.
Setidaknya ada dua zasebo permanen yang telah dibangun di lokasi tersebut. Kondisinya sangat nyaman digunakan beristirahat atau sekedar tempat mengganti pakaian sehabis berenang. Gazebo dikelilingi oleh tempat duduk plus meja. Selain itu, ada juga gazebo non permanen yang terbuat dari bambu dan kayu. Namun khusus gazebo sederhana ini, biasanya digunakan berjualan oleh pedagang kaki lima, khususnya pada musim-musim padat pengunjung, misalnya hari raya dan akhir pekan.
Kami juga bertemu dengan Daud, penjaga bendungan Leang Lonrong. Pria paruh baya ini menceritakan, belum ada seorang pun yang mampu samapi ke ujung gua saat melakukan ekspedisi. Makanya ia mengatakan, hingga saat ini belum ada yang bisa memprediksi panjang gua. Setiap orang yang mencoba melakukan ekspedisi ke dalam, tak ada yang bisa sampai ke ujungnya.
"Dulu ada orang asing melakukan ekspedisi ke dalam gua Leang Lonrong. Mereka masuk jam 08.00 pagi dan keluar jam 09.00 malam tetapi belum sampai di ujung gua," ujarnya. Menurutnya, orang asing atau turis tersebut membawa peralatan modern khusus untuk ekpedisi gua, salah satunya adalah tabung oksigen dan perahu karet. Namun setelah melakukannya, mereka juga tak mampu sampai. "Biasanya Sabtu dan Minggu banyak pengunjung yang datang ke sini, Pak," imbuh Daud.
Secara administratif, Leang Lonrong berada di Desa Panaikang Kecamatan Minasate'ne. Hanya saja, beberapa kalangan mengkhawatirkan air yang keluar dari gua akan tercemar limbah karena di seberang gunung, yang menjadi kawasan gua, terdapat pabrik marmer. Kekhawatiran tersebut beralasan karena air yang keluar dari gua bernilai sangat vital bagi warga sekitar Leang Lonrong. Selain untuk persawahan mereka juga menggunakannya untuk peternakan semisal budidaya ikan, termasuk digunakan untuk minum.
Untuk masuk ke kawasan Leang Lonrong, tidak begitu mahal dan sangat terjangkau. Tarif yang dikenakan untuk setiap pengungjung hanya Rp 1.500 untuk dewasa dan Rp 1.000 untuk anak-anak. Pelaksana tugas (plt) Kepala Desa Panaikang, Abd Asiz, mengatakan, salah satu kendala promosi Leang Lonrong karena jalanan menuju gua masih kurang bagus dan belum bisa dijangkau oleh alat transportasi sehingga pengungjung jika ingin ke sana harus berjalan kaki.
"Jalanannya yang masih kurang bagus. Tetapi yang saya dengar pemprov sudah akan membangunnya. Dinas Pariwisata juga sudah pernah datang, mungkin berencana untuk mengembankannya," ujarnya.
Leang sendiri dalam bahasa setempat diartikan sebagai gua. Lalu Lonrong diartikan sebagai arus air yang keluar dari gua. Makanya Leang Lonrong diartikan gua yang mengeluarkan air deras. Air yang keluar pun volumenya konstan alias tidak pernah berubah kendati musim kemarau telah tiba. Anda ingin mencoba ekspedisi?
(ridwanmarzuki@gmail.com)
*Ada Kolam Khusus, Airnya Langsung dari Celah Batu
LANSEKAP INDAH. Inilah pemandangan alam menuju gua Leang Lonrong, lokasi ekpedisi nan eksotis dan menantang. (Ridwan Marzuki) |
SEKALI waktu cobalah rasakan kesejukan di Leang Lonrong. Objek wisata gua, sungai, dan bendungan yang memukau. Konon Leang Lonrong merupakan gua terpanjang di Pangkep.
RIDWAN MARZUKI, Minasate'ne
PERJALANAN menuju Leang Lonrong kami lakukan siang hari, Rabu, 6 April. Saat itu mentari sedang menyengat hebat akibat teriknya. Namun tak apalah menurut kami, karena pada saat itu rombongan menggunakan mobil. Perjalan tentu saja tak begitu melelahkan pikir kami saat itu.
Dari arah ibu kota Kabupaten Pangkep, yakni Pangkejene, kami memulai perjalanan. Sekira setengah jam perjalanan, kami akhirnya tiba pada sebuah lembah yang begitu luas. Jalanan beraspal mentok di bibir lembah. Mobil tak bisa lagi melewatinya karena terdapat bebatuan berukuran besar plus sejumlah rawa-rawa di lembah tersebut. Ada juga hutan-hutan mini di sekitar lembah.
Rupanya kami sudah sampai pada kawasan Gua Leang Lonrong. Namun titik tujuan yang akan kamu kunjungi ternyata masih berada di seberang bukit. Memang, untuk sampai ke gua Leang Lonrong tidak ada pilihan lain selain berjalan kaki. Jalan yang kecil, sempit, dan meyusup dicelah bebatuan plus menyeberangi sungai-sungai kecil adalah tantangan tersendiri untuk sampai ke gua. Makanya, sebagian besar rombongan yang mengenakan sepatu, terpaksa melepas dan memilih menjinjingnya.
Namun bagi kami, itu bukanlah rintangan berarti melainkan sebuah kontruksi alam yang memang sangat cocok bagi petualang. Tak terasa, jarak dari ujung jalanan beraspal ke gua Leang Lonrong yang mencapai 1.000 meter, akhirnya bisa kami lalui. Kami tiba di gua Leang Lonrong dengan kondisi alam yang begitu sejuk dan teduh. Aliran air dari dalam gua yang membentuk sungai menjadi musik alami tersendiri yang membawa pesan ketentraman.
Kondisi ritmis aliran air plus ornamen-ornamen bebatuan dan eks skalaktik di bibir gua seolah-olah ingin menjadi jawaban rasa penasaran kami. Sedikit capai yang dirasakan saat dalam perjalanan tadi seketika sirna. Apalagi tepat di depan mulut gua, terdapat kolam renang yang airnya berasal dari dalam gua. Suasana begitu sejuk terasa dan beberapa orang lebih memilih untuk berenang. Yang lainnya hanya mencuci muka dan sebagian lagi langsung memasuki gua.
Namun untuk memasuki gua Leang Lonrong, mesti berhati-hati. Aliran air yang ada di dasarnya membuat beberapa sisi bebatuan yang menjadi lantai gua, ada yang licin. Konstruski gua begitu menarik. Bebatuan berbentuk ornamen laksana hasil pahatan. Juga masih terdapat tetesan-tetesan air jernih dari atas yang berbentuk stalaktik.
Saya mencoba menelusuri gua lebih ke dalam lagi. Sayang alat penerangan tidak begitu mendukung. Hanya sekitar 10 meter dari mulut gua, air di dasar gua semakin dalam. Mulanya hanya sebatas mata kaki lalu sampai ke lutut, dan semakin naik ke paha. Saya yang memakai celana jins harus merelakannya basah karena mencoba menyusuri gua secara manual.
"Gua itu sangat panjang, belum ada yang bisa menghitung panjangnya. Semakin jauh ke dalam, airnya semakin dalam juga," ujar Haris Gani, salah seorang warga Pangkajene yang ikut dalam rombongan. Haris yang juga Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Pangkep itu, mengaku pernah melakukan ekspedisi ke dalam gua beberapa tahun silam. Namun semakin ke dalam, gua semakin gelap dan airnya semakin dalam. Butuh alat yang memadai sebelum melakukan ekspedisi ke gua Leang Lonrong, katanya. Selain itu, tentu saja, alat penerangan juga tak kalah pentingnya.
Leang Lonrong, merupakan wisata permandian alam dan petualangan. Dikatakan begitu, karena aliran air yang keluar dari dalam gua dibuatkan bendungan. Belum lagi kolam renang yang begitu menyegarkan setiap orang yang berenang di dalamnya. Kolam renang yang airnya menggunakan aliran dari dalam gua juga terbilang tidak begitu dalam. Kedalamannya antara paha hingga bahu orang dewasa. Sangat cocok bagi pemula yang ingin berenang atau sekadar mandi-mandi.
Salah seorang pengunjung Leang Lonrong, Edi, mengaku sangat menikmati pikniknya di lokasi tersebut. Leang Lonrong menurut pemuda berumur 19 tahun tersebut, sangat indah karena dikelilingi oleh gunung-gunung berbatu yang tinggi sehingga kawasan Leang Lonrong seolah-olah berada di lembah. Sekilas, tampak seperti berada di alam yang belum terjamah sama sekali.
Karyawan swasta di Makassar, ini mengatakan, setiap kali ke Leong Lonrong, tak bisa menahan diri untuk tidak berenang. "Bagus sekali berenang di sini karena airnya sangat sejuk," ujar pria yang beralamat di Asrama Haji Sudiang, Makassar ini. Ia memang sengaja datang dari Makassar dan mengunjungi Leang Lonrong bersama rekan-rekannya, salah satu tujuannya karena ingin berenang.
Bagi yang ingin beristirahat pasca ekspedisi gua dan berenang atau sekedar menyusuri lembah hutan mini di sekitar gua Leang Lonrong, jangan khawatir. Di sekitar mulut gua, terdapat gazebo yang bisa digunakan untuk melepas penat atau sekedar menikmati bekal yang dibawa. Sebagian pengunjung memang memilih membawa bekal makanan, setidaknya makanan ringan untuk menghindari rasa lapar menyerang pasca beraktivitas di kawasan ini.
Setidaknya ada dua zasebo permanen yang telah dibangun di lokasi tersebut. Kondisinya sangat nyaman digunakan beristirahat atau sekedar tempat mengganti pakaian sehabis berenang. Gazebo dikelilingi oleh tempat duduk plus meja. Selain itu, ada juga gazebo non permanen yang terbuat dari bambu dan kayu. Namun khusus gazebo sederhana ini, biasanya digunakan berjualan oleh pedagang kaki lima, khususnya pada musim-musim padat pengunjung, misalnya hari raya dan akhir pekan.
Kami juga bertemu dengan Daud, penjaga bendungan Leang Lonrong. Pria paruh baya ini menceritakan, belum ada seorang pun yang mampu samapi ke ujung gua saat melakukan ekspedisi. Makanya ia mengatakan, hingga saat ini belum ada yang bisa memprediksi panjang gua. Setiap orang yang mencoba melakukan ekspedisi ke dalam, tak ada yang bisa sampai ke ujungnya.
"Dulu ada orang asing melakukan ekspedisi ke dalam gua Leang Lonrong. Mereka masuk jam 08.00 pagi dan keluar jam 09.00 malam tetapi belum sampai di ujung gua," ujarnya. Menurutnya, orang asing atau turis tersebut membawa peralatan modern khusus untuk ekpedisi gua, salah satunya adalah tabung oksigen dan perahu karet. Namun setelah melakukannya, mereka juga tak mampu sampai. "Biasanya Sabtu dan Minggu banyak pengunjung yang datang ke sini, Pak," imbuh Daud.
Secara administratif, Leang Lonrong berada di Desa Panaikang Kecamatan Minasate'ne. Hanya saja, beberapa kalangan mengkhawatirkan air yang keluar dari gua akan tercemar limbah karena di seberang gunung, yang menjadi kawasan gua, terdapat pabrik marmer. Kekhawatiran tersebut beralasan karena air yang keluar dari gua bernilai sangat vital bagi warga sekitar Leang Lonrong. Selain untuk persawahan mereka juga menggunakannya untuk peternakan semisal budidaya ikan, termasuk digunakan untuk minum.
Untuk masuk ke kawasan Leang Lonrong, tidak begitu mahal dan sangat terjangkau. Tarif yang dikenakan untuk setiap pengungjung hanya Rp 1.500 untuk dewasa dan Rp 1.000 untuk anak-anak. Pelaksana tugas (plt) Kepala Desa Panaikang, Abd Asiz, mengatakan, salah satu kendala promosi Leang Lonrong karena jalanan menuju gua masih kurang bagus dan belum bisa dijangkau oleh alat transportasi sehingga pengungjung jika ingin ke sana harus berjalan kaki.
"Jalanannya yang masih kurang bagus. Tetapi yang saya dengar pemprov sudah akan membangunnya. Dinas Pariwisata juga sudah pernah datang, mungkin berencana untuk mengembankannya," ujarnya.
Leang sendiri dalam bahasa setempat diartikan sebagai gua. Lalu Lonrong diartikan sebagai arus air yang keluar dari gua. Makanya Leang Lonrong diartikan gua yang mengeluarkan air deras. Air yang keluar pun volumenya konstan alias tidak pernah berubah kendati musim kemarau telah tiba. Anda ingin mencoba ekspedisi?
(ridwanmarzuki@gmail.com)
GUA TERPANJANG. Kondisi di dalam yang berdekatan dengan bibir gua. Air yang deras serta ornamen gua menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. (Ridwan MarzukI) |
Bisa kok poskan komentar jika ada saran atau sugestinya....
BalasHapusNice
BalasHapus