SD Kompleks Lariangbangi
Dok. Fajar
*Pernah Jadi Sekolah Favorit
SEKOLAH Dasar (SD) Lariangbangi memiliki sejarah yang panjang. Eksis sejak Belanda menjajah. Seperi apa kondisinya sekarang?
RIDWAN MARZUKI
Makassar
Suasana akan terasa berbeda ketika memasuki pintu gerbang SD kompleks Lariangbangi. Ada kesan semi mewah ditemui. Maklum saja, beberapa bagian tembok sekolah tersebut baru saja selesai dicat. Bahkan beberapa sedang dicat saat Fajar datang.
Sebelum memasuki pekarangan sekolah, kita harus melalui sebuah gapura mini atau pintu gerbang. Di situ seorang security yang bernama Rustam berdiri berjaga-jaga. Tentu saja tugasnya menjaga murid-murid sekolah SD Lariangbangi supaya tidak bermain melewati tembok pagar sekolah. Hal itu dilakukan mengingat sekolah tersebut berada persis di pinggir jalan raya.
Sejajar dengan gapura, terdapat tembok yang mengelilingi sekolah dengan tinggi sekira 1,5 meter. Ini pun, beberapa bagian sedang diperbaharui catnya. Dulunya warna cat tembok merupakan kombinasi biru dan putih, sekarang pilihan warnanya perpaduan orange dan krem.
Bel tanda istirahat baru saja berbunyi ketika saya tiba di sekolah kompleks Lariangbangi. Seperti sekolah-sekolah pada umumnya, anak-anak berhamburan keluar kelas. Tujuannya berbeda-beda. Ada yang kejar-kejaran, main bola, karet, dan permainan lainnya. Ada juga yang memilih jajan di kantin. Setetelah itu bergabung dengan teman-temannya yang lebih dulu bermain. Anak-anak tersebut bermain dengan riangnya di pekarangan sekolah.
Di dalam kompleks ini terdapat empat sekolah. Masing-masing SD Negeri Lariangbangi I, SD Negeri Lariangbangi III, SD Inpres Bertingkat I, dan SD Inpres Bertingkat II. Posisi setiap sekolah menghadap langsung ke lapangan. Sehingga, jika tak diperhatikan seksama, sekolah ini seolah-olah bersambung.
Konstruksinya memang mengikuti empat arah mata angin. SDN Lariangbangi I menghadap ke barat. SDN Lariangbangi III menghadap ke selatan. Dan SD Inp Larianbangi I menghadap ke timur. Serta yang terakhir, SD Inp Lariangbangi II menghadap ke utara. Keempat sekolah ini menghadap ke sebuah lapangan yang sama. Lapangan tersebut cukup luas untuk ukuran SD.
Ruangan kelas keempat sekolah tersebut telah diubin. Terbuat dari bahan tegel yang berkualitas. Bahkan, beberapa dinding sekolahpun sebagian dipasangi tegel dengan tinggi sekira semeter dari lantai. Hanya saja, beberapa sisi plafon SDN Lariangbangi I terlihat berlumut karena air hujan. Itu berarti, ada bagian atap seng yang bocor.
Lapangan sekolah sendiri sudah dipasangi batu paving. Ini tentunya menjadi salah satu faktor murid-muridnya merasa nyaman bermain. Selain itu, terdapat beberapa pohon mangga di dalam areal sekolah. Ada juga pohon nangka. Lalu, tepat di halaman setiap sekolah, terdapat taman-taman mini yang ditumbuhi aneka bunga. Kembang-kembang tersebut tumbuh subur. Ini menandakan, pihak sekolah telaten merawatnya.
Masih di dalam kompleks, terdapat juga beberapa rumah dinas guru. "Ada 14 guru dan empat bujang (cleaning service, red) yang tinggal di kompleks," terang H Jaegunggu, Kepala Sekolah SD Inp Bertingkat Lariangbangi II, Selasa, 13 April. Rumah dinas tersebut berada tepat di bagian belakang SD Inp Bertingkat II. Ada juga rumah dinas di samping kiri SDN Lariangbangi I. Lalu, beberapa kantin juga ikut meramaikan kompleks. Letaknya di bagian belakang sekolah.
Dari empat sekolah dalam kompleks ini, SDN Lariangbangi I merupakan sekolah tertua. Salah seorang gurunya, Nursiah Banda (59), menceritakan jika sekolah ini dulunya bernama SD Kompleks Maradekaya I. Tetapi karena pemekaran, lanjut Nursiah, akhirnya nama sekolah tersebut diganti. "Sekolah ini favorit waktu namanya masih Maradekaya I," ungkap Nursiah.
Sejak 1973 Nursiah tinggal di kompleks ini. Ia menempati rumah dinas guru yang berdempetan langsung dengan SDN Lariangbangi I. Ia tinggal bersama dengan suaminya yang juga guru di sekolah tersebut. Tahun 1973, terang Nursiah, orang tua murid berebutan mendaftarakan anaknya di sekolah ini. Walhasil, jumlah siswanya mencapai angka dua ribuan.
"Bayangkan, kelas satu saja terdiri atas 12 kelas," kenang Nursiah. Dulunya, lanjut Nursiah, sekolah ini merupakan sekolah Belanda.
Tahun 1982, terang Nursiah, SD Inp Bertingkat Lariangbangi I dibentuk. Selanjutnya SD Inp Lariangbangi II tahun 1983. Kemudian pada tahun 1989, SDN Lariangbangi I dimekarkan lagi. Lahirlah SDN Lariangbangi III.
Dalam kompleks ini, SD Inp Bertingkat Lariangbangi II yang menjadi sekolah inti. Ada sekitar 1000-an murid dalam kompleks ini.
Terkait rencana ruislag, Jaegunggu mengaku mengetahui rencana itu sejak 2003 lalu. "Iya (sudah tahu, red). Sudah lama itu," kata dia. Tetapi, ia mengaku terkejut jika isu dihembuskan lagi. Pasalnya, lanjut Jaegunggu, selama ini rencana tersebut sudah dianggap batal alias tidak jadi dilaksanakan.
"Baru-baru posko orang tua murid yang menolak ruislag dibongkar. Itu setelah kita yakinkan mereka bahwa tidak ada lagi ruislag," imbuh Jaegunggu. Sejak 2003, kata Jaegunngu, orang tua murid mendirikan posko penolakan ruislag.
"Pada dasarnya ruislag tidak memenuhi syarat. Kalau menurut kami, sekolah ini kondisinya masih bagus," tegas dia.
Sekolah kompleks Lariangbangi berdiri di atas lahan seluas sekitar 5.000 meter persegi. Rencana ruislag selama ini, lanjut Jaegunggu, membuat pihaknya terganggu.
"Selama tiga tahun ini, kita dihantui oleh isu ruislag ini dalam proses belajar-mengajar," imbuh dia. Apalagi, lanjut dia, sekolah dalam kompleks Lariangbangi ini baru saja direnovasi. Termasuk tegel yang dipakai belum cukup setahun. Sebelumnya, lantai sekolah hanya terbuat dari tembok biasa. (*)
*Pernah Jadi Sekolah Favorit
SEKOLAH Dasar (SD) Lariangbangi memiliki sejarah yang panjang. Eksis sejak Belanda menjajah. Seperi apa kondisinya sekarang?
RIDWAN MARZUKI
Makassar
Suasana akan terasa berbeda ketika memasuki pintu gerbang SD kompleks Lariangbangi. Ada kesan semi mewah ditemui. Maklum saja, beberapa bagian tembok sekolah tersebut baru saja selesai dicat. Bahkan beberapa sedang dicat saat Fajar datang.
Sebelum memasuki pekarangan sekolah, kita harus melalui sebuah gapura mini atau pintu gerbang. Di situ seorang security yang bernama Rustam berdiri berjaga-jaga. Tentu saja tugasnya menjaga murid-murid sekolah SD Lariangbangi supaya tidak bermain melewati tembok pagar sekolah. Hal itu dilakukan mengingat sekolah tersebut berada persis di pinggir jalan raya.
Sejajar dengan gapura, terdapat tembok yang mengelilingi sekolah dengan tinggi sekira 1,5 meter. Ini pun, beberapa bagian sedang diperbaharui catnya. Dulunya warna cat tembok merupakan kombinasi biru dan putih, sekarang pilihan warnanya perpaduan orange dan krem.
Bel tanda istirahat baru saja berbunyi ketika saya tiba di sekolah kompleks Lariangbangi. Seperti sekolah-sekolah pada umumnya, anak-anak berhamburan keluar kelas. Tujuannya berbeda-beda. Ada yang kejar-kejaran, main bola, karet, dan permainan lainnya. Ada juga yang memilih jajan di kantin. Setetelah itu bergabung dengan teman-temannya yang lebih dulu bermain. Anak-anak tersebut bermain dengan riangnya di pekarangan sekolah.
Di dalam kompleks ini terdapat empat sekolah. Masing-masing SD Negeri Lariangbangi I, SD Negeri Lariangbangi III, SD Inpres Bertingkat I, dan SD Inpres Bertingkat II. Posisi setiap sekolah menghadap langsung ke lapangan. Sehingga, jika tak diperhatikan seksama, sekolah ini seolah-olah bersambung.
Konstruksinya memang mengikuti empat arah mata angin. SDN Lariangbangi I menghadap ke barat. SDN Lariangbangi III menghadap ke selatan. Dan SD Inp Larianbangi I menghadap ke timur. Serta yang terakhir, SD Inp Lariangbangi II menghadap ke utara. Keempat sekolah ini menghadap ke sebuah lapangan yang sama. Lapangan tersebut cukup luas untuk ukuran SD.
Ruangan kelas keempat sekolah tersebut telah diubin. Terbuat dari bahan tegel yang berkualitas. Bahkan, beberapa dinding sekolahpun sebagian dipasangi tegel dengan tinggi sekira semeter dari lantai. Hanya saja, beberapa sisi plafon SDN Lariangbangi I terlihat berlumut karena air hujan. Itu berarti, ada bagian atap seng yang bocor.
Lapangan sekolah sendiri sudah dipasangi batu paving. Ini tentunya menjadi salah satu faktor murid-muridnya merasa nyaman bermain. Selain itu, terdapat beberapa pohon mangga di dalam areal sekolah. Ada juga pohon nangka. Lalu, tepat di halaman setiap sekolah, terdapat taman-taman mini yang ditumbuhi aneka bunga. Kembang-kembang tersebut tumbuh subur. Ini menandakan, pihak sekolah telaten merawatnya.
Masih di dalam kompleks, terdapat juga beberapa rumah dinas guru. "Ada 14 guru dan empat bujang (cleaning service, red) yang tinggal di kompleks," terang H Jaegunggu, Kepala Sekolah SD Inp Bertingkat Lariangbangi II, Selasa, 13 April. Rumah dinas tersebut berada tepat di bagian belakang SD Inp Bertingkat II. Ada juga rumah dinas di samping kiri SDN Lariangbangi I. Lalu, beberapa kantin juga ikut meramaikan kompleks. Letaknya di bagian belakang sekolah.
Dari empat sekolah dalam kompleks ini, SDN Lariangbangi I merupakan sekolah tertua. Salah seorang gurunya, Nursiah Banda (59), menceritakan jika sekolah ini dulunya bernama SD Kompleks Maradekaya I. Tetapi karena pemekaran, lanjut Nursiah, akhirnya nama sekolah tersebut diganti. "Sekolah ini favorit waktu namanya masih Maradekaya I," ungkap Nursiah.
Sejak 1973 Nursiah tinggal di kompleks ini. Ia menempati rumah dinas guru yang berdempetan langsung dengan SDN Lariangbangi I. Ia tinggal bersama dengan suaminya yang juga guru di sekolah tersebut. Tahun 1973, terang Nursiah, orang tua murid berebutan mendaftarakan anaknya di sekolah ini. Walhasil, jumlah siswanya mencapai angka dua ribuan.
"Bayangkan, kelas satu saja terdiri atas 12 kelas," kenang Nursiah. Dulunya, lanjut Nursiah, sekolah ini merupakan sekolah Belanda.
Tahun 1982, terang Nursiah, SD Inp Bertingkat Lariangbangi I dibentuk. Selanjutnya SD Inp Lariangbangi II tahun 1983. Kemudian pada tahun 1989, SDN Lariangbangi I dimekarkan lagi. Lahirlah SDN Lariangbangi III.
Dalam kompleks ini, SD Inp Bertingkat Lariangbangi II yang menjadi sekolah inti. Ada sekitar 1000-an murid dalam kompleks ini.
Terkait rencana ruislag, Jaegunggu mengaku mengetahui rencana itu sejak 2003 lalu. "Iya (sudah tahu, red). Sudah lama itu," kata dia. Tetapi, ia mengaku terkejut jika isu dihembuskan lagi. Pasalnya, lanjut Jaegunggu, selama ini rencana tersebut sudah dianggap batal alias tidak jadi dilaksanakan.
"Baru-baru posko orang tua murid yang menolak ruislag dibongkar. Itu setelah kita yakinkan mereka bahwa tidak ada lagi ruislag," imbuh Jaegunggu. Sejak 2003, kata Jaegunngu, orang tua murid mendirikan posko penolakan ruislag.
"Pada dasarnya ruislag tidak memenuhi syarat. Kalau menurut kami, sekolah ini kondisinya masih bagus," tegas dia.
Sekolah kompleks Lariangbangi berdiri di atas lahan seluas sekitar 5.000 meter persegi. Rencana ruislag selama ini, lanjut Jaegunggu, membuat pihaknya terganggu.
"Selama tiga tahun ini, kita dihantui oleh isu ruislag ini dalam proses belajar-mengajar," imbuh dia. Apalagi, lanjut dia, sekolah dalam kompleks Lariangbangi ini baru saja direnovasi. Termasuk tegel yang dipakai belum cukup setahun. Sebelumnya, lantai sekolah hanya terbuat dari tembok biasa. (*)
kapan anda mengambil gambar sd lariangbangi
BalasHapusDulu saya sekolah disini namanya SDN Mardekaya 1...kenapa jadi LariangBangi Ya?...
BalasHapus