Suriadi, 16 Tahun Melawan Kanker Tulang









DOK FAJAR
DIA GURU. Suriadi, guru yang tak lagi mengajar setelah kanker menggerogoti tulangnya.


OLEH RIDWAN MARZUKI

.Tamalanrea


TAK seorang pun yang ingin sakit. Apalagi mengidap kanker. Begitu pula dengan Suriadi.

Kemarin, Jumat, 26 Maret, dengan diantar seorang guru bernama Sultan, tiba juga di rumah Suriadi, 44. Nama lengkapnya Suriadi Asiz. Dia penderita kanker tulang atau chondro sarcoma sejak 16 tahun silam.

Suriadi adalah seorang tenaga pendidik pada pada sebuah yayasan swasta (Yayasan Al Bayan) di Bumi Tamalanrea Permai (BTP). Tapi sejak penyakitnya semakin parah, ia tak lagi mengajar.

Kondisinya saat ini cukup memprihatinkan. Badan mengecil dan tampak begitu kurus. Berdiri tak bisa, begitupun baring. Ia hanya mampu duduk. Itupun harus memakai bantal sebagai alas duduk.

Suriadi terkena kanker tulang rawan tepat di bagian panggul kanan. "Sejak Desember 2009, saya tidak bisa tidur di ranjang. Saat ini cuma bisa tidur di kursi. Tidur pun harus dipaksakan karena sangat nyeri," terang Suriadi, Jumat, 26 Maret.

Paha kanan Suriadi semakin mengecil dan lembek. Di punggungnya terdapat beberapa lekukan bekas operasi. Bekas operasi tersebut memutar dari paha kanan bagian atas hingga pertengahan punggung sebelah kanan. Tepat di bagian atas bekas operasi, terdapat dua benjolan. Salah satunya seperti kepalan tinju orang dewasa, dan satunya lagi lebih kecil.

Suriadi mengidap penyakit ini sejak tahun 1994. Awalnya berbentuk benjolan kecil. Lama-kelamaan benjolan tersebut semakin membesar. Akhirnya ia putuskan untuk operasi di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo pada akhir tahun 1994.

Tercatat sudah enam kali Suriadi menjalani operasi. Beberapa kali di Makassar, yang lainnya di Jakarta. Terakhir ia dioperasi di Rumah Sakit Dharmais Jakarta pada Juni 2008 lalu. Operasi pertama dan ketiga ditanggung yayasan tempatnya mengajar. Selanjutnya, biaya operasi lainnya berasal dari bantuan para dermawan yang peduli terhadapnya.

Segala macam jenis pengobatan telah ia lakukan. Dari pengobatan medis hingga alternatif. Tetapi, hasilnya tidak begitu menggembirakan. Hanya saja, Suriadi tak patah arang. Ia tetap ingin sembuh. Rencananya jika ia memiliki dana, ia akan mencari lagi tempat berobat.

Kini, Suriadi hanya bisa berharap dan berdoa. Dokter-dokter yang menanganinya di Makassar tak bisa lagi diharapkan untuk menyembuhkannya. "Ahli tulang dan kanker di Makassar sudah angkat tangan," kata dia lirih.

Walaupun kondisinya begitu, tapi setidaknya Suriadi masih bisa bersyukur. Ia memiliki isteri yang selalu setia merawatnya. Namanya Asizah, 40. Kini, mereka dikaruniai empat anak. Yang tertua berumur 14 tahun. Yang Paling muda berusia 5 tahun.

Karena Suriadi tak bisa lagi mengajar, peran mencari nafkah digantikan oleh istrinya. Saat ini Asizah membuka usaha menjahit kecil-kecilan. Hasil dari upah menjahit itulah yang digunakannya untuk menghidupi keempat anaknya.

"Ini adalah ujian bagi saya," kata Asizah. Ia mengaku bisa bertahan karena salut dengan semangat suaminya.

"Jujur saya orangnya rapuh. Begitu dapat goncangan saya down. Tetapi semangatnya yang sangat besar menguatkan saya," tambahnya.

Rekan-rekan Suriadi juga senantiasa membantunya. Setiap kali Suriadi akan menjalani pengobatan, mereka bahu-membahu menolongnya. Salah seorang dari mereka, Bahar. Bahar menjadi koordinator penggalangan dana untuk pengobatan Suriadi. "Yang kita pikirkan sekarang adalah pengobatan herbal, tapi terkendala dana," terang Bahar.

Kini, Suriadi hanya bisa berharap bantuan agar bisa berobat. Ia masih berharap agar bisa sembuh.(*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspadai Pakai Emo, Ini Fungsinya Masing-masing

Berlibur di Kolam Renang PT Semen Tonasa

Sumpang Bita, Wisata Sejarah nan Menakjubkan