Agenda Reformasi Gagal karena Tidak Dikawal
MAKASSAR--Selama 12 tahun usia reformasi, agenda yang diusung samapi saat ini belum bisa tercapai sepenuhnya. Hal itu salah satunya disebabkan oleh tidak konsistennya gerakan mahasiswa dan kapemudaan dalam melakukan pengawalan terhadap agenda reformasi tersebut.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi yang dilaksanakan oleh Angkatan Muda Muhammadiyah Sulsel, Jumat, 14 Mei. Diskusi yang digelar di Ruang Redaksi Harian Fajar ini mengangkat tema, Refleksi Peran Pemuda Setelah 12 Tahun Reformasi Berjalan.
Diskusi ini menghadirkan dua orang pembicara, yaitu Direktur Adhiyaksa Supporting House, Irfan Abe dan aktivis Pemuda Muhammadiyah Sulsel, Panca Nurwahidin. Diskusi dimoderatori oleh pengurus Pemuda Muhammadiyah Sulsel, Hadi Saputra.
Menurut Irfan, gerakan pemuda dalam reformasi ibarat cowboy. Jika ada penjahat dalam satu kampung, cowboy lalu datang menolong. Setelah itu kampung tersebut ditinggalkannya. Demikian pula, kata dia, dengan gerakan pemuda di Indonesia. Setelah berhasil mejatuhkan rezim otoriter Suharto, mereka lalu mundur dan tidak mengawal lagi agenda reformasi yang pernah diusungnya.
Gerakan reformasi 1998, lanjut Irfan, ibarat merebut pedang dari tangan musuh. Setelah ada di tangan, pedang itu lalu diberikan kepada orang lain, tidak justru dipakai. Demikian analogi yang dibuat Irfan untuk mendeskripsikan ketidakmampuan gerakan pemuda mengawal reformasi. "Gerakan pemuda dan mahasiswa selalu spontan dan tidak dipikirkan untuk jangka panjang. Oleh karena itu gerakan pemuda hari ini harus dibangun secara sistematis dan punya schedule jangka panjang," ujar dia.
Irfan juga melihat peran lembaga pengkaderan pemuda dan mahasiswa yang tidak berjalan efektif. Menurutnya, terjadi pergeseran dalam proses kaderisasi dalam lembaga kader tersebut. Kini, pemimpin dalam sektor publik, baik ekonomi ataupun politik justru lahir bukan dari proses kaderisasi lembaga kader kepemudaan dan kemasiswaan.
Pembicara lainnya, Panca Nurwahidin, menganggap kegagalan mengawal reformasi karena organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan terpecah karena kembali ke agenda masing-masing. Termasuk memperjuangkan idologi organisasi masing-masing, sehingga agenda reformasi menjadi terbengkalai. "Agenda reformasi bisa berjalan dengan baik apabila kekuatan-kekuatan pemuda kembali menyatu untuk membincang ulang langkah yang harus dilakukan untuk mengawal reformasi ini," terang dia. (zuk)
Komentar
Posting Komentar