Melirik Seni Kaligrafi Teknik Elektro UH









*Coba Lestarikan Kebudayaan Islam dari Kampus



Tidak banyak yang meminati seni kaligrafi. Hanya orang-orang tertentu. Itu pun tidak banyak.


LAPORAN RIDWAN MARZUKI
Tamalanrea


Jika dibandingkan dengan seni-seni yang lain, kaligrafi memang bukanlah karya seni yang populis. Gaungnya seolah-olah redup oleh seni modern yang begitu masif dan ekspansif.

Berdasarkan alasan itu, Ichsan Nuryadin bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam kelompok Mushalla Adz-Dzahrah mencoba mengembangkan seni kaligrafi tersebut. Salah satunya dengan mengadakan lomba seni kaligrafi tingkat pelajar.

"Jarang sekali ada lembaga yang mengadakan lomba seperti ini. Jadi kita ingin hidupkan kembali seni kaligrafi," terang Ichsan. Kaligrafi, lanjut Ichsan, merupakan kesenian Islam. Sekarang, seni ini mulai kurang diperhatikan lagi.

Lomba tersebut dilaksanakan di Gedung Pusat Kajian dan Penelitian (PKP) Universitas Hasanuddin, Sabtu, 27 Maret. Walau peserta tak banyak, tetapi tidak mengurangi semangat panitia. Tujuannya untuk mengenalkan kaligrafi kepada generasi muda, khususnya kepada pelajar.

Demikian pula dengan pesertanya. Mereka tetap antusias mengerjakan instruksi yang diberikan oleh juri lomba.

Peserta lomba berasal dari beberapa sekolah dan panti asuhan. Salah satunya, Annas Magfira, pelajar perempuan dari Madrasah Aliyah Negeri 1 (MAN) Makassar.Saat ini Magfira duduk di kelas satu.

Ia mengaku telah berkali-kali mengikuti lomba seni kaligrafi. Beberapa kali bahkan Magfira mendapat gelar juara. Lomba-lomba yang diikutinya mulai dari tingkat sekolah hingga tingkat kabupaten.

Magfira tak berhenti sampai pada satu prestasi saja. Ia terus mengasah kemampuannya dalam memainkan alat tulisnya di atas media kaligrafi. Walau ia menyadari, bergelut dengan seni kaligrafi punya konsekuensi. "Harus siap-siap kotor," katanya.

Karya Magfira memang lebih mencolok dibandingkan peserta lainnya. Ia membuat kaligrafi dengan mengambil satu surah dalam Alquran. Tepatnya surah Al Quraish. Di bagian pinggir karyanya di kelilingi dengan garis pigura dengan komposisi warna merah, orange, cokelat dan hitam. Di setiap sudut, ditaruh hiasan berupa lukisan mirip gapura dengan perpaduan motif kembang. Tepat di bagian dalam garis pigura, Magfira, menaruh asmaul husna (nama-nama Allah), mengelilingi Al Quraish tadi.

Alat yang dipakai Magfira juga beda dengan peserta lainnya. Ia menggunakan pena. Alat tersebut terbuat dari bambu yang diraut meruncing di kedua ujungnya.

Salah satu juri lomba bernama Abd Hannan. Menurutnya, ada dua aspek yang dinilai dalam lomba, yaitu keindahan dan kejelasan huruf. Keindahan berkaitan dengan penggunaan warna, corak, dan variasi yang digunakan. Sementara kejelasan berhubungan dengan jenis huruf yang dipakai. Juga, ketepatan penyambungan huruf-huruf.

Untuk mendapatkan karya kaligrafi yang bernilai estetis, lanjut Hannan, tidak begitu mudah. Syaratnya harus memiliki keterampilan. "Harus dilatih terus-menerus," tambahnya.
Selain lomba kaligrafi, panitia juga mengadakan lomba azan, kultum, Musabaqah Tilawatil Quraan (MTQ), dan cerdas cermat. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspadai Pakai Emo, Ini Fungsinya Masing-masing

Berlibur di Kolam Renang PT Semen Tonasa

Sumpang Bita, Wisata Sejarah nan Menakjubkan