Suap Sama Dengan Korupsi
MAKASSAR--Tindak pidana suap semakin meningkat di Indonesia. Indikasinya bisa dilihat dari banyaknya kasus terkait suap yang melibatkan pejabat. Beberapa diantaranya melibatkan oknum lembaga hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman.
Berbagai penyebab menjadi pemicu terjadinya suap. Di antaranya sistem birokrasi yang panjang dan berbelit-belit. Lalu, sikap sebagian masyarakat yang selalu menggunakan jalan pintas. Selain itu sistem yang ada juga dianggap kurang baik. Di lain sisi suap juga seolah-olah sudah menjadi kultur bagi masyarakat.
Persoalan tentang suap ini dibahas dalam diskusi dengan tema Fenomena Suap: Akar Masalah dan Solusinya yang di gelar di Aula Balai Latihan Kerja Industri (BLKI), Sabtu, 24 April. Hadir sebagai pembicara, Ketua Anti-Corruption Committee (ACC) Sulsel, Dr Abraham Samad, Kasat Tipikor Polda Sulsel, AKBP Setiadi SH MH, dan humas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Sulsel, Ir Hasanuddin Rasyid.
Abraham menilai jika suap berlangsung secara terus-menerus karena sudah menjadi kebiasaan yang sejak dulu ada. Mestinya, lanjut Abraham, perilaku suap-menyuap ini semakin berkurang karena sudah ada UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana suap.
Menurutnya, tindakan keras dan tegas seaharusnya dikenakan kepada pejabat dan aparat yang melakukan suap. "Kenapa UU sudah dibuat tetapi suap menyuap terus berlangsung. Itu karena tidak ada tindakan yang tegas bagi aparat yang melakukan suap," imbuh Abraham.
Bagi aparat yang melakukan suap, kata dia, itu harus dilakukan pemecatan kepada yang bersangkutan. "Pemecatan dilakukan karena mereka (pelaku suap, red) sudah merusak sendi-sendi moral. Akibatnya masyarakat kehilangan kepercayaan kepada institusi penegak hukum dan aparatnya," tegas dia.
Di samping itu, suap sangat identik dengan korupsi. Korupsi dan suap merupakan tindak pidana. Keduanya merupakan perbuatan dan tradisi yang buruk. "Suap sama juga dengan praktik korupsi," tambah Abraham. Faktor rendahnya kualitas keimanan, lanjut dia, turut andil dalam membentuk perilaku suap.
Pembiacara lainnya, Setiadi, menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan kepolisian dalam menangani suap. Upaya-upaya tersebut di ataranya melakukan pencegahan, membangun kultur hukum masyarakat, dan terakhir penegakan hukum. Menurutnya, perkembangan teknologi informasi menjadikan praktik suap juga kian maju.
"IT (information technology, red) berkembang diikuti oleh perkembangan kejahatan. Termasuk praktik suap-menyuap," kata Setiadi.
Sementara itu, pembicara terakhir, Hasanuddin megungkapkan bahwa suap terjadi karena manusia yang cenderung serakah. Keserakahan yang tak terkendali akhirnya menjadi biang terjadinya suap. "Ada kerakusan yang luar biasa," tegas dia.
Masyarakat, lanjut dia, kehilangan integritas sehingga hanya mengejar kepentingan duniawi. Oleh karena itu, paradigma ideologi kapitalisme sekuler harus diubah dengan membentuk masyarakat takwa. "Akar masalahnya adalah kita jauh dari dasar keyakinan kita, yaitu Islam," imbuhnya.
Panitia pelaksana, Bahrul Ulum, menjelaskan bahwa diskusi ini merupakan kegiatan rutin HTI Sulsel yang digelar sekali sebulan. Kegiatan ini diberi nama halqah Islam dan peradaban, mewujudkan rahmat untuk semua. "Masalah-masalah faktual kita bahas dalam perspektif Islam," pungkas dia.(zuk)
Berbagai penyebab menjadi pemicu terjadinya suap. Di antaranya sistem birokrasi yang panjang dan berbelit-belit. Lalu, sikap sebagian masyarakat yang selalu menggunakan jalan pintas. Selain itu sistem yang ada juga dianggap kurang baik. Di lain sisi suap juga seolah-olah sudah menjadi kultur bagi masyarakat.
Persoalan tentang suap ini dibahas dalam diskusi dengan tema Fenomena Suap: Akar Masalah dan Solusinya yang di gelar di Aula Balai Latihan Kerja Industri (BLKI), Sabtu, 24 April. Hadir sebagai pembicara, Ketua Anti-Corruption Committee (ACC) Sulsel, Dr Abraham Samad, Kasat Tipikor Polda Sulsel, AKBP Setiadi SH MH, dan humas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Sulsel, Ir Hasanuddin Rasyid.
Abraham menilai jika suap berlangsung secara terus-menerus karena sudah menjadi kebiasaan yang sejak dulu ada. Mestinya, lanjut Abraham, perilaku suap-menyuap ini semakin berkurang karena sudah ada UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana suap.
Menurutnya, tindakan keras dan tegas seaharusnya dikenakan kepada pejabat dan aparat yang melakukan suap. "Kenapa UU sudah dibuat tetapi suap menyuap terus berlangsung. Itu karena tidak ada tindakan yang tegas bagi aparat yang melakukan suap," imbuh Abraham.
Bagi aparat yang melakukan suap, kata dia, itu harus dilakukan pemecatan kepada yang bersangkutan. "Pemecatan dilakukan karena mereka (pelaku suap, red) sudah merusak sendi-sendi moral. Akibatnya masyarakat kehilangan kepercayaan kepada institusi penegak hukum dan aparatnya," tegas dia.
Di samping itu, suap sangat identik dengan korupsi. Korupsi dan suap merupakan tindak pidana. Keduanya merupakan perbuatan dan tradisi yang buruk. "Suap sama juga dengan praktik korupsi," tambah Abraham. Faktor rendahnya kualitas keimanan, lanjut dia, turut andil dalam membentuk perilaku suap.
Pembiacara lainnya, Setiadi, menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan kepolisian dalam menangani suap. Upaya-upaya tersebut di ataranya melakukan pencegahan, membangun kultur hukum masyarakat, dan terakhir penegakan hukum. Menurutnya, perkembangan teknologi informasi menjadikan praktik suap juga kian maju.
"IT (information technology, red) berkembang diikuti oleh perkembangan kejahatan. Termasuk praktik suap-menyuap," kata Setiadi.
Sementara itu, pembicara terakhir, Hasanuddin megungkapkan bahwa suap terjadi karena manusia yang cenderung serakah. Keserakahan yang tak terkendali akhirnya menjadi biang terjadinya suap. "Ada kerakusan yang luar biasa," tegas dia.
Masyarakat, lanjut dia, kehilangan integritas sehingga hanya mengejar kepentingan duniawi. Oleh karena itu, paradigma ideologi kapitalisme sekuler harus diubah dengan membentuk masyarakat takwa. "Akar masalahnya adalah kita jauh dari dasar keyakinan kita, yaitu Islam," imbuhnya.
Panitia pelaksana, Bahrul Ulum, menjelaskan bahwa diskusi ini merupakan kegiatan rutin HTI Sulsel yang digelar sekali sebulan. Kegiatan ini diberi nama halqah Islam dan peradaban, mewujudkan rahmat untuk semua. "Masalah-masalah faktual kita bahas dalam perspektif Islam," pungkas dia.(zuk)
Komentar
Posting Komentar